GEROKGAK – Warga di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, kembali menyuarakan penolakan mereka terhadap rencana pembangunan bandara baru di wilayah Bali Utara.
Aspirasi penolakan itu disampaikan melalui pemasangan spanduk dan banner pada sejumlah titik strategis di Desa Sumberklampok.
Total ada 10 buah banner berukuran sekitar 1×0,5 meter dan 5 lembar spanduk dengan panjang 1,5×4 meter yang terpasang.
Ketua Tim 9 Penyelesaian Tanah di Desa Sumberklampok Putu Artana menyebut, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana sempat datang ke Desa Sumberklampok pada 17 Oktober lalu.
Saat itu warga dan para tokoh dikumpulkan di Balai Desa. Dalam pertemuan, Artana menegaskan sikap Tim 9 masih seperti awal.
Tim meminta agar Pemprov Bali menyelesaikan konflik agraria yang telah terjadi di Desa Sumberklampok secara bertahun-tahun.
Setelah konflik tuntas, baru kemudian pemerintah berbicara tentang pembangunan bandara Bali Utara yang diimpikan Presiden Jokowi.
“Permintaan kami sederhana saja kok. Mari selesaikan dulu konflik agrarianya. Bicara bandara itu selanjutnya.
Permasalahan utama masyarakat yang dari dulu itu belum terjawab, sekarang tiba-tiba diajak bicara bandara. Sulit mencari titik temunya,” kata Artana.
Mantan Perbekel Sumberklampok ini mengatakan, warga berharap agar Gubernur Bali Wayan Koster menepati janjinya menyerahkan hak kepemilikan tanah pada warga.
Dari hitung-hitungan tim 9, di luar fasilitas umum dan pemukiman warga, ada 350 hektare lahan yang harus diserahkan pada warga.
Lahan-lahan itu tersebar di Eks HGU PT. Dharmajati, Eks HGU PT. Margarana Unit II, dan Eks HGU PT. Margarana Unit III.
“Kalau hanya diberikan pemukiman saja, kami ini bagaimana mau hidup. Sedangkan sebagian besar warga kami ini hidupnya bertani dan beternak.
Makanya ada kesepakatan 70 persen tanah (eks HGU PT. Dharmajati dan PT. Margarana) itu diberikan pada warga, 30 persen lainnya untuk Pemprov. Kami sudah petakan lokasinya,” imbuhnya.