Bulan November ini masyarakat Bali banyak melangsungkan upacara pernikahan. Mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI) pun melihat peluang menarik. Dia menjual ukiran buah untuk keperluan makan.
IB INDRA PRASETIA, Gianyar
PANDEMI Covid-19 membuat sektor pariwisata lesu. Mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI), Ketut Alit Semara Putra asal Desa Kenderan, Kecamatan Tegallalang, tak kalah akal.
Keahliannya mengukir buah-buahan jadi hiasan membuka peluang usaha baginya. Musim nikah di Bali membuat keahliannya diburu.
Sejak musim nikah, PMI yang ahli ukir sejak 8 tahun lalu mendapat orderan membuat ukiran buah. “Awalnya kalau ada tetangga nikah, saya buat hiasan buah untuk penghias pernikahan,” ujar Alit Semara kemarin.
Pria 27 tahun itu menggunakan media buah karena dipandang lebih mudah mengukir. “Awal membuat itu ada 8 tahun lalu, saya pilih mengukir di buah karena media buah lebih soft jadi dan lebih cepat dikerjakan,” jelasnya.
Alumnus SMA Negeri 1 Tegallalang ini menyampaikan buah yang biasanya diukir lebih dominan menggunakan buah semangka, labu, pepaya, wortel, lobak, dan bitroot.
Itu digunakan lantaran dalam proses pembuatannya yang lebih mudah dan dicari bahannya. Selain itu juga dari buah tersebut memang lebih mudah dan cocok memadukan warna maupun corak ukirannya.
“Untuk bentuk tergantung permintaan, biasanya ada yang minta bentuk wajah, bentuk burung, hewan, hingga bunga,” ujarnya.
Pemesan biasanya orang yang memiliki acara seperti pernikahan, atau party di hotel-hotel. Dalam mengukir buah, ada kendala yang dihadapi.
Terutama ketika tempat atau meja buah besar dan panjang. “Untuk membuat yang seperti diinginkan harus menyambung buah
agar mendapat hasil maksimal. Dan waktu pengerjaannya juga harus malam hari agar pada saat acara buah terlihat segar,” jelasnya.
Disinggung masalah harga, Alit sendiri tidak mematok harga pasti. Karena harganya tergantung dari seberapa besar permintaan dari yang pesan.
Biasanya ongkos ukir dan buah dipatok kisaran harga Rp 300 ribu sampai Rp 1 juta. Jika pun buah disediakan oleh yang pesan, Alit mengaku untuk harga tidak masalah baginya.
Terpenting dalam proses pembuatannya dapat menuangkan karya seninya melalui ukiran tersebut.
Selain mengukir buah, kesehariannya pun Alit sebelum pandemi adalah supir taxi pariwisata dan mengelola penginapan yang ada di desanya.
Sembari menunggu pariwisata pulih, dia memiliki ide untuk menjalankan hobi. “Sebelumnya (ada acara nikah, red) saya sebagai supir taxi pariwisata dan mengelola penginapan saja,” pungkasnya. (*)