AMLAPURA —Gubernur Bali Wayan Koster ingin arak Bali bisa saingi shake (minuman beralkohol khas Jepang) dan Soju (khas Korea) atau minuman asing lainnya. sehingga arak yang merupakan minuman beralkohol tradisional Bali bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Pemprov Bali sendiri terus berupaya agar arak mampu bersaing secara sehat. Berbagai dukungan berupa regulasi sudah dibuat pemerintah untuk melegalkan arak dan produk lokal lainnya seperti tuak dan berem.
Terlebih lagi tuak, arak dan berem juga terkait dengan upacara keagamaan di Bali karena ketiga bahan tersebut merupakan bahan Tetabuhan. Sementara itu Gubernur Koster juga terus memberikan dukungan dan apresiasi besar buat perajin arak Karangasem. Salah satu langkah yang dilakukan Koster adalah dengan mengumpulkan semua petani arak di “Bumi Lahar”, julukan Karangasem. Hadir juga dalam kesempatan itu Calon Bupati Karangasem I Gede Dana dan juga Wayan Artha Dipa Minggu (20/9) di Restauran La Grande Desa Ababi, Kabupaten Karangasem.
Sementara itu perwakilan petani arak asal Sidemen I Ketut Sudarma mengaku sangat berterima kasih kepada Gubernur Koster karena telah membantu petani arak dalam hal pemasaran. Termasuk soal legalisasi arak lokal Bali. “Saat ini petani arak merasa lebih terlindungi,” ujarnya.
Sebelumnya petani arak kerap kucing kucingan dengan polisi agar bisa menjual produksinya tersebut. Padahal arak merupakan mata pencaharian utama warga di beberapa tempat. Dari produksi arak warga bisa menyekolahkan anak-anaknya dan juga membantu secara ekonomi.
Ke depan dirinya berharap Gubernur bisa membantu petani untuk menekan harga alat fermentasi untuk memproduksi arak. Saat ini harga alat tersebut sekitar Rp3 juta, dan hal ini bagi petani arak masih terlalu mahal.
“Kami berharap Pak Gubernur bisa membantu kami agar harga (alat) fermentasi tersebut lebih murah dan terjangkau buat petani,” ujarnya.
Sementara itu di tengah kondisi Pandemi sekarang ini pasaran arak masih stabil. “Tidak ada penurunan, tetap stabil,” ujarnya. Ini menunjukan kalau pasaran produk khas Karangasem ini cukup kuat di pasar lokal.
Sementara untuk harga malah mengalami kenaikan. Dari Rp 400 ribu per jeriken sekarang naik menjadi Rp 600 ribu per jeriken. “Kalau harga malah naik,” tambah I Nengah Budiasa petani atau perajin arak asal Kubu.
Sementara itu Gubernur Koster mengakui kalau peraturan dibuat tersebut untuk membantu petani arak. Sehingga mereka bisa lebih terlindungi dan bisa dengan tenang melakukan produksi. Ke depan diharapkan arak mampu meningkatkan potensi masyarakat. Karena di Desa banyak pohon jaka atau enau serta kelapa yang bisa menjadi sumber tanaman arak.
“Arak Bali itu riil beredar di masyarakat dan bisa membantu secara perekonomian,” ujarnya.
Koster juga menceritakan proses keluarnya Pergub Nomor 1 tahun 2020 tentang Miras tidaklah mudah. Namun melalui perjuangan keras dari mengubah Perpres.
“Alam Bali dianugrahi sumber daya alam berupa pohon enau dan ielapa yang tumbuh subur dan mengasilkan tuak serta arak,” ujarnya.
Sementara itu I Nyoman Yasa petani arak asal Abang mengakui kalau arak Karangasem yang dikenal dengan arak api memiliki kwalitas yang bagus. Bahkan arak jenis ini bisa dipasarkan sampai ke internasional.
Koster mengakui kalau nama arak Bali sudah cukup dikenal secara nasional, karena memang promosi yang dilakukan dan kwalitas yang bagus. Ke depan arak Bali akan terus dipatenkan sehingga mampu bersaing dengan merek asing atau luar negeri.
“Nanti kita harapkan arak Bali bisa mengalahkan Shake asal Jepang dan Soju asal Korea. Nantinya arak Bali akan dilindungi dan dijual di koperasi-koperasi di Bali. Dan arak Bali nantinya tetap digeluti orang Bali bukan orang luar Bali.
“Nanti kita harapkan arak Bali menjadi oleh khas khusus Bali,” ujarnya,
Pasar arak sendiri selaian asing juga lokal Bali. Karena sejatinya orang Bali suka minum arak Bali selain juga untuk obat dan sarana upacara.