32.6 C
Jakarta
25 November 2024, 9:15 AM WIB

Hasil Survey, 20 Persen Rakyat Bali Yakin Tak Mungkin Terpapar Covid

DENPASAR – Kepala Satgas Nasional Penanganan Covid-19 sekaligus Kepala BNPB, Letjen Doni Monardo mengungkapkan, saat ini masih ada masyarakat yang menganggap dirinya tidak mungkin terpapar Covid-19 berdasakan data BPS. Bahkan di Bali, angkanya lebih tinggi dibandingkan dengan nasional.

“Jumlahnya 17 persen yang angka riilnya hampir 45 juta orang (se-Indonesia, Red). Termasuk di Bali yang sekitar 20,78 persen masyarakatnya ada yang merasa tidak mungkin terpapar,” kata Doni dalam rapat kerja dan pengarahan Ketua Satgas Covid-19 Nasional bersama Satgas Penanganan Covid-19 se-Bali yang berlangsung secara video conference dari Rumah Jabatan Jayasabha, Denpasar, Jumat (9/10).

Kata Doni, ini adalah angka yang sangat besae. Untuk itu, ujarnya, langkah dan upaya untuk memutus mata rantai ini harus ditingkatkan lagi.

Menurut dia, sosialisasi disiplin protokol kesehatan (prokes) merupakan hal mendesak yang harus jadi prioritas setiap kepala daerah, baik melalui media massa ataupun media sosial.

“Satgas sendiri telah bekerjasama dengan Dewan Pers dan sejumlah media untuk mendukung dan mengisi program yang dalam hal ini berhubungan dengan perubahan perilaku masyarakat. Penyampaian informasi dengan kearifan lokal, dengan bahasa-bahasa setempat juga tak kalah penting karena sekali lagi pemahaman yang kurang akan berbahaya, tentang apa itu new normal, apa itu sosial distancing, dan lainnya,” katanya.

Dia menegaskan, Covid-19 ini sangat berbahaya karena bukan ditularkan oleh hewan, tapi dari manusia ke manusia. Dan orang yang kemungkinan besar menularkan, lanjurnya, adalah orang terdekat, keluarga, kerabat, teman jadi harus dipahami betul masker, cuci tangan dan jaga jarak adalah prioritas untuk saat ini.

Doni Monardo juga mengingatkan bahwa sampai saat ini vaksin untuk Covid-19 belum ada dan jika pun sudah ada, distribusinya tidak bisa serta merta untuk keseluruhan masyarkat namun perlu tahapan-tahapan lagi.

“Jadi untuk saat ini, vaksin terbaik adalah patuh dan disiplin (protokol kesehatan). Sudah lebih dari satu juta orang yang meninggal di seluruh dunia, sudah lebih dari 35 juta orang terpapar. Sudah sangat banyak tenaga kesehatan kita yang gugur menjalankan tugasnya sebagai pahlawan kemanusiaan dan kita tidak ingin ini terus terjadi, sungguh tidak sebanding dengan kesadaran kita untuk mematuhi prokes,” paparnya.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B. Harmadi menambahkan, di Bali menurut data BPS terdapat 20,8 persen masyarakat yang yakin dirinya tidak tertular Covid-19, alias hampir 840 ribu orang dari 4,2 juta penduduk Bali.

“Hal ini perlu edukasi yang masif. Lalu, setiap orang perlu mengetahui daerahnya masuk zona apa sehingga bisa mempersiapkan diri dengan baik,” ujarnya.

Sonny juga menjelaskan, penerapan disiplin protokol 3M yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan merupakan pilihan paling mujarab untuk saat ini, terutama sebagai kewajiban dalam pencegahan.

“Tanpa 3M, resiko kita tertular ada di angka 95 persen. Jika diterapkan dengan benar maka angka resiko penularan jadi 15 persen. Bahkan dengan prokes pun masih beresiko namun tentu jauh lebih rendah resikonya,” bebernya.

Perubahan perilaku, menurut Sonny, menjadi senjata untuk melawan penularan Covid-19. “Masker saat ini jadi senjata utama. Saya ambil kasus di Alabama, US. Setelah pemerintahnya mewajibkan memakai masker, kasus hariannya turun drastis sampai seperempatnya. Lalu contoh lain di Austria, ketika pemerintahnya melonggarkan pemakaian masker, maka kasus langsung melonjak,” urainya. 

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menambahkan, kasus aktif di Bali yang berjumlah 1.179 terhitung rendah dengan dengan angka kesembuhan yang mencapai angka 85,2 persen. “Namun tentu harus ditekan lagi angka positifnya dengan perilaku yang harus diubah, lebih patuh dan disiplin,” katanya.

Untuk mendukung aksi di lapangan, Prof Wiku juga menyebut petugas satgas, TNI, Polri hingga Satpol PP akan dibekali dengan aplikasi pemantauan disiplin protokol kesehatan yang berguna untuk melihat kondisi riil di lapangan.

“Aplikasi ini bersifat real time sehingga akan banyak laporan dan langsung bisa ditangani saat ini juga jika menunjukkan indikator yang beresiko seperti kerumunan dan orang-orang tanpa masker,” tandasnya.

DENPASAR – Kepala Satgas Nasional Penanganan Covid-19 sekaligus Kepala BNPB, Letjen Doni Monardo mengungkapkan, saat ini masih ada masyarakat yang menganggap dirinya tidak mungkin terpapar Covid-19 berdasakan data BPS. Bahkan di Bali, angkanya lebih tinggi dibandingkan dengan nasional.

“Jumlahnya 17 persen yang angka riilnya hampir 45 juta orang (se-Indonesia, Red). Termasuk di Bali yang sekitar 20,78 persen masyarakatnya ada yang merasa tidak mungkin terpapar,” kata Doni dalam rapat kerja dan pengarahan Ketua Satgas Covid-19 Nasional bersama Satgas Penanganan Covid-19 se-Bali yang berlangsung secara video conference dari Rumah Jabatan Jayasabha, Denpasar, Jumat (9/10).

Kata Doni, ini adalah angka yang sangat besae. Untuk itu, ujarnya, langkah dan upaya untuk memutus mata rantai ini harus ditingkatkan lagi.

Menurut dia, sosialisasi disiplin protokol kesehatan (prokes) merupakan hal mendesak yang harus jadi prioritas setiap kepala daerah, baik melalui media massa ataupun media sosial.

“Satgas sendiri telah bekerjasama dengan Dewan Pers dan sejumlah media untuk mendukung dan mengisi program yang dalam hal ini berhubungan dengan perubahan perilaku masyarakat. Penyampaian informasi dengan kearifan lokal, dengan bahasa-bahasa setempat juga tak kalah penting karena sekali lagi pemahaman yang kurang akan berbahaya, tentang apa itu new normal, apa itu sosial distancing, dan lainnya,” katanya.

Dia menegaskan, Covid-19 ini sangat berbahaya karena bukan ditularkan oleh hewan, tapi dari manusia ke manusia. Dan orang yang kemungkinan besar menularkan, lanjurnya, adalah orang terdekat, keluarga, kerabat, teman jadi harus dipahami betul masker, cuci tangan dan jaga jarak adalah prioritas untuk saat ini.

Doni Monardo juga mengingatkan bahwa sampai saat ini vaksin untuk Covid-19 belum ada dan jika pun sudah ada, distribusinya tidak bisa serta merta untuk keseluruhan masyarkat namun perlu tahapan-tahapan lagi.

“Jadi untuk saat ini, vaksin terbaik adalah patuh dan disiplin (protokol kesehatan). Sudah lebih dari satu juta orang yang meninggal di seluruh dunia, sudah lebih dari 35 juta orang terpapar. Sudah sangat banyak tenaga kesehatan kita yang gugur menjalankan tugasnya sebagai pahlawan kemanusiaan dan kita tidak ingin ini terus terjadi, sungguh tidak sebanding dengan kesadaran kita untuk mematuhi prokes,” paparnya.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B. Harmadi menambahkan, di Bali menurut data BPS terdapat 20,8 persen masyarakat yang yakin dirinya tidak tertular Covid-19, alias hampir 840 ribu orang dari 4,2 juta penduduk Bali.

“Hal ini perlu edukasi yang masif. Lalu, setiap orang perlu mengetahui daerahnya masuk zona apa sehingga bisa mempersiapkan diri dengan baik,” ujarnya.

Sonny juga menjelaskan, penerapan disiplin protokol 3M yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan merupakan pilihan paling mujarab untuk saat ini, terutama sebagai kewajiban dalam pencegahan.

“Tanpa 3M, resiko kita tertular ada di angka 95 persen. Jika diterapkan dengan benar maka angka resiko penularan jadi 15 persen. Bahkan dengan prokes pun masih beresiko namun tentu jauh lebih rendah resikonya,” bebernya.

Perubahan perilaku, menurut Sonny, menjadi senjata untuk melawan penularan Covid-19. “Masker saat ini jadi senjata utama. Saya ambil kasus di Alabama, US. Setelah pemerintahnya mewajibkan memakai masker, kasus hariannya turun drastis sampai seperempatnya. Lalu contoh lain di Austria, ketika pemerintahnya melonggarkan pemakaian masker, maka kasus langsung melonjak,” urainya. 

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menambahkan, kasus aktif di Bali yang berjumlah 1.179 terhitung rendah dengan dengan angka kesembuhan yang mencapai angka 85,2 persen. “Namun tentu harus ditekan lagi angka positifnya dengan perilaku yang harus diubah, lebih patuh dan disiplin,” katanya.

Untuk mendukung aksi di lapangan, Prof Wiku juga menyebut petugas satgas, TNI, Polri hingga Satpol PP akan dibekali dengan aplikasi pemantauan disiplin protokol kesehatan yang berguna untuk melihat kondisi riil di lapangan.

“Aplikasi ini bersifat real time sehingga akan banyak laporan dan langsung bisa ditangani saat ini juga jika menunjukkan indikator yang beresiko seperti kerumunan dan orang-orang tanpa masker,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/