32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 16:07 PM WIB

Sekolah Gratis, Guru Suka Rela, 10 Orang Absen Karena Ini…

Dalam kondisi Gunung Agung berstatus awas, warga yang tinggal di zona merah harus mengungsi. Peserta ujian nasional (unas)

di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Widya Santhi Mandiri Banjar Tunas Sari, Tianyar, Kubu, Karangasem, pun absen 10 orang.

Ini karena tempat mengungsi mereka tersebar dan tak terpantau keberadaannya. Seperti apa?

 

 

MADE DWIJA PUTRA, Tianyar

HARI Minggu kemarin sejumlah siswa tampak berpakaian rapi. Berbaju putih, bercelana hitam. Mereka terlihat tekun mengikuti ujian.

Ujian digelar Jumat – Minggu. Tempat ujian di Banjar Tunas Sari, Desa Tianyar, Kubu, Karangasem yang jadi tempat ujian ini juga termasuk kawasan rawan bencana (KRB) I.  

Karena jadwal ujian ini sudah ditentukan pemerintah pusat harus berlangsung di bulan Oktober, sesuai kalender pendidikan.

Meski dalam suasana pengungsian juga ancaman erupsi Gunung Agung atau Gunung Agung ditetapkan menjadi status awas tetap mereka antusias mengikuti ujian hingga usai.

Selama tiga hari berlangsung, mata pelajaran sama seperti pelajaran sekolah  umum khususnya kelas IPS.

Yakni di hari pertama ujian Bahasa Indonesia dan Matematika. Di hari kedua ujian  Bahasa Inggris dan Ekonomi dan hari ketiga ujian Sosiologi, Geografi dan PPKN.

Satu mata pelajaran waktunya berdurasi 120 menit. Jadi, selama ujian mereka harus fokus menjawab soal.

I Komang Sukayasa, 28, pengelola PKBM Widya Santhi Mandiri menerangkan bahwa  sebenarnya peserta ujian gelombang keduanya seharusnya ada 38 orang. Semua siswa itu juga hampir dominan pengungsi.

Tapi, tidak semua bisa hadir. Ada 10 orang siswa tidak bisa ikut ujian.  Karena tidak bisa dihubungi dan tempat pengungsiannya juga tidak terpantau.

Nah, bagi siswa yang tidak ikut mereka mesti mengulang untuk ujian tahun depan. “Harusnya ada 38 orang yang ikut ujian. Tapi, ada 10 orang tidak hadir karena mereka mengungsi, ” jelasnya saat ditemui seusai mengawasi unas  kemarin.

Penyebab 10 orang siswa tidak ikut ujian lantaran tempat mengungsi nya tidak diketahui. Mengingat warga setempat mengungsi menyebar di sejumlah daerah di Bali. Semua siswa juga sudah dikabari, bagi tempat pengungsian yang dekat dia langsung mengabari lisan.

Namun bagi tempat pengungsian yang jauh, diberi tau melalui pesan singkat telepon tetapi tidak ada respons.

“Mungkin mereka masih panik dalam pengungsian sehingga tidak bisa mengikuti ujian. Kalau sekarang tidak ikut ujian, harus mengulang tahun depan. Karena ini sudah ujian gelombang kedua, ” ungkap pria asal Banjar Dukuh, Desa Dukuh, Kubu, Karangasem, ini.

Begitu, penepatan Gunung Agung status awas ini juga membuat persiapan siswa kejar paket C ini terganggu.

Biasanya setiap harinya dari Jumat- Minggu mereka rutin belajar, nah setelah status awas jadi kurang efektif belajar.

Tapi, hal ini tidak mengurangi semangat mereka untuk belajar dan menempuh unas. “Sebenarnya sebelum mengungsi sudah ada pemberitahuan dari

pusat bahwa unas gelombang kedua bulan Oktober harus ujian. Jadi UN ini tetap dilaksanakan, ” ungkapnya.

Rencana awal mereka ingin menerapkan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Namun karena kondisi Gunung Agung status awas, mereka akhirnya memilih untuk ujian tulis.

“Rencana mau menerapkan sistem UNBK tapi situasi seperti ini kami terapkan ujian tulis saja, ” jelasnya.

PKBM Widya Santhi Mandiri  berdiri dari tahun 2009 silam. Sudah sejumlah siswa yang mengikuti kejar paket tersebut.

Pada PKBM ini ada dua program yakni kejar Paket B dan Kejar Paket C. Total yang terdaftar 63 orang.

Umurnya bervariasi. Dari umur belasan tahun sampai 50 tahun. 

PKBM Widya Santhi Mandiri  juga menyiapkan tutor  atau tenaga pengajar. Ada 13 orang dari kalangan Guru SD, SMP dan SMA.

Mereka dibayar sukarela. Biasanya proses pembelajaran berlangsung Jumat-Minggu. Namun itu tergantung kesiapan warga.

Selain itu yang jadi tantangan pengajar yakni mereka mesti melakukan pendekatan sebaik mungkin. Sehingga mereka tetap betah untuk sekolah.

Selain itu juga hampir sering menjemput bola, mencari siswa, agar mereka mau sekolah kejar dan tidak dipungut biaya. 

“Jadi, siswa yang sekolah di sini gratis dan tenaga pengajar juga dibayar sukarela, ” pungkasnya.

Dalam kondisi Gunung Agung berstatus awas, warga yang tinggal di zona merah harus mengungsi. Peserta ujian nasional (unas)

di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Widya Santhi Mandiri Banjar Tunas Sari, Tianyar, Kubu, Karangasem, pun absen 10 orang.

Ini karena tempat mengungsi mereka tersebar dan tak terpantau keberadaannya. Seperti apa?

 

 

MADE DWIJA PUTRA, Tianyar

HARI Minggu kemarin sejumlah siswa tampak berpakaian rapi. Berbaju putih, bercelana hitam. Mereka terlihat tekun mengikuti ujian.

Ujian digelar Jumat – Minggu. Tempat ujian di Banjar Tunas Sari, Desa Tianyar, Kubu, Karangasem yang jadi tempat ujian ini juga termasuk kawasan rawan bencana (KRB) I.  

Karena jadwal ujian ini sudah ditentukan pemerintah pusat harus berlangsung di bulan Oktober, sesuai kalender pendidikan.

Meski dalam suasana pengungsian juga ancaman erupsi Gunung Agung atau Gunung Agung ditetapkan menjadi status awas tetap mereka antusias mengikuti ujian hingga usai.

Selama tiga hari berlangsung, mata pelajaran sama seperti pelajaran sekolah  umum khususnya kelas IPS.

Yakni di hari pertama ujian Bahasa Indonesia dan Matematika. Di hari kedua ujian  Bahasa Inggris dan Ekonomi dan hari ketiga ujian Sosiologi, Geografi dan PPKN.

Satu mata pelajaran waktunya berdurasi 120 menit. Jadi, selama ujian mereka harus fokus menjawab soal.

I Komang Sukayasa, 28, pengelola PKBM Widya Santhi Mandiri menerangkan bahwa  sebenarnya peserta ujian gelombang keduanya seharusnya ada 38 orang. Semua siswa itu juga hampir dominan pengungsi.

Tapi, tidak semua bisa hadir. Ada 10 orang siswa tidak bisa ikut ujian.  Karena tidak bisa dihubungi dan tempat pengungsiannya juga tidak terpantau.

Nah, bagi siswa yang tidak ikut mereka mesti mengulang untuk ujian tahun depan. “Harusnya ada 38 orang yang ikut ujian. Tapi, ada 10 orang tidak hadir karena mereka mengungsi, ” jelasnya saat ditemui seusai mengawasi unas  kemarin.

Penyebab 10 orang siswa tidak ikut ujian lantaran tempat mengungsi nya tidak diketahui. Mengingat warga setempat mengungsi menyebar di sejumlah daerah di Bali. Semua siswa juga sudah dikabari, bagi tempat pengungsian yang dekat dia langsung mengabari lisan.

Namun bagi tempat pengungsian yang jauh, diberi tau melalui pesan singkat telepon tetapi tidak ada respons.

“Mungkin mereka masih panik dalam pengungsian sehingga tidak bisa mengikuti ujian. Kalau sekarang tidak ikut ujian, harus mengulang tahun depan. Karena ini sudah ujian gelombang kedua, ” ungkap pria asal Banjar Dukuh, Desa Dukuh, Kubu, Karangasem, ini.

Begitu, penepatan Gunung Agung status awas ini juga membuat persiapan siswa kejar paket C ini terganggu.

Biasanya setiap harinya dari Jumat- Minggu mereka rutin belajar, nah setelah status awas jadi kurang efektif belajar.

Tapi, hal ini tidak mengurangi semangat mereka untuk belajar dan menempuh unas. “Sebenarnya sebelum mengungsi sudah ada pemberitahuan dari

pusat bahwa unas gelombang kedua bulan Oktober harus ujian. Jadi UN ini tetap dilaksanakan, ” ungkapnya.

Rencana awal mereka ingin menerapkan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Namun karena kondisi Gunung Agung status awas, mereka akhirnya memilih untuk ujian tulis.

“Rencana mau menerapkan sistem UNBK tapi situasi seperti ini kami terapkan ujian tulis saja, ” jelasnya.

PKBM Widya Santhi Mandiri  berdiri dari tahun 2009 silam. Sudah sejumlah siswa yang mengikuti kejar paket tersebut.

Pada PKBM ini ada dua program yakni kejar Paket B dan Kejar Paket C. Total yang terdaftar 63 orang.

Umurnya bervariasi. Dari umur belasan tahun sampai 50 tahun. 

PKBM Widya Santhi Mandiri  juga menyiapkan tutor  atau tenaga pengajar. Ada 13 orang dari kalangan Guru SD, SMP dan SMA.

Mereka dibayar sukarela. Biasanya proses pembelajaran berlangsung Jumat-Minggu. Namun itu tergantung kesiapan warga.

Selain itu yang jadi tantangan pengajar yakni mereka mesti melakukan pendekatan sebaik mungkin. Sehingga mereka tetap betah untuk sekolah.

Selain itu juga hampir sering menjemput bola, mencari siswa, agar mereka mau sekolah kejar dan tidak dipungut biaya. 

“Jadi, siswa yang sekolah di sini gratis dan tenaga pengajar juga dibayar sukarela, ” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/