26.5 C
Jakarta
21 November 2024, 1:47 AM WIB

Diterjang Covid, Petani dan Pemasok Sayur Hotel Bikin Tempat Camping

TABANAN – Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Bali membuat orang harus cepat menyesuaikan diri. Seperti yang dilakukan Dewa Putu Wimpie Wardhiana dan Wayan Arjana. Dua petani dan supplier (penyuplai/ pemasok) sayur di Banjar Kembang Mertha, Desa Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali, ini join membuat usaha tempat perkemahan (camping).

Sejak Covid-19 menular di Bali, hotel dan restoran di Bali Selatan banyak yang tutup. Ia pun kehilangan pelanggan yang mendapat suplai sayuran darinya.

“Pelanggan saya tutup semua,” kata Wimpie Rabu (25/11).

Lebih miris lagi, kata dia, ketika hampir semua hotel dan restoran langganannya tutup, sejatinya ia masih memiliki sejumlah sayuran yang siap panen. Karena pasar tak tersedia, apalagi jenis sayuran yang dibudidayakan sebagian untuk konsumsi wisatawan, macam paprika, yang asing di lidah orang lokal, banyak sayurannya membusuk tak tahan waktu.

“Sebagian paprika saya berikan ke tetangga atau teman, dan sebagian lagi saya pakai sebagai bahan pupuk kompos,” jelas lulusan Jurusan Filsafat UNHI Denpasar ini.

Namun, pandemi tak menyurutkan upayanya untuk terus bertahan. Ia tak putus asa. Bersama kawannya, Wayan Arjana, Wimpie memulai dengan membuat dua kolam budidaya ikan di tanahnya yang bersebelahan dengan Danau Beratan, Bedugul. Luas masing-masing kolam 10 kali 7 meter. Itu dimulai sekitar Juni lalu.

“Saya budidaya ikan nila dan mujair. Perkiraan Desember sudah bisa panen,” jelasnya.

Idenya kemudian berkembang. Ia membuat kawasan di sekitar kolam sebagai tempat camping. Khusus lahan untuk camping sekitar 20 are. Namun, secara keseluruhan, termasuk kebun sayuran, mencapai 1 hektare.

Usaha tempat camping ini sudah berjalan sejak 1 Agustus lalu. Ia beri nama: Taman Danu Camp.

“Buka sejak Agustus, ternyata lumayan banyak pengunjungnya,” kata Wimpie.

Di Taman Danu Camp, kata Wimpie, pengunjung bisa sewa tempat saja dengan membawa perlengkapan camping sendiri, atau bawa diri saja dengan peralatan camping seluruhnya disediakan pihaknya. Tentu, tarifnya berbeda.

Dari mengobrol dengan beberapa pengunjung, Wimpie mengetahui mereka umumnya dari perkotaan di Denpasar, Badung dan sekitarnya. Pengunjung mengaku stress di perkotaan, kemudian mencari tempat yang sepi dan sejuk. Seperti di tempatnya ini.

“Pengunjung banyak dari grup, atau keluarga,” jelas pemuda usia 25 tahun ini.

Sekadar diketahui, tempatnya ini dulu kala adalah kawasan kaldera gunung api purba Beratan atau yang dikenal juga dengan kawasan Bedugul. Gunung yang sudah tidak aktif lagi ini, kini sudah menjadi danau dan lahan pertanian yang subur dikelilingi perbukitan dan hutan bekas puncak-puncak gunung api purba. Tak jauh dari Danau Beratan, juga ada Danau Buyan dan Danau Tamblingan.

Daerah dengan ketinggian sekitar 1500 meter di atas permukaan laut (MDPL) ini memang sangat sejuk. Suhu udara rata-rata 20 derajat Celcius, bahkan pada puncak dinginnya bisa belasan derajat Celcius. Maka, pakaian tebal, termasuk jaket dan kaus kaki harus disiapkan. Berbeda dengan daerah Denpasar dan sekitarnya yang rata-rata di atas 30 derajat Celcius. Gerah, dan berpolusi.

Sejauh mata memandang di sekitar tempat camping adalah danau dan hijau pepohonan hutan. Juga perkebunan sayur-mayur. Spot-spot yang asyik untuk berswafoto.

“Corona ini juga bikin orang stress. Termasuk orang-orang kaya juga stress. Gak bisa ke mana-mana. Ke luar negeri juga gak bisa. Makanya mereka nyari tempat yang sepi, dan sejuk,” kata putra dari pasangan Dewa Putu Adnyana dan Desak Ketut Kerti ini.

TABANAN – Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Bali membuat orang harus cepat menyesuaikan diri. Seperti yang dilakukan Dewa Putu Wimpie Wardhiana dan Wayan Arjana. Dua petani dan supplier (penyuplai/ pemasok) sayur di Banjar Kembang Mertha, Desa Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali, ini join membuat usaha tempat perkemahan (camping).

Sejak Covid-19 menular di Bali, hotel dan restoran di Bali Selatan banyak yang tutup. Ia pun kehilangan pelanggan yang mendapat suplai sayuran darinya.

“Pelanggan saya tutup semua,” kata Wimpie Rabu (25/11).

Lebih miris lagi, kata dia, ketika hampir semua hotel dan restoran langganannya tutup, sejatinya ia masih memiliki sejumlah sayuran yang siap panen. Karena pasar tak tersedia, apalagi jenis sayuran yang dibudidayakan sebagian untuk konsumsi wisatawan, macam paprika, yang asing di lidah orang lokal, banyak sayurannya membusuk tak tahan waktu.

“Sebagian paprika saya berikan ke tetangga atau teman, dan sebagian lagi saya pakai sebagai bahan pupuk kompos,” jelas lulusan Jurusan Filsafat UNHI Denpasar ini.

Namun, pandemi tak menyurutkan upayanya untuk terus bertahan. Ia tak putus asa. Bersama kawannya, Wayan Arjana, Wimpie memulai dengan membuat dua kolam budidaya ikan di tanahnya yang bersebelahan dengan Danau Beratan, Bedugul. Luas masing-masing kolam 10 kali 7 meter. Itu dimulai sekitar Juni lalu.

“Saya budidaya ikan nila dan mujair. Perkiraan Desember sudah bisa panen,” jelasnya.

Idenya kemudian berkembang. Ia membuat kawasan di sekitar kolam sebagai tempat camping. Khusus lahan untuk camping sekitar 20 are. Namun, secara keseluruhan, termasuk kebun sayuran, mencapai 1 hektare.

Usaha tempat camping ini sudah berjalan sejak 1 Agustus lalu. Ia beri nama: Taman Danu Camp.

“Buka sejak Agustus, ternyata lumayan banyak pengunjungnya,” kata Wimpie.

Di Taman Danu Camp, kata Wimpie, pengunjung bisa sewa tempat saja dengan membawa perlengkapan camping sendiri, atau bawa diri saja dengan peralatan camping seluruhnya disediakan pihaknya. Tentu, tarifnya berbeda.

Dari mengobrol dengan beberapa pengunjung, Wimpie mengetahui mereka umumnya dari perkotaan di Denpasar, Badung dan sekitarnya. Pengunjung mengaku stress di perkotaan, kemudian mencari tempat yang sepi dan sejuk. Seperti di tempatnya ini.

“Pengunjung banyak dari grup, atau keluarga,” jelas pemuda usia 25 tahun ini.

Sekadar diketahui, tempatnya ini dulu kala adalah kawasan kaldera gunung api purba Beratan atau yang dikenal juga dengan kawasan Bedugul. Gunung yang sudah tidak aktif lagi ini, kini sudah menjadi danau dan lahan pertanian yang subur dikelilingi perbukitan dan hutan bekas puncak-puncak gunung api purba. Tak jauh dari Danau Beratan, juga ada Danau Buyan dan Danau Tamblingan.

Daerah dengan ketinggian sekitar 1500 meter di atas permukaan laut (MDPL) ini memang sangat sejuk. Suhu udara rata-rata 20 derajat Celcius, bahkan pada puncak dinginnya bisa belasan derajat Celcius. Maka, pakaian tebal, termasuk jaket dan kaus kaki harus disiapkan. Berbeda dengan daerah Denpasar dan sekitarnya yang rata-rata di atas 30 derajat Celcius. Gerah, dan berpolusi.

Sejauh mata memandang di sekitar tempat camping adalah danau dan hijau pepohonan hutan. Juga perkebunan sayur-mayur. Spot-spot yang asyik untuk berswafoto.

“Corona ini juga bikin orang stress. Termasuk orang-orang kaya juga stress. Gak bisa ke mana-mana. Ke luar negeri juga gak bisa. Makanya mereka nyari tempat yang sepi, dan sejuk,” kata putra dari pasangan Dewa Putu Adnyana dan Desak Ketut Kerti ini.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/