DENPASAR – Kasus dugaan human trafficking yang menimpa puluhan remaja asal Kabupaten ujung timur pulau Flores, NTT di Bali kini sedang diselidiki oleh kepolisian Polresta Denpasar. Dalam kasus ini, puluhan remaja diduga menjadi korban.
Dalam kasus yang telah dilaporkan oleh para terduga korban ini didampingi oleh Divisi Hukum dan Advokasi PENA NTT Bali. Kasus ini kemudian menyita perhatian pengacara senior asal Flores Timur (Flotim), Petrus Bala Patyona.
Pengacara yang berdomisi di Jakarta ini memberi apresiasi yang tinggi kepada anak-anak Flores Timur yang melaporkan kasus yang menimpa mereka ke Polresta Denpasar dengan menemui para korban di Denpasar, Senin malam (7/9) lalu.
Senin (7/9) malam, Bala Patyona menjumpai anak-anak yang diduga menjadi korban ini di Denpasar. Kepadanya, para remaja korban ini menceritakan seluruh kronologi yang terjadi sejak awal hingga kasus ini dilaporkan ke Polresta Denpasar.
Menurut Bala Patyona, selain oknum RSN yang sudah dilaporkan ke Polresta Denpasar, polisi juga harus segera memeriksa Bupati Flores Timur. Sebab selain RSN yang merekrut puluhan remaja ini dari Flores, Bupati Flores Timur harus diperiksa karena menandatangani dokumen kerja sama berupa MoU (nota kesepahaman) dengan para pihak lainnya.
“Yang turut membantu dalam hal ini adalah Bupati Flores Timur. Jadi Bupati Flores Timur harus segera diperiksa. Dalam perjanjian, dia (Bupati Flores Timur) menyiapkan tenaga kerja untuk dikirim tetapi ternyata lembaga yang mengirim itu pun tidak memiliki hubungan kerjasama dengan pihak di negara di mana dikirim,” katanya kepada awak media didampingi oleh advokat Yulius Benyamin Seran dalam perjumpaannya dengan para korban.
Dia menduga ada permainan besar dalam kasus ini. Dia juga menduga pihak yang merekrut mengambil keuntungan besar per kepala remaja yang diduga menjadi korban.
“Terlepas apakah Bupati mendapat pembayaran atau honorarium, yang jelas kesalahan beliau adalah membuat surat perjanjian antara Pemda Flores Timur, LPK Darma, STIKOM Bali dan BRI,” ungkapnya.
Pihak-pihak yang dilaporkan ini juga menurut dia harus memberikan ganti rugi kepada para korban. Karena mereka diberangkatkan dari Flores, NTT ke Bali untuk tujuan magang ke luar negeri dan menyerahkan sejumlah uang kepada pihak perekrut. Nilainya mencapai puluhan juta rupiah.
Bila beranggapan bahwa anak-anak sudah diberangkatkan ke luar negeri dengan gaji Rp20 juta per bulan sebagaimana yang dijanjikan. Jadi kalau misalnya sudah 24 bulan di luar negeri bisa dihitung 24 bulan dikali Rp20 juta. Sekitar Rp 400 juta per orang.
“Jadi kalau memang mau diselesaikan pembayaran gaji atau ganti rugi saja,” ujarnya.
Puluhan remaja ini dijanjikan akan diperkerjakan di luar negeri oleh pihak perekrut. Namun setelah sampai ke Bali mereka belum juga diberangkatkan. Bahkan sudah dua tahun lamanya, mereka hidup terlunta-lunta di Bali. Bala Patyona pun meminta agar polisi menyelidiki secara serius terkait dugaan perdagangan manusia ini.
“Jangan sampai ada korban lebih banyak lagi,” tandasnya.