SINGARAJA – Sedikitnya 25 desa dan kelurahan di Buleleng hingga kini belum bisa menyepakati soal batas wilayah.
Permasalahan ini terbilang berlarut-larut. Pasalnya sejak tahun 2018 lalu, tak ada perkembangan berarti terkait penyelesaian sengketa tapal batas ini.
Data di Bagian Pemerintahan Setda Buleleng menunjukkan, dari 148 desa dan kelurahan yang ada di Buleleng, sebanyak 123 desa/kelurahan sudah sepakat dengan batas desa mereka.
Dari seratusan desa itu, sebanyak 65 desa/kelurahan tapal batasnya telah dituangkan dalam peraturan bupati. Sementara 58 desa/kelurahan sisanya masih dalam proses penyusunan deskripsi.
Dari data tersebut, praktis masih ada 25 desa/kelurahan yang belum sepakat dengan tapal batas tersebut.
Diantaranya Desa Pengulon dengan Desa Celukan Bawang di Kecamatan Gerokgak. Kedua desa ini masih berkutat soal tapal batas di sekitar kawasan pelabuhan.
Ada pula masalah tapas batas antara Desa Kalianget dengan Desa Tanguwisia di Kecamatan Seririt. Kedua desa ini masih belum bisa menyepakati batas wilayah yang masih tumpang tindih di sekitar RS Pratama Tanguwisia.
Kabag Pemerintahan Setda Buleleng Dewa Made Ardika mengatakan, pihaknya sudah berupaya menuntaskan masalah tapal batas itu.
Mulai dari proses sosialisasi, hingga mempertemukan perbekel dengan para tokoh. Namun hingga kini masalah itu belum mencapai titik temu.
“Beberapa desa sudah kami undang secara bertahap sejak bulan lalu. Contohnya di Deas Patas dan Gerokgak.
Sampai sekarang memang belum ada titik temu. Memang ini masalah yang cukup sensitive. Karena bisa terkait dengan keamanan antar-desa,” kata Ardika.
Sementara itu Asisten Tata Pemerintahan Setda Buleleng Putu Karuna mengatakan, permasalahan tapal batas itu diupayakan segera tuntas.
Hanya saja dalam proses itu pemerintah berupaya menyelesaikannya lewat musyawarah mufakat.
“Kami selalu mengedepankan upaya musyawarah. Kami ingin ada kesepakatan dulu di masyarakat dan para tokoh. Baru setelah itu kami lakukan penetapan batas wilayah,” kata Karuna.
Ia menegaskan masalah tapal batas itu harus segera dituntaskan. Karena berkaitan denigan pemetaan anggaran dan pemetaan potensi yang ada di desa.
“Kami sebenarnya tidak mau hal ini berlarut-larut. Karena semakin lama, ini pasti akan menjadi semacam bumerang dan menimbulkan perselisihan kedua belah pihak,” tukasnya.