29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:26 AM WIB

Warga Kubutambahan Desak Pengulu Desa Serahkan Tanah Duwen Pura

KUBUTAMBAHAN – Wacana pembangunan bandara baru di Bali Utara kembali menghangat. Sejumlah krama di Desa Adat Kubutambahan memasang baliho pada Sabtu (10/10) malam.

Krama mendesak agar pengulu desa menyerahkan tanah duwen pura (DP) Desa Adat Kubutambahan pada pemerintah. Sehingga rencana pembangunan bandara bisa berjalan lancar.

Total ada lima buah baliho yang dipasang. Sebuah baliho dipasang di depan Balai Banjar Adat Kubuanyar, sementara 4 buah baliho lainnya dipasang di areal parkir Pura Maduwe Karang Kubutambahan.

Baliho-baliho itu bertuliskan “JP telah memberi hadiah hutang sebesar Rp 1,4 triliun kepada Ida Batara Ratu Pingit”,

“Tanah Duwen Pura telah dikontrak tanpa batas waktu”, “Penghulu Desa Adat telah berbohong pada warga masyarakat adat Kubutambahan”,

“Tanah duwen pura sudah disertifikatkan 16 hektare atas nama pribadi”, dan “JP menyetor Rp 2,4 miliar kepada kas desa, Rp 1,6 miliar digelapkan untuk kepentingan pribadi”.

Diduga pemasangan baliho itu merupakan muara dari silang pendapat di antara krama adat terkait status aset tanah duwen pura Desa Adat Kubutambahan dalam proyek bandara.

Sejumlah krama adat sepakat dengan pelepasan hak atas tanah duwen pura. Ada pula krama adat yang meminta agar hak atas status tanah dipertahankan.

Salah seorang krama Sujana Budi mengungkapkan, pemasangan baliho itu sebagai bentuk edukasi pada publik.

Ia mengklaim krama adat sebenarnya setuju dengan pelepasan hak atas tanah duwen pura. Sebab selama ini desa adat sudah tak memiliki hak pengelolaan terhadap tanah duwen pura.

“Tanah DP telah dikontrakkan tanpa batas waktu. Jadi yang dipegang oleh desa linggih, terutama pribadi JP selaku pengulu, itu adalah sertifikat kosong.

Hak pengelolaannya adalah milik investor PT Pinang Propertindo,” kata Sujana Budi saat ditemui di Kubutambahan, Minggu (11/10).

Sekadar diketahui pembangunan bandara baru di Bali Utara telah mengerucut. Kementerian Perhubungan telah melakukan pra feasibility study.

Bandara Internasional di Bali Utara akan memanfaatkan lahan seluas 400 hektare. Sebanyak 370 hektare diantaranya, akan memanfaatkan lahan milik Desa Adat Kubutambahan.

Saat ini sejumlah perusahaan disebut tertarik dengan rencana pembangunan bandara internasional tersebut.

Namun perusahaan yang terlihat serius adalah konsorsium yang terdiri atas PT. PP (Persero) Tbk, PT. Angkasa Pura I (Persero), dan Perusda Bali.

Dalam rancangan yang diterima Jawa Pos Radar Bali, bandara disebut akan berdiri mulai dari ruas Jalan Kubutambahan-Kintamani, tepatnya di sisi selatan Polsek Kubutambahan.

Bandara akan membentang ke timur hingga wilayah Banjar Dinas Sanih, Desa Bukti. Untuk tahap awal landasan pacu akan memiliki panjang 2.800 meter.

Secara bertahap landasan pacu akan diperjang hingga 3.720 meter, sesuai dengan pertumbuhan jumlah penumpang. Bandara itu dirancang agar pesawat jenis Boeing 737 atau Airbus A330 bisa mendarat di sana. 

KUBUTAMBAHAN – Wacana pembangunan bandara baru di Bali Utara kembali menghangat. Sejumlah krama di Desa Adat Kubutambahan memasang baliho pada Sabtu (10/10) malam.

Krama mendesak agar pengulu desa menyerahkan tanah duwen pura (DP) Desa Adat Kubutambahan pada pemerintah. Sehingga rencana pembangunan bandara bisa berjalan lancar.

Total ada lima buah baliho yang dipasang. Sebuah baliho dipasang di depan Balai Banjar Adat Kubuanyar, sementara 4 buah baliho lainnya dipasang di areal parkir Pura Maduwe Karang Kubutambahan.

Baliho-baliho itu bertuliskan “JP telah memberi hadiah hutang sebesar Rp 1,4 triliun kepada Ida Batara Ratu Pingit”,

“Tanah Duwen Pura telah dikontrak tanpa batas waktu”, “Penghulu Desa Adat telah berbohong pada warga masyarakat adat Kubutambahan”,

“Tanah duwen pura sudah disertifikatkan 16 hektare atas nama pribadi”, dan “JP menyetor Rp 2,4 miliar kepada kas desa, Rp 1,6 miliar digelapkan untuk kepentingan pribadi”.

Diduga pemasangan baliho itu merupakan muara dari silang pendapat di antara krama adat terkait status aset tanah duwen pura Desa Adat Kubutambahan dalam proyek bandara.

Sejumlah krama adat sepakat dengan pelepasan hak atas tanah duwen pura. Ada pula krama adat yang meminta agar hak atas status tanah dipertahankan.

Salah seorang krama Sujana Budi mengungkapkan, pemasangan baliho itu sebagai bentuk edukasi pada publik.

Ia mengklaim krama adat sebenarnya setuju dengan pelepasan hak atas tanah duwen pura. Sebab selama ini desa adat sudah tak memiliki hak pengelolaan terhadap tanah duwen pura.

“Tanah DP telah dikontrakkan tanpa batas waktu. Jadi yang dipegang oleh desa linggih, terutama pribadi JP selaku pengulu, itu adalah sertifikat kosong.

Hak pengelolaannya adalah milik investor PT Pinang Propertindo,” kata Sujana Budi saat ditemui di Kubutambahan, Minggu (11/10).

Sekadar diketahui pembangunan bandara baru di Bali Utara telah mengerucut. Kementerian Perhubungan telah melakukan pra feasibility study.

Bandara Internasional di Bali Utara akan memanfaatkan lahan seluas 400 hektare. Sebanyak 370 hektare diantaranya, akan memanfaatkan lahan milik Desa Adat Kubutambahan.

Saat ini sejumlah perusahaan disebut tertarik dengan rencana pembangunan bandara internasional tersebut.

Namun perusahaan yang terlihat serius adalah konsorsium yang terdiri atas PT. PP (Persero) Tbk, PT. Angkasa Pura I (Persero), dan Perusda Bali.

Dalam rancangan yang diterima Jawa Pos Radar Bali, bandara disebut akan berdiri mulai dari ruas Jalan Kubutambahan-Kintamani, tepatnya di sisi selatan Polsek Kubutambahan.

Bandara akan membentang ke timur hingga wilayah Banjar Dinas Sanih, Desa Bukti. Untuk tahap awal landasan pacu akan memiliki panjang 2.800 meter.

Secara bertahap landasan pacu akan diperjang hingga 3.720 meter, sesuai dengan pertumbuhan jumlah penumpang. Bandara itu dirancang agar pesawat jenis Boeing 737 atau Airbus A330 bisa mendarat di sana. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/