33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:39 PM WIB

Kembangkan Tanaman Sorgum, Kolompok Tani Kesulitan Mesin Giling

GEROKGAK – Tekad untuk mengembangkan dan mengembalikan kejayaan salah satu ciri khas tanaman Buleleng: jagung sorgum atau biasa disebut jagung gembal cukup kuat.

Hal itu dibuktikan para petani Dusun Sendang Pasir yang tergabung dalam Serikat Petani Suka Makmur Sendang Pasir, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng.

Mereka menanam jagung sorgum seluas 1 hektare. Bukan tanpa sebab jagung sorgum ditanam oleh petani Sendang dilahan bekas pengelolaan HGU oleh PT. Margarana.

Karena kondisi ekonomi petani yang terpuruk akibat dampak dari Covid-19. Selain itu karena faktor lahan pertanian di Dusun Sendang Pasir yang relatif kering.

Yang membuat petani senang, biaya dan pemeliharaan tanaman jagung sorgum lebih murah dan mudah. 

“Kami petani juga ingin mengembangkan jagung sorgum karena ingin mengembalikan kejayaan jagung sorgum.

Sehingga dapat ditanam kembali khususnya petani yang berada Kecamatan Gerokgak,” ujar Mohammad Rasik, Ketua Serikat Petani Suka Makmur Sendang Pasir, Pemuteran.

Menurut Rasik, dari luas 1 hektare jagung sorgum yang petani tanam sejak bulan Juli lalu mampu menghasilkan produksi jagung sorgum sebesar 8 ton. 

Kendati sukses memanen jagung sorgum, petani  kesulitan mengelola sorgum pasca panen. Pasalnya belum tersedia mesin perontok maupun mesin giling untuk memproses sorgum menjadi bahan pangan yang siap dimasak seperti beras.

Untuk sementara, menurut Rasik, petani masih melakukan cara manual untuk memproses sorgum menjadi bahan pangan yang siap diolah menjadi makanan dengan nilai gizi tinggi.

“Saat ini petani Suka Makmur tengah memesan dua jenis mesin. Yakni mesin perontok senilai Rp 17 juta dan mesin giling/slep senilai Rp 21 juta. Kedua model mesin itu kita pesan di Tanggerang,” ungkapnya.

Rasik menambahkan pasca panen perdana dilahan seluas 1 hektare akan dikembangkan lagi di lahan lebih luas  untuk mencari makanan alternatif non beras terutama menghadapi musim pandemi Covid-19 seperti saat ini.

“Semakin beragam bahan pangan alternatif non beras akan semakin baik karena banyak hal yang akan berubah, baik dari sisi kesehatan

maupun ketahanan cadangan pangan. Dan, petani kami (Suka Makmur, red) memilih sorgum untuk dikembangkan,” ucapnya. 

Untuk tahap awal pihaknya menanam bibit sorgum dilahan seluas 1 hektare dan telah dilakukan panen perdana beberapa waktu lalu.

Dengan modal Rp 10 juta, mulai dari penyiapan bibit perawatan hingga panen dalam waktu 3 bulan. Sorgum ini bisa dipanen dalam masa tiga kali panen dan tergantung perawatan.

Artinya usai panen tanaman sorgum masih bisa tumbuh lagi dan menghasilkan sorgum dengan kualitas yang sama. Saat ini menurutnya, harga  sorgum mencapai Rp 35 ribu perkilo dalam bentuk jadi.

“Kami memiliki sebanyak 8 ton sorgum baik dalam bentuk gabah maupun bibit. Bagi yang memerlukan bibit sorgum kami memiliki stok yang mencukupi,” pungkasnya. 

GEROKGAK – Tekad untuk mengembangkan dan mengembalikan kejayaan salah satu ciri khas tanaman Buleleng: jagung sorgum atau biasa disebut jagung gembal cukup kuat.

Hal itu dibuktikan para petani Dusun Sendang Pasir yang tergabung dalam Serikat Petani Suka Makmur Sendang Pasir, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng.

Mereka menanam jagung sorgum seluas 1 hektare. Bukan tanpa sebab jagung sorgum ditanam oleh petani Sendang dilahan bekas pengelolaan HGU oleh PT. Margarana.

Karena kondisi ekonomi petani yang terpuruk akibat dampak dari Covid-19. Selain itu karena faktor lahan pertanian di Dusun Sendang Pasir yang relatif kering.

Yang membuat petani senang, biaya dan pemeliharaan tanaman jagung sorgum lebih murah dan mudah. 

“Kami petani juga ingin mengembangkan jagung sorgum karena ingin mengembalikan kejayaan jagung sorgum.

Sehingga dapat ditanam kembali khususnya petani yang berada Kecamatan Gerokgak,” ujar Mohammad Rasik, Ketua Serikat Petani Suka Makmur Sendang Pasir, Pemuteran.

Menurut Rasik, dari luas 1 hektare jagung sorgum yang petani tanam sejak bulan Juli lalu mampu menghasilkan produksi jagung sorgum sebesar 8 ton. 

Kendati sukses memanen jagung sorgum, petani  kesulitan mengelola sorgum pasca panen. Pasalnya belum tersedia mesin perontok maupun mesin giling untuk memproses sorgum menjadi bahan pangan yang siap dimasak seperti beras.

Untuk sementara, menurut Rasik, petani masih melakukan cara manual untuk memproses sorgum menjadi bahan pangan yang siap diolah menjadi makanan dengan nilai gizi tinggi.

“Saat ini petani Suka Makmur tengah memesan dua jenis mesin. Yakni mesin perontok senilai Rp 17 juta dan mesin giling/slep senilai Rp 21 juta. Kedua model mesin itu kita pesan di Tanggerang,” ungkapnya.

Rasik menambahkan pasca panen perdana dilahan seluas 1 hektare akan dikembangkan lagi di lahan lebih luas  untuk mencari makanan alternatif non beras terutama menghadapi musim pandemi Covid-19 seperti saat ini.

“Semakin beragam bahan pangan alternatif non beras akan semakin baik karena banyak hal yang akan berubah, baik dari sisi kesehatan

maupun ketahanan cadangan pangan. Dan, petani kami (Suka Makmur, red) memilih sorgum untuk dikembangkan,” ucapnya. 

Untuk tahap awal pihaknya menanam bibit sorgum dilahan seluas 1 hektare dan telah dilakukan panen perdana beberapa waktu lalu.

Dengan modal Rp 10 juta, mulai dari penyiapan bibit perawatan hingga panen dalam waktu 3 bulan. Sorgum ini bisa dipanen dalam masa tiga kali panen dan tergantung perawatan.

Artinya usai panen tanaman sorgum masih bisa tumbuh lagi dan menghasilkan sorgum dengan kualitas yang sama. Saat ini menurutnya, harga  sorgum mencapai Rp 35 ribu perkilo dalam bentuk jadi.

“Kami memiliki sebanyak 8 ton sorgum baik dalam bentuk gabah maupun bibit. Bagi yang memerlukan bibit sorgum kami memiliki stok yang mencukupi,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/