Banyak cerita menarik di balik raihan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menggondol juara satu dan juara favorit lomba Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dihelat Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia. Seperti apa liku-likunya?
MAULANA SANDIJAYA, Denpasar
TIDAK mudah bagi PN Denpasar menyabet juara lomba PTSP tingkat nasional. Maklum, pengadilan yang terletak di Jalan PB Sudirman Nomor 1, Denpasar, itu harus bersaing dengan puluhan pengadilan negeri kelas IA lainnya se-Indonesia.
Keterbatasan tempat dan anggaran menjadi tembok terjal yang harus ditembus jajaran PN Denpasar.
Sobandi dan I Wayan Gede Rumega sebagai Ketua dan Wakil Ketua PN Denpasar yang belum genap setahun dilantik harus memutar otak melakukan berbagai perbaikan.
Ini lantaran pada akreditasi MA tahun lalu, PN Denpasar mendapat nilai buruk. Bisa dikatakan menerima rapor merah.
Status akreditasi yang awalnya “A” anjlok menjadi “B”. Kondisi kebersihan, jadwal sidang amburadul, dan parkir semerawut menjadi sebagian pemicunya.
Namun, duet Sobandi – Rumega menolak menyerah. Segala keterbatasan itu diubah menjadi tantangan.
Lebih dari itu, Sobandi dan Rumega megajak semua jajaran PN Denpasar untuk melakukan perbaikan secara nyata dan berkelanjutan.
“Jadi, perbaikan ini tidak hanya dalam rangka ikut lomba saja, tapi juga perbaikan sistem pelayanan pada masyarakat. Ada atau tidak ada lomba pelayanan pada masyarakat harus baik,” tegas Sobandi saat diwawancarai Jumat (20/8).
“Jujur, sebelum pandemi Covid-19, kami bekerja siang malam, sampai tidak kenal libur,” sambung Rumega.
Komitmen perbaikan pelayanan itu dituangkan di dalam maklumat pelayanan. Semua harus serba pasti.
Misalnya, jelas Sobandi, meja pelayanan harus memberikan kepastian berapa menit dan berapa hari yang diperlukan bagi pengguna pelayanan.
Kemudian maklumat itu dicetak ukuran besar dan ditempel di dinding lobi PN Denpasar. Tujuannya agar mudah dilihat masyarakat. Maklumat itu juga dijadikan cambuk dalam bekerja.
Jika PN Denpasar tidak sesuai maklumat, maka masyarakat bisa menegur para pegawai. Sebaliknya, masyarakat yang memberi kritik dan saran bakal diberi apresiasi.
“Kami beri kompensasi berupa cinderamata, tidak mahal tapi bermanfaat. Salah satunya masker,” tutur mantan ketua PN Depok itu.
Setelah “mereparasi” pegawai hingga hakim, Sobandi dan Rumega langsung tancap gas. Pegawai hingga satpam yang bertugas memberikan pelayanan pada masyarakat diberikan pelatihan khusus agar ramah terhadap masyarakat.
Pegawai harus murah senyum. Senyumnya pun mesti alami, sehingga membuat orang yang datang merasa nyaman. Pelatihan khusus itu bekerja sama dengan salah satu bank di Kota Denpasar.
“Dimulai dari hal mendasar. Bagaimana cara senyum yang baik, menyapa, dan mengucapkan salam. Semua dilatih pihak bank yang sudah profesional,” jelas pria asal Bandung, Jawa Barat, itu.
Saat ada pengumuman akan diadakan lomba PTSP pada awal Juni, jajaran PN Denpasar pun menyambut antusias. Namun, mereka sadar tidak mudah untuk bisa memenangkan lomba.
Pasalnya, surat keputusan (SK) Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) menerapkan syarat ketat yang wajib dipenuhi peserta lomba.
Sesuai SK Dirjen Badilum Nomor 77/2018 dan SK 3239/2019 tentang PTSP. Mulai bentuk ruangan, bahan material, hingga tinggi meja pelayanan harus sesuai standar mutu.
Dijelaskan Sobandi, lomba PTSP ini bertujuan mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, transparan, terukur, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan serta memberikan pelayanan yang prima, akuntabel, dan antikorupsi.
Nah, untuk memastikan standar mutu itu terpenuhi, Sobandi menunjuk hakim pengawas. Hakim ini bertugas mengawasi semua pelayanan harus sesuai standar yang telah ditetapkan.
“Hakim pengawas ini nantinya memberikan laporan pada kami, apa saja yang kurang dan harus diperbaiki,” tukas hakim yang namanya familiar karena menjadi pengadil dalam kasus First Travel itu.
Pihaknya juga melakukan gebrakan secara fisik. Ruang PTSP yang sebelumnya gelap dibongkar. Tampilan depannya diubah menggunakan kaca, sehingga mudah dilihat dari luar.
Ruang yang sebelumnya gelap pun menjadi terang. Untuk memastikan keamanan juga dipasang CCTV di berbagai sisi.
Ruang tunggu dibuat nyaman dengan menyediakan minum gratis dilengkapi alat pengisi daya handphone (HP) dan laptop. Dibuat juga ruang sidang khusus anak, ibu menyusui, dan pojok bermain anak.
Jadwal sidang yang awalnya amburadul ditata dengan baik. Sidang perdata digelar Senin dan Rabu. Sedangkan sidang pidana digelar Selasa dan Kamis. Sementara Jumat digunakan untuk sidang tipiring.
Saat Covid-19 melanda, PN Denpasar langsung menerapkan protokol kesehatan. Disediakan alat pengukur suhu tubuh, tempat cuci tangan, hingga hand santizer atau penyanitasi tangan di tiap sudut.
Yang unik, PN Denpasar tidak memiliki anggaran untuk melakukan renovasi dan menyediakan sarana prasarana.
Ternyata, hal itu disiasati kerja sama dengan pemerintah daerah. Bantuan itu legal karena adanya permohonan bantuan secara resmi. Bukan berbentuk uang, tapi bantuan berupa barang.
Sementara untuk memastikan kepuasan masyarakat, dibuat survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) berupa survei harian dengan menyiapkan kuisioner di meja pelayanan.
Di meja pelayanan disiapkan pilihan puas dengan emoticon senyum dan tidak puas dengan gambar sedih.
Masyarakat yang datang cukup memencet tombol mana yang dianggap mewakili pelayanan. “Dari survei harian ini kami bisa tahu kepuasan masyarakat. Saya juga bisa mengawasi dan mengevaluasi kinerja,” jelasnya.
Pria 51 tahun itu manambahkan, pihaknya juga membuat survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) melalui selebaran.
Sobandi mengungkapkan, apa yang dibuat PN Denpasar juga dimiliki pengadilan lain. Nah, yang membedakan PN Denpasar dengan pengadilan lain adalah moto pelayanan TAKSU atau transparan, profesional, berkomitmen, efektif efisien dan akuntabel.
“Taksu atau bahasa Bali-nya berwibawa inilah yang menjadi pedoman dan panduan kami dalam memberikan pelayanan,” tukasnya.
Ditanya strategi bisa memenangi lomba tingkat nasional, Sobandi mengatakan tidak ada jurus khusus. Semua berkat kerja sama dan sama-sama bekerja.
Ketika panitia lomba dari MA mewawancarai jajaran PN Denpasar, dari hakim hingga pegawai biasa, semua berjalan lancar.
Penilaian lomba juga didasarkan pada banyaknya orang yang menyukai dan menonton video. Nah, agar mendapat tampilan video yang ciamik, PN Denpasar menggunakan jasa profesional.
Lagi-lagi Sobandi tidak keluar biaya karena bekerja sama dengan Pemkot Denpasar. Keunggulan lain video PN Denpasar yakni memakai tiga bahasa sekaligus.
Bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa isyarat untuk kalangan difabel. “Kami pakai bahasa Inggris karena banyak orang asing menjadi pengguna layanan di PN Denpasar,” beber Sobandi.
Video yang dibuat juga tidak bertele-tele, hanya empat menit. Kontennya dikemas sederhana namun mengena. Di bagian pembukaan video langsung menggambarkan apa itu PTSP.
Tampilan yang menarik dibumbui dengan lagu atau mars PN Denpasar menjadi video paling banyak disukai dan ditonton pejabat eselon I di MA.
PN Denpasar juga mengumpulkan nilai tertinggi, yakni 12.000. Jauh meninggalkan para pesaingnya. Penghargaan itu diserahkan di Kantor Dirjen Badilum MA RI, Prim Haryadi.
Dengan senyum semringah, Sobandi menerima piagam penghargaan juara I lomba PTSP Tahun 2020 untuk kategori Pengadilan Negeri Kelas IA terbaik, dan juara favorit untuk kategori Pengadilan Negeri Kelas IA.
“Harapan saya ke depan, pelayanan di PN Denpasar tetap dipertahankan. Kami bukan membangun instan, tapi membangun sistem. Insyaallah, siapapun pemimpinnya tinggal menjalankan sistem yang sudah berjalan baik,” pungkasnya.
Sementara itu, Desi Purnami sebagai koordinator Pos Bantuan Hukum (PBH) Peradi Denpasar di PN Denpasar berharap penghargaan yang diterima bisa meningkatkan pelayanan.
Menurut Desi, saat ini pelayanan di PN Denpasar sudah cukup cepat, mudah, dan terintegrasi dengan baik melalui sistem e-court.
Walau demikian, Desi tetap memberikan saran pada saat proses pendaftaran baik permohonan atau gugatan supaya lebih ditingkatkan.
“Saran kami PN Denpasar agar sistem e-court bisa diakses dengan baik dan cepat oleh masyarakat. Karena itu, sosialisasi e-court harus ditingkatkan,” saran Desi.
Setali tiga uang, anggota PBH Peradi Denpasar lainnya, Aji Silaban bisa mempertahankan pelayanannya.
Sebagai pengacara probono yang saban hari sidang di PN Denpasar, Aji menilai kenyamanan dalam proses persidangan dan kebersihan lingkuang sudah cukup baik.
Meski demikian, Aji meminta PN Denpasar bisa mendisiplinkan jadwal sidang. “Saran saya jadwal atau waktu sidang baik perdata maupun pidana bisa lebih stabil, tidak berubah-ubah,” tandas pria asal Medan itu. (*)