DENPASAR – Sejak ditemukannya kasus pertama di Bali pada Maret 2020, kasus Covid-19 di Bali tak kunjung mereda. Bahkan, beberapa bulan ini makin meningkat. Dan semingguan ini, melonjak tajam.
Pemprov Bali dan pemerintah kabupaten/ kota, sejauh ini menganggap bahwa meningkatnya kasus ini semata-mata karena masyarakat tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan. Yakni menggunakan masker, cuci tangan dan jaga jarak. Maka, solusi yang ditawarkan Gubernur Bali Wayan Koster yang diikuti bupati da. Wali kota di Bali adalah sanksi denda administratif bagi pelanggar protokol kesehatan.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 46 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Desease 2019 Dalam Tatanan Kehidupan Era Baru. Kemudian diikuti peraturan bupati dan wali kota di Bali.
Secara umum beleid ini mengatur tentang sanksi administratif bagi pelanggar protokol kesehatan. Besaran denda yg diterapkan adalah Rp. 100.000,- bagi perorangan, dan Rp. 1.000.000,- bagi pelaku usaha dan tempat fasilitas umum lainnya.
Namun, salah satu ahli epidemiologi dari kampus Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas KedokteranUniversitas Udayana, I Made Ady Wirawan sebelumnya menyebut tak terkendalinya kasus Covid 19 di Bali dikarenakan rendahnya tes yang dilakukan pemerintah.
Ia menyebut, pemerintah harus lebih gerak cepat lagi melakukan tes terhadap masyarakat. Hal ini penting untuk cepat memutus angka Covid-19 di Bali yang setiap hari angkanya di atas ratusan yang positif sebagaimana data yang disampaikan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19.
Lalu berapa angka ideal yang mesti dilakukan dalam satu daerah? “Idealnya 1 per 1000 penduduk per minggu. Kalau jumlah penduduk 4 juta berarti sekitar 4000 test diagnostik per minggu di Bali,” jawab Ady Wirawan saat dikonfirmasi Selasa (8/9).
Untuk itulah, Ady Wirawan meminta pemerintah segera melakukan tes secara masal dan cepat untuk memutus semakin tingginya angka positif dan bahkan meninggal dunia di Bali. Diketahui, sejauh ini tes diagnostik yang disarankan WHO adalah yang berbasis PCR, bukan rapid test antibodi.
“Meningkatkan kapasitas testing, bisa kombinasi dengan tes rapid antigen, test semua kontak dekat supaya bisa diisolasi dan diputus penularannya,” sarannya kepada pemerintah terutama Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 di Bali.
Di Bali sendiri, menurut klaimnya pada bulan 7 Juli sudah melakukan 161.526 orang di-rapid test antibodi dan swab test dengan metode PCR sebanyak 34.974 orang. Untuk bulan Agustus dan September tidak lagi terdengar laporan jumlah rapid test yang dilakukan.