29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:32 AM WIB

Berbeda dengan Merapi, Tim UGM Akui Sulit Taklukkan Gunung Agung

RadarBali.com – Upaya tiga unit drone milik tim Koax Flyer Jakarta mendekati puncak Gunung Agung beberapa waktu lalu belum berhasil.

Namun, tak perlu berputus asa. Pasalnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menemukan solusi alternatif.

Ya, BNPB meminta bantuan tim dari Fakultas Teknik Geodesi Universitas Gajah Mada (UGM), Jogjakarta, untuk menerjunkan drone mendekati kawah gunung.

Hasilnya, dibandingkan drone milik tim Koax Flayer, drone milik tim UGM ini terbang lebih tinggi, mencapai 2.900 meter dari total ketinggian gunung 3.142 meter di atas permukaan laut (Mdpel).

Sementara percobaan pertama milik tim Koax Flayer hanya mampu mencapai ketinggian 1.400 meter.

Dengan menggunakan kamera jenis Sonny RX-100, drone milik UGM tidak hanya sekadar mengambil foto dan video.

Menurut ketua tim drone Fakultas Teknik Geodesi UGM, Ruli Andaru, gambar yang diambil diolah dengan sistem tiga dimensi.

Selanjutnya gambar digunakan sebagai bahan membuat peta tiga dimensi. Ruli mengklaim, jika drone mampu mendekati puncak, maka gambar yang didapat bisa sangat terperinci.

Drone bisa dapatkan diameter kawah, lebar, dalam dan tinggi kawah semua bisa kami dapatkan detail. Termasuk kedalaman retakan atau rekahan kawah bisa diketahui.

 “Kami bisa juga mengukur cekungan dan volume kawah. Rekahan di kawah bisa kami ukur. Gambar kami tiga dimensi, sehingga sangat akurat,” beber pria asal Kabupaten Bantul, Jogyakarta itu.

Namun, Ruli mengaku harus menghadapi tantangan tersendiri untuk mendapatkan gambar tersebut. Diakui karakteristik Gunung Agung dengan gunung lain berbeda.

Menurutnya Gunung Agung secara visual sangat cerah, sehingga memudahkan pemetaan drone terbang. Namun, angin di lereng Gunung Agung sangat kencang.

Tantangan semakin berat karena timnya tidak bisa lebih dekat ke puncak lantaran gunung dalam status Awas. Timnya kemarin harus mencari titik lain untuk mencoba menjangkau kawah.

Ruli yang menekuni dunia aeromodeling sejak 2010 itu mengaku sudah pernah mengambil gambar puncak Gunung Merapi, Jogjakarta dan Gunung Kelud, Kediri.

Bahkan, pihaknya bisa mengambil puncak Gunung Kelud dengan sempurna. Padahal, Gunung Kelud tampak jelas hanya 15 menit dalam beberapa jam.

Namun, untuk puncak Gunung Agung dia harus bekerja keras. Meski selalu terlihat cerah, Gunung Agung diliputi angin kencang. Inilah yang membuat drone mengalami guncangan atau turbulensi.

Dengan berbagai kondisi lapangan yang dijumpai, Ruli tidak yakin 100 persen bisa menaklukkan Gunung Agung. Langkah selanjutnya, Ruli menargetkan bisa terbang 4.000 meter.

Setelah itu baru drone perlahan diarahkan ke kawah. “Sebenarnya semakin banyak instansi dan stakeholder yang terlibat semakin bagus.

Artinya, semakin banyak pihak yang diajak menahlukkan Gunung Agung. Kami akan coba terus beberapa hari ke depan,” tukasnya berusaha optimistis.

Disinggung soal mesin drone yang digunakan apakah sama dengan milik tim Koax Flyer, Ruli menyatakan berbeda.

Drone milik Koax Flyer menggunakan mesin berbahan bakar metahnol. Sedangkan drone miliknya elektrik menggunakan baterai.

Spesifikasi drone yang dibawa Ruli kekuatan engine 15 cc, lebar sayap 2 meter dan berat 4,8 kg. Drone tersebut sejatinya pesawat untuk riset dari institusi pendidikan UGM

RadarBali.com – Upaya tiga unit drone milik tim Koax Flyer Jakarta mendekati puncak Gunung Agung beberapa waktu lalu belum berhasil.

Namun, tak perlu berputus asa. Pasalnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menemukan solusi alternatif.

Ya, BNPB meminta bantuan tim dari Fakultas Teknik Geodesi Universitas Gajah Mada (UGM), Jogjakarta, untuk menerjunkan drone mendekati kawah gunung.

Hasilnya, dibandingkan drone milik tim Koax Flayer, drone milik tim UGM ini terbang lebih tinggi, mencapai 2.900 meter dari total ketinggian gunung 3.142 meter di atas permukaan laut (Mdpel).

Sementara percobaan pertama milik tim Koax Flayer hanya mampu mencapai ketinggian 1.400 meter.

Dengan menggunakan kamera jenis Sonny RX-100, drone milik UGM tidak hanya sekadar mengambil foto dan video.

Menurut ketua tim drone Fakultas Teknik Geodesi UGM, Ruli Andaru, gambar yang diambil diolah dengan sistem tiga dimensi.

Selanjutnya gambar digunakan sebagai bahan membuat peta tiga dimensi. Ruli mengklaim, jika drone mampu mendekati puncak, maka gambar yang didapat bisa sangat terperinci.

Drone bisa dapatkan diameter kawah, lebar, dalam dan tinggi kawah semua bisa kami dapatkan detail. Termasuk kedalaman retakan atau rekahan kawah bisa diketahui.

 “Kami bisa juga mengukur cekungan dan volume kawah. Rekahan di kawah bisa kami ukur. Gambar kami tiga dimensi, sehingga sangat akurat,” beber pria asal Kabupaten Bantul, Jogyakarta itu.

Namun, Ruli mengaku harus menghadapi tantangan tersendiri untuk mendapatkan gambar tersebut. Diakui karakteristik Gunung Agung dengan gunung lain berbeda.

Menurutnya Gunung Agung secara visual sangat cerah, sehingga memudahkan pemetaan drone terbang. Namun, angin di lereng Gunung Agung sangat kencang.

Tantangan semakin berat karena timnya tidak bisa lebih dekat ke puncak lantaran gunung dalam status Awas. Timnya kemarin harus mencari titik lain untuk mencoba menjangkau kawah.

Ruli yang menekuni dunia aeromodeling sejak 2010 itu mengaku sudah pernah mengambil gambar puncak Gunung Merapi, Jogjakarta dan Gunung Kelud, Kediri.

Bahkan, pihaknya bisa mengambil puncak Gunung Kelud dengan sempurna. Padahal, Gunung Kelud tampak jelas hanya 15 menit dalam beberapa jam.

Namun, untuk puncak Gunung Agung dia harus bekerja keras. Meski selalu terlihat cerah, Gunung Agung diliputi angin kencang. Inilah yang membuat drone mengalami guncangan atau turbulensi.

Dengan berbagai kondisi lapangan yang dijumpai, Ruli tidak yakin 100 persen bisa menaklukkan Gunung Agung. Langkah selanjutnya, Ruli menargetkan bisa terbang 4.000 meter.

Setelah itu baru drone perlahan diarahkan ke kawah. “Sebenarnya semakin banyak instansi dan stakeholder yang terlibat semakin bagus.

Artinya, semakin banyak pihak yang diajak menahlukkan Gunung Agung. Kami akan coba terus beberapa hari ke depan,” tukasnya berusaha optimistis.

Disinggung soal mesin drone yang digunakan apakah sama dengan milik tim Koax Flyer, Ruli menyatakan berbeda.

Drone milik Koax Flyer menggunakan mesin berbahan bakar metahnol. Sedangkan drone miliknya elektrik menggunakan baterai.

Spesifikasi drone yang dibawa Ruli kekuatan engine 15 cc, lebar sayap 2 meter dan berat 4,8 kg. Drone tersebut sejatinya pesawat untuk riset dari institusi pendidikan UGM

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/