33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:32 PM WIB

Jatah Beasiswa Hilang, Dosen Program S3 Lapor Mas Menteri Nadiem

DENPASAR – Keberlangsungan nasib ratusan dosen yang sedang menempuh pendidikan doktor (S3) angkatan 2018 di sejumlah perguruan tinggi di tanah air terancam.

Hal ini terjadi setelah pemerintah tidak lagi memberikan beasiswa bagi dosen program S3 untuk angkatan 2018 ke atas.

Lazimnya, biaya pendidikan bagi dosen untuk melanjutkan pendidikan doktor, disediakan pemerintah sebagai bagian dari tanggung jawab peningkatan mutu SDM (Undang-Undang 12 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).

“Tanpa komponen biaya hidup, buku, riset, transportasi, mustahil kegiatan pendidikan dapat dilanjutkan,” ujar Kholid, dosen Fakultas Sastra Universitas NW Mataram yang tengah menempuh pendidikan S3 Linguistik di FIB Unud Bali.

Karena itu, ratusan dosen dari seluruh tanah air yang tergabung dalam wadah Aliansi Mahasiswa Doktor Indonesia (AMDI) memutuskan berkirim surat langsung kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

“Dua tahun kami memperjuangkan sesuatu yang sebetulnya tidak muluk, hanya sekedar hak beasiswa on-going yang diperuntukan untuk dosen yang sedang menempuh

pendidikan doktor di negeri ini, di dalam negeri saja. Anggaplah ini sebagai prolog, kalimat pengantar saja, karena banyak hal lain yang kemudian

akan kami ceritakan pada surat terbuka ini,” tulis Pengurus Nasional AMDI dalam rilisnya yang diterima Radarbali.id.

Lantas, AMDI membandingkan apa yang mereka peroleh dengan mahasiswa doctor angkatan 2017.

“Kami tidak iri atas itu, tapi sampai titik tahun ke-2 kami berjuang, nasib kami belum sama dengan kakak tingkat kami. Miris?sedih?sudah tentu,” bebernya.

AMDI memiliki anggota yang lebih dari banyak, dengan berbagai latarbelakang, karakter dan keadaan. Anggota AMDI adalah dosen-dosen yang telah mengabdikan dirinya untuk membangun bangsa.

Tidak perlu sangsi lagi dengan kesetiaannya pada bangsa dan negara, mengabdikan diri selama bertahun lama untuk kemajuan pendidikan di negara tercinta Indonesia.

“Jika ada persyaratan membuat surat pernyataan berani mengabdikan diri pada negara, kami akan mampu membuatnya sampai berpuluh helai lengkap bermaterai:

karena jiwa raga kami untuk negeri tidak akan tergadai hanya dengan sehelai surat pernyataan. Katakanlah ada istilah membelah dada, maka dalam dada kami tersirat nafas pengabdian dan cinta akan bangsa ini,” tandasnya.

“Selama 2 tahun perjuangan kami banyak hal yang telah kami lakukan. Kami sudah layangkan belasan surat, berbagai audiensi, menghadap pejabat, kirim WA, dan usaha lain. Tetapi tak ada solusi,” bebernya.

Karena itu melalui surat yang dikirimkan ke Mas Menteri Nadiem Makarim, mahasiswa program S3 ini mendapat secercah harapan.

“Kami tidak meminta previlage yang muluk, kami hanya meminta agar negara hadir. Tanpa beasiswa, besar kemungkinan banyak dari kami yang tidak sanggup melangkah lagi,

melanjutkan pendidikan doktor ini. Biaya hidup, biaya buku, riset, dan segudang biaya lain harus dipenuhi, pilihannya bekerja atau lanjut studi,” paparnya.

Dalam kalimat terakhir, AMDI mengirim pesan pilu. “Jika ada bait mengenai “Ratapan Anak Tiri” maka kami akan bersenandung melalui bait “Ratapan Doktor Tiri” lalu akan terdeskripsi

betapa pilunya kami, betapa perihnya kami melalui perjuangan 2 tahun yang tiada empati atas lelah kami. SDM unggul itu #negarahadir #beasiswaongoing2018 #doktortiri #AMDI2018,” pungkasnya.

DENPASAR – Keberlangsungan nasib ratusan dosen yang sedang menempuh pendidikan doktor (S3) angkatan 2018 di sejumlah perguruan tinggi di tanah air terancam.

Hal ini terjadi setelah pemerintah tidak lagi memberikan beasiswa bagi dosen program S3 untuk angkatan 2018 ke atas.

Lazimnya, biaya pendidikan bagi dosen untuk melanjutkan pendidikan doktor, disediakan pemerintah sebagai bagian dari tanggung jawab peningkatan mutu SDM (Undang-Undang 12 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).

“Tanpa komponen biaya hidup, buku, riset, transportasi, mustahil kegiatan pendidikan dapat dilanjutkan,” ujar Kholid, dosen Fakultas Sastra Universitas NW Mataram yang tengah menempuh pendidikan S3 Linguistik di FIB Unud Bali.

Karena itu, ratusan dosen dari seluruh tanah air yang tergabung dalam wadah Aliansi Mahasiswa Doktor Indonesia (AMDI) memutuskan berkirim surat langsung kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

“Dua tahun kami memperjuangkan sesuatu yang sebetulnya tidak muluk, hanya sekedar hak beasiswa on-going yang diperuntukan untuk dosen yang sedang menempuh

pendidikan doktor di negeri ini, di dalam negeri saja. Anggaplah ini sebagai prolog, kalimat pengantar saja, karena banyak hal lain yang kemudian

akan kami ceritakan pada surat terbuka ini,” tulis Pengurus Nasional AMDI dalam rilisnya yang diterima Radarbali.id.

Lantas, AMDI membandingkan apa yang mereka peroleh dengan mahasiswa doctor angkatan 2017.

“Kami tidak iri atas itu, tapi sampai titik tahun ke-2 kami berjuang, nasib kami belum sama dengan kakak tingkat kami. Miris?sedih?sudah tentu,” bebernya.

AMDI memiliki anggota yang lebih dari banyak, dengan berbagai latarbelakang, karakter dan keadaan. Anggota AMDI adalah dosen-dosen yang telah mengabdikan dirinya untuk membangun bangsa.

Tidak perlu sangsi lagi dengan kesetiaannya pada bangsa dan negara, mengabdikan diri selama bertahun lama untuk kemajuan pendidikan di negara tercinta Indonesia.

“Jika ada persyaratan membuat surat pernyataan berani mengabdikan diri pada negara, kami akan mampu membuatnya sampai berpuluh helai lengkap bermaterai:

karena jiwa raga kami untuk negeri tidak akan tergadai hanya dengan sehelai surat pernyataan. Katakanlah ada istilah membelah dada, maka dalam dada kami tersirat nafas pengabdian dan cinta akan bangsa ini,” tandasnya.

“Selama 2 tahun perjuangan kami banyak hal yang telah kami lakukan. Kami sudah layangkan belasan surat, berbagai audiensi, menghadap pejabat, kirim WA, dan usaha lain. Tetapi tak ada solusi,” bebernya.

Karena itu melalui surat yang dikirimkan ke Mas Menteri Nadiem Makarim, mahasiswa program S3 ini mendapat secercah harapan.

“Kami tidak meminta previlage yang muluk, kami hanya meminta agar negara hadir. Tanpa beasiswa, besar kemungkinan banyak dari kami yang tidak sanggup melangkah lagi,

melanjutkan pendidikan doktor ini. Biaya hidup, biaya buku, riset, dan segudang biaya lain harus dipenuhi, pilihannya bekerja atau lanjut studi,” paparnya.

Dalam kalimat terakhir, AMDI mengirim pesan pilu. “Jika ada bait mengenai “Ratapan Anak Tiri” maka kami akan bersenandung melalui bait “Ratapan Doktor Tiri” lalu akan terdeskripsi

betapa pilunya kami, betapa perihnya kami melalui perjuangan 2 tahun yang tiada empati atas lelah kami. SDM unggul itu #negarahadir #beasiswaongoing2018 #doktortiri #AMDI2018,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/