33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 14:33 PM WIB

Toko Berjaringan Kian Masif, Dewan Buleleng Terheran-heran

SINGARAJA– Perkembangan toko modern berjaringan di Kabupaten Buleleng kian masif saja. DPRD Buleleng pun heran dengan menjamurnya toko-toko tersebut.

Padahal keberadaan toko modern dapat dibatasi dengan jarak. Dewan pun mendesak agar pemerintah mengambil sikap yang lebih tegas terkait keberadaan toko modern.

Data yang dikantongi Jawa Pos Radar Bali, sejak 2014 hingga 2018 pemerintah tercatat telah menerbitkan 289 izin toko modern.

Sejak dua tahun terakhir, pertumbuhannya ditengarai kian masif. Apabila diabaikan, tak menutup kemungkinan usaha toko tradisional dan toko kelontong akan kolaps.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Buleleng H. Mulyadi Putra mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah memiliki aturan yang dapat membatasi keberadaan toko modern berjaringan.

Yakni lewat Perda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Pasar Tradisional. Dalam aturan tersebut, toko modern sekurang-kurangnya berjarak 500 meter dari pasar tradisional.

Sementara jarak antar toko modern, minimal 100 meter. Faktanya masih banyak toko modern yang berdiri berhimpitan.

“Yang sudah kelihatan itu kan di Desa Pejarakan. Jarak tidak sampai 500 meter, tapi izinnya keluar juga. Di taman kota juga tidak sampai 100 meter, ada 3 toko modern yang berbeda.

Belum lagi yang baru di Jalan Diponogoro. Kami belum tahu apakah itu berizin atau tidak. Seharusnya Dinas Perizinan bisa teliti dalam proses penerbitan izin,” kata Mulyadi.

Apabila pemerintah tak bersikap tegas, Mulyadi khawatir masyarakat yang memiliki usaha toko tradisional maupun toko kelontong, akan terdampak.

Sebab toko modern berjaringan memiliki keunggulan dari segi jalur distribusi. Belum lagi dengan promosi yang masif dilakukan oleh jaringan toko tersebut.

“Kalau kita bicara jarak, sebenarnya kan sudah jelas melanggar perda. Maka kami harap pemerintah daerha bisa tegas menegakkan aturan ini. Karena sudah jelas ada sanksi yang mengatur. Aturan ini harus ditegakkan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pelayanan Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) Buleleng Made Kutha menyebut masalah toko modern hanya masalah persaingan semata.

Kutha berdalih pemerintah tak dapat melarang investasi. Termasuk di dalamnya toko modern. Bila mengacu pada perda, Kutha menyebut beberapa toko yang dimiliki masyarakat Buleleng juga tergolong toko modern.

“Karena kalau mengacu perda, toko yang transaksinya menggunakan komputer, itu sudah toko modern.

Makanya kami mendorong agar masyarakat membuat toko yang bersih dan modern. Karena masyarakat pasti mencari kenyamanan saat belanja,” katanya.

Terkait dengan keberadaan toko modern baru di dekat pasar tradisional, Kutha tak menampiknya. Salah satunya toko modern yang berada dekat Pasar Anyar Singaraja.

Kutha menyebut toko tersebut belum mengantongi izin, namun sudah beroperasional. Menurutnya investor toko sempat berkoordinasi terkait rencana keberadaan toko tersebut.

Namun, hingga kini belum ada izin yang diajukan. “Kami belum keluarkan izinnya. Salahnya ujug-ujug membangun, malah sekarang sudah beroperasi.

Kami belum cek, apakah memenuhi ketentuan jarak atau tidak. Kalau jaraknya kurang (dari 500 meter), jelas akan ada teguran.

Kalau membandel, tentu akan kami serahkan pada Tim Yustisi. Kalau saat ini, ranahnya ada di Pol PP, karena memang belum ada izin yang kami keluarkan untuk toko itu,” pungkasnya.

SINGARAJA– Perkembangan toko modern berjaringan di Kabupaten Buleleng kian masif saja. DPRD Buleleng pun heran dengan menjamurnya toko-toko tersebut.

Padahal keberadaan toko modern dapat dibatasi dengan jarak. Dewan pun mendesak agar pemerintah mengambil sikap yang lebih tegas terkait keberadaan toko modern.

Data yang dikantongi Jawa Pos Radar Bali, sejak 2014 hingga 2018 pemerintah tercatat telah menerbitkan 289 izin toko modern.

Sejak dua tahun terakhir, pertumbuhannya ditengarai kian masif. Apabila diabaikan, tak menutup kemungkinan usaha toko tradisional dan toko kelontong akan kolaps.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Buleleng H. Mulyadi Putra mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah memiliki aturan yang dapat membatasi keberadaan toko modern berjaringan.

Yakni lewat Perda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Pasar Tradisional. Dalam aturan tersebut, toko modern sekurang-kurangnya berjarak 500 meter dari pasar tradisional.

Sementara jarak antar toko modern, minimal 100 meter. Faktanya masih banyak toko modern yang berdiri berhimpitan.

“Yang sudah kelihatan itu kan di Desa Pejarakan. Jarak tidak sampai 500 meter, tapi izinnya keluar juga. Di taman kota juga tidak sampai 100 meter, ada 3 toko modern yang berbeda.

Belum lagi yang baru di Jalan Diponogoro. Kami belum tahu apakah itu berizin atau tidak. Seharusnya Dinas Perizinan bisa teliti dalam proses penerbitan izin,” kata Mulyadi.

Apabila pemerintah tak bersikap tegas, Mulyadi khawatir masyarakat yang memiliki usaha toko tradisional maupun toko kelontong, akan terdampak.

Sebab toko modern berjaringan memiliki keunggulan dari segi jalur distribusi. Belum lagi dengan promosi yang masif dilakukan oleh jaringan toko tersebut.

“Kalau kita bicara jarak, sebenarnya kan sudah jelas melanggar perda. Maka kami harap pemerintah daerha bisa tegas menegakkan aturan ini. Karena sudah jelas ada sanksi yang mengatur. Aturan ini harus ditegakkan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pelayanan Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) Buleleng Made Kutha menyebut masalah toko modern hanya masalah persaingan semata.

Kutha berdalih pemerintah tak dapat melarang investasi. Termasuk di dalamnya toko modern. Bila mengacu pada perda, Kutha menyebut beberapa toko yang dimiliki masyarakat Buleleng juga tergolong toko modern.

“Karena kalau mengacu perda, toko yang transaksinya menggunakan komputer, itu sudah toko modern.

Makanya kami mendorong agar masyarakat membuat toko yang bersih dan modern. Karena masyarakat pasti mencari kenyamanan saat belanja,” katanya.

Terkait dengan keberadaan toko modern baru di dekat pasar tradisional, Kutha tak menampiknya. Salah satunya toko modern yang berada dekat Pasar Anyar Singaraja.

Kutha menyebut toko tersebut belum mengantongi izin, namun sudah beroperasional. Menurutnya investor toko sempat berkoordinasi terkait rencana keberadaan toko tersebut.

Namun, hingga kini belum ada izin yang diajukan. “Kami belum keluarkan izinnya. Salahnya ujug-ujug membangun, malah sekarang sudah beroperasi.

Kami belum cek, apakah memenuhi ketentuan jarak atau tidak. Kalau jaraknya kurang (dari 500 meter), jelas akan ada teguran.

Kalau membandel, tentu akan kami serahkan pada Tim Yustisi. Kalau saat ini, ranahnya ada di Pol PP, karena memang belum ada izin yang kami keluarkan untuk toko itu,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/