33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:36 PM WIB

Setelah Piala Dunia, Bagaimana Nasib 4 Lapangan Penunjang di Bali?

DENPASAR – Setelah Stadion Kompyang Sujana, Stadion Ngurah Rai, Lapangan Gelora Samudera, Kuta, dan Lapangan Tri Sakti Legian direvitalisasi, tentu harus steril dari pemakaian masyarakat umum.

Sudah pasti juga akan lebih bagus dari sebelumnya dan perlu memerlukan biaya perawatan yang tidak sedikit juga.

Untuk Lapangan Gelora Tri Sakti Legian dan Lapangan Gelora Samudera Kuta, setelah Piala DUnia U-20 tahun depan, hak miliknya akan dikembalikan ke desa adat masing-masing.

Pengelola masing-masing lapangan dalam hal ini Desa Adat Kuta dan Desa Adat Legian yang akan mengurus lapangan tersebut.

Apalagi dalam rapat daring, semua pengelola lapangan diminta untuk menjaga dan merawat lapangan yang sudah direvitalisasi sedemikian rupa.

Jangan sampai lapangan kembali rusak dan tidak terawat. Solusi yang paling ideal tentu menyewakan lapangan tersebut.

Untuk Lapangan Tri Sakti dan Lapangan Samudera, mungkin sudah menerapkan sistem sewa jauh sebelum revitalisasi.

Yang menjadi masalah adalah untuk Stadion Kompyang Sujana dan Stadion Ngurah Rai. Kebetulan kedua stadion tersebut milik pemerintah.

Stadion Kompyang Sujana milik Pemkot Denpasar dan Stadion Ngurah Rai milik Pemprov Bali dan KONI Bali yang dipercaya untuk mengelolanya.

Biaya yang tidak kecil pasti akan dikeluarkan pengelola untuk merawat stadion. Apalagi rumput stadion yang sudah standar FIFA harus memerlukan perawatan yang khusus.

“Pasti ada jalan keluar untuk perawatan agar maksimal. Setelah Piala Dunia U-20 apakah pengelola dalam hal ini KONI Bali atau

pemerintah yang turun tangan untuk perawatan, harus ada jalan keluarnya,” ucap Ketum KONI Bali I Ketut Suwandi.

Dia sadar, perawatan tidak akan mudah. Kendala tentu saja dari biaya dan sulit untuk menemukan pihak yang mau menyewa Stadion Ngurah Rai.

Biasanya, Stadion Ngurah Rai dipergunakan untuk masyarakat umum dan kegiatan-kegiatan sosial tidak mungkin KONI Bali mematok biaya sewa.

“Kalau kami sewakan, hampir tidak mungkin. Geduang (GOR Lila Bhuana) saja  hampir tidak ada yang menyewa. Tapi sisi positifnya adalah anak-anak bisa memanfaatkan

lapangan dengan sebaik-baiknya untuk menunjang prestasi mereka. Anggap saja revitalisasi ini sebagai stimulus penunjang prestasi anak-anak. Nanti kami pikirkan untuk perawatannya,” tutur Suwandi. 

DENPASAR – Setelah Stadion Kompyang Sujana, Stadion Ngurah Rai, Lapangan Gelora Samudera, Kuta, dan Lapangan Tri Sakti Legian direvitalisasi, tentu harus steril dari pemakaian masyarakat umum.

Sudah pasti juga akan lebih bagus dari sebelumnya dan perlu memerlukan biaya perawatan yang tidak sedikit juga.

Untuk Lapangan Gelora Tri Sakti Legian dan Lapangan Gelora Samudera Kuta, setelah Piala DUnia U-20 tahun depan, hak miliknya akan dikembalikan ke desa adat masing-masing.

Pengelola masing-masing lapangan dalam hal ini Desa Adat Kuta dan Desa Adat Legian yang akan mengurus lapangan tersebut.

Apalagi dalam rapat daring, semua pengelola lapangan diminta untuk menjaga dan merawat lapangan yang sudah direvitalisasi sedemikian rupa.

Jangan sampai lapangan kembali rusak dan tidak terawat. Solusi yang paling ideal tentu menyewakan lapangan tersebut.

Untuk Lapangan Tri Sakti dan Lapangan Samudera, mungkin sudah menerapkan sistem sewa jauh sebelum revitalisasi.

Yang menjadi masalah adalah untuk Stadion Kompyang Sujana dan Stadion Ngurah Rai. Kebetulan kedua stadion tersebut milik pemerintah.

Stadion Kompyang Sujana milik Pemkot Denpasar dan Stadion Ngurah Rai milik Pemprov Bali dan KONI Bali yang dipercaya untuk mengelolanya.

Biaya yang tidak kecil pasti akan dikeluarkan pengelola untuk merawat stadion. Apalagi rumput stadion yang sudah standar FIFA harus memerlukan perawatan yang khusus.

“Pasti ada jalan keluar untuk perawatan agar maksimal. Setelah Piala Dunia U-20 apakah pengelola dalam hal ini KONI Bali atau

pemerintah yang turun tangan untuk perawatan, harus ada jalan keluarnya,” ucap Ketum KONI Bali I Ketut Suwandi.

Dia sadar, perawatan tidak akan mudah. Kendala tentu saja dari biaya dan sulit untuk menemukan pihak yang mau menyewa Stadion Ngurah Rai.

Biasanya, Stadion Ngurah Rai dipergunakan untuk masyarakat umum dan kegiatan-kegiatan sosial tidak mungkin KONI Bali mematok biaya sewa.

“Kalau kami sewakan, hampir tidak mungkin. Geduang (GOR Lila Bhuana) saja  hampir tidak ada yang menyewa. Tapi sisi positifnya adalah anak-anak bisa memanfaatkan

lapangan dengan sebaik-baiknya untuk menunjang prestasi mereka. Anggap saja revitalisasi ini sebagai stimulus penunjang prestasi anak-anak. Nanti kami pikirkan untuk perawatannya,” tutur Suwandi. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/