SINGARAJA – Tak kurang dari 25 ribu siswa di Kabupaten Buleleng kesulitan mengakses pembelajaran secara daring.
Kesulitan itu bukan hanya dipicu masalah ketersediaan perangkat untuk pembelajaran. Namun juga ketersediaan akses jaringan yang layak, guna mendukung proses pembelajaran tersebut.
Data yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, untuk tingkat SMP tercatat ada 6.732 siswa yang kesulitan mengakses pembelajaran daring.
Jumlah itu mencakup 16 persen dari total siswa SMP di Buleleng. Sementara untuk tingkat SD, ada 21.079 siswa yang tak bisa mengakses pembelajaran daring.
Itu mencakup 36 persen dari kesuluruhan jumlah siswa pada tingkat SD. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng Made Astika tak menampik hal tersebut.
Made Astika mengklaim Disdikpora telah melakukan pemetaan masalah dan potensi untuk mengatasi hal tersebut.
“Ini bukan hanya persoalan ketersediaan perangkat saja. Tapi juga masalah sinyal internet. Setelah kami lakukan pemetaan dan breakdown masalahnya,
ada masalah sinyal juga. Memang masalah ini paling banyak kita temui di daerah-daerah yang sinyal internetnya tidak stabil,” kata Astika.
Menurutnya, kini ada dua alternatif solusi yang disiapkan pemerintah. Solusi pertama, ialah melakukan pembelajaran jarak jauh.
Sekolah menyediakan modul literasi dan numerasi bagi siswa. Modul dicetak melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Selanjutnya guru menyebar modul tersebut melalui orang tua siswa. Solusi ini akan diaplikasikan di daerah-daerah yang sinyalnya tidak stabil.
Alternatif kedua, sekolah melakukan pengadaan perangkat pendukung pembelajaran berupa tablet. Perangkat itu diberikan pada siswa-siswa yang tak memiliki sarana pendukung.
Bantuan itu diprioritaskan pada siswa yang benar-benar masuk dalam kategori miskin. Pengadaan alat itu bisa dilakukan lewat dana BOS, yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan sekolah.
“Itu boleh dipinjamkan pada siswa dengan berita acara peminjaman dari orang tua. Tidak usah takut perangkatnya rusak. Itu lebih baik dari pada perangkat inventaris rusak tidak terpakai.
Dana BOS boleh digunakan melakukan pengadaan. Tentu harus disesuaikan dengan analisa kebutuhan dan kemampuan dana di sekolah,” imbuhnya.
Selain itu Astika juga menyarankan agar sekolah menyiapkan alokasi anggaran untuk pengadaan kuota belajar.
Mengingat kini sejumlah provider telah menyediakan paket khusus untuk itu. Apalagi tarif yang dipasang cukup murah.