DENPASAR – Tak ada ampun untuk terdakwa Hari Hanto, 43. Karyawan swasta itu diganjar sepuluh tahun penjara oleh majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi.
Hukuman satu dekade itu sama persis dengan tuntutan JPU Rika dari Kejari Badung. Dengan demikian, pria kelahiran Surabaya 7 Mei 1977 itu tidak mendapatkan keringanan atau ampunan sedikit pun dari hakim.
Selain tidak mendapat keringanan hukuman badan, terdakwa juga tidak mendapatkan keringanan hukuman denda.
Hakim menyatakan terdakwa terbukti menjadi perantara jual beli narkotika. Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika.
“Menjatuhkan pidana penjara selama sepuluh tahun dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan penjara,” tegas hakim Esthar kemarin.
Putusan hakim tidak memberikan keringanan untuk terdakwa ini sangat jarang. Dalam perkara narkotika, hakim biasanya memberikan kortingan hukuman pada terdakwa.
Meski tidak mendapat keringanan hakim, Hari hanya bisa pasrah. Ia tidak memberikan perlawanan hukum berupa banding. “Saya menerima, Yang Mulia,” ucapnya lirih.
Sikap serupa juga ditunjukkan JPU Rika. “Kami juga menerima, Yang Mulia,” ujar Rika. Sikap kedua pihak yang sama-sama menerima ini membuat perkara ini inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Terdakwa ditangkap pada 13 Mei 2020, pukul 19.50 di pinggir Jalan Mudu Taki VI, Banjar Tegal Jaya, Dalung, Kuta Utara, Badung di daerah tersebut sering dijadikan tempat untuk transaksi narkotika.
Sebelum menangkap, anggota Sat Resnarkoba Polres Badung melakukan pengintaian. Saat itu, polisi melihat gerak-gerik
mencurigakan dari terdakwa yang turun dari sepeda motornya kemudian mengambil sesuatu disela-sela tanaman.
Setelah terdakwa diamankan, polisi melakukan penggeledahan pada badan dan kendaraan terdakwa. Polisi menemukan satu plastik klip yang di dalamnya berisi sabu di saku kanan depan celana pendek terdakwa.
Polisi juga menemukan sabu-sabu di dalam helm terdakwa. Polisi kemudian melakukan pengembangan dengan menggeledah kamar kos terdakwa di Jalan Kebo Iwa Utara, Denpasar Barat.
Polisi kembali menemukan tujuh plastik klip sabu. Tak hanya itu, polisi juga menemukan 50 plastik klip sabu yang disembuyikan di samping wastafel.
Ditemukan juga 50 plastik klip berisi ekstasi di dalam kotak warna hitam bertuliskan SKMEI di atas lantai kamar kos. Selain itu, menemukan satu buah timbangan digital.
Terdakwa mendapatkan paket narkotika jenis sabu seberat 3,88 gram netto dengan cara membeli dari Ismed (DPO) sebesar Rp 4 juta. Sebelumnya Ismed punya utang pada terdakwa. Utang itu dibayar dengan sabu.
Paket sabu lain seberat 10,15 gram netto terdakwa mendapatkannya dari seseorang bernama Anis (DPO) dengan cara membeli sebesar Rp 10 juta.
Paket lain berisi sabu dengan berat 1,10 gram netto juga dibeli dari Anis seharga Rp 2 juta. Sementara ekstasi seberat 20,06 gram netto titipan dari seseorang bernama Junaedi (DPO).
Narkoba itu dipecah untuk dijual oleh terdakwa. Selain dijual juga dikonsumsi sendiri. Terdakwa tergiur keuntungan besar. Terdakwa menjual sabu setiap 0,2 gram seharga Rp 300 ribu.