DENPASAR – Bekerja sebagai buruh bangunan tak mampu mencukupi kehidupan terdakwa Hendrianto, 28.
Apalagi di tengah kondisi pandemi Covid-19, pekerjaan di proyek bangunan tidak menentu. Kadang ada, terkadang tidak. Karena terhimpit ekonomi itulah Hendrianto gelap mata.
Pria tamatan SMP asal Banyuwangi, Jawa Timur, itu nekat menjadi kurir narkoba jenis sabu-sabu dan ekstasi sejak April.
Sekali mengambil tempelan ia mendapat “honor” Rp 50 ribu – Rp 300 ribu. Namun, baru tiga bulan menggeluti bisnis haram,
Hendrianto ditangkap tim Satreskoba Polresta Denpasar pada 25 Juni 2020 pukul 12.00, di Jalan Sedap Malam, Denpasar Selatan.
Ia ditangkap saat sedang duduk santai di teras kamar kosnya. Saat digeledah ditemukan tas kain warna hitam berisi 17 paket sabu bening,
12 paket sabu hijau, 1 paket berisi 46 butir ekstasi, 1 paket berisi 3 butir ekstasi, dan 3 paket berisi serbuk ekstasi.
“Setelah ditimbang, sabu-sabu yang dibawa terdakwa seberat 256,98 gram netto, dan ekstasi dengan berat bersih 31,42 gram,” beber JPU Catur Rianita D. kepada majelis hakim yang diketuai I Dewa Budi Watsara.
Dalam tuntutannya, JPU terbukti bersalah melanggar Pasal 112 ayat (2) UU Narkotika. “Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara
selama 14 tahun,” tuntut JPU. Jaksa juga meminta hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider tiga bulan penjara.
Mendengar tuntutan JPU, terdakwa tertunduk pasrah. Sementara pengacara yang mendampingi terdakwa akan mengajukan pembelaan tertulis.
Terdakwa sendiri mengaku semua barang tersebut milik bosnya yang dipanggil Black. Ia mengenal Black dari telepon.
Sementara terdakwa mendapatkan barang tersebut dengan cara mengambil tempelan di selekon dekat jembatan Jalan Tantular, Denpasar.
“Untuk pledoi diberikan waktu seminggu,” kata hakim Budi. Perintah itu disanggupi pengacara terdakwa.