SINGARAJA – Rencana pemerintah memindahkan pembangunan bandara internasional baru ke Bali Barat setelah masalah lahan bandara di Desa Kubutambahan tak kunjung beres langsung menuai protes dari warga.
Terutama warga di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak. Mengingat lokasi rencana pembangunan bandara arahan Presiden Jokowi tersebut
dianggap masih dalam sengketa agraria antara warga dengan Pemprov Bali sebagai pemegang hak penguasaan lahan.
Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana yang dikonfirmasi mengaku sudah mengetahui ada permasalahan tersebut.
Bupati Agus menyebut perwakilan warga sudah sempat diundang bertemu dengan Gubernur Bali Wayan Koster beberapa waktu lalu.
Menurutnya, setelah pertemuan itu, ada beberapa opsi yang tengah dikaji oleh Pemprov Bali. Mengingat sebagian besar lahan yang ada di sana, berada di bawah penguasaan Pemprov Bali.
Sayangnya Bupati Agus menolak menjelaskan opsi apa saja yang sedang dibahas. “Ada opsi-opsi yang sedang dibahas. Masih dikaji sama pak gubernur.
Saya tidak bisa menjelaskan, karena bukan kewenangan saya. Silahkan dengan pak gubernur langsung,” kata Bupati PAS.
Lantas, apa yang akan dilakukan pemerintah kabupaten? Bupati Agus mengaku dirinya akan memfasilitasi penyampaian aspirasi warga.
Sehingga ditemukan win-win solution untuk pemanfaatan di sana. Ia berharap solusi dan kata sepakat bisa dicapai pada tahun ini. Sehingga proses pembangunan dapat segera dilakukan.
“Kami akan koordinasikan secara intensif dengan warga. Apa yang jadi keluhan dan keinginan warga di sana. Ini akan kami sampaikan ke provinsi. Mudah-mudahan segera ada titik temu,” imbuhnya.
Seperti diberitakan, rencana pembangunan bandara di Desa Kubutambahan terancam batal lantaran desa adat tak kunjung menyerahkan tanah duwen pura ke pemerintah.
Tak ingin gagal, pemerintah kemudian mengubah rencana pembangunan bandara ke Bali Barat. Tepatnya ke Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak.
Namun, rencana tersebut terancam batal lantaran warga setempat menolak lantaran lahan yang bakal dipergunakan pemerintah masih dalam sengketa agraria.
Bahkan, warga beberapa kali mengusir petugas dari PT. PP (Persero) yang melakukan foto udara di lahan warga.