JAKARTA – Delapan bulan lebih pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Situasi ini tidak hanya berpengaruh pada sektor kesehatan, tapi juga dunia usaha.
Meski kondisi sulit, beberapa UMKM masih mampu bertahan bahkan berkembang dengan sejumlah inovasi.
Profesional, kolaborasi dengan berbagai pihak dan pemanfaatan teknologi digital jadi jurus yang banyak dipakai para UMKM lokal dalam mendongkrak penjualan produk-produk mereka.
Denden Sofiudin, seorang pemilik usaha kopi di Temanggung membuktikan jurus yang kini banyak digunakan para pelaku UMKM di tengah masa sulit ini.
Denden sendiri merintis usahanya sejak 2015, ia membuat Rumah Kopi Temanggung untuk memfasilitasi hasil panen kopi dan tembakau para petani lokal.
“Secara pengetahuan saya sama sekali blank, saya tidak punya basic orang kopi, tetapi saya punya pengalaman sehari-hari di dunia digital (online).
Saya coba menawarkan itu di online responnya bagus,” kisahnya dalam Webinar KPCPEN dengan tema ‘Pandemi dan Peluang Bisnis Berbasis Kearifan Lokal’, Jumat (27/11)
Setelah sukses, Denden mengajak beberapa temannya untuk melakukan hal yang sama. Denden kemudian turun tangan untuk mengajari teman-temannya memanfaatkan teknologi yang kini banyak tersedia secara gratis atau tidak berbayar.
“Saya buatkan mereka titik-titik di google maps, dengan kata-kata yang harus ada Kopi Temanggung. Karena harapannya, siapapun yang lewat Temanggung dan mau mencari,
tinggal di-searching, lalu silahkan dipilih pegiat mana yang mau dituju, sesuai seleranya,” terangnya menunjukkan kunci keberhasilan- bahwa kolaborasi adalah sesuatu yang mutlak dilakukan.
Usahanya memasarkan secara digital, berbuah manis meski dalam masa pandemi. Diakui Denden, nyaris secara keseluruhan penjualan produk rumah kopi Temanggung dilakukan secara online.
“Distribusi dan penjualan rumah kopi Temanggung itu, nyaris 95% semuanya online,” ujar Denden Sofiudin.
Satya Bilal, Wakil Sekjen International Council for Small Business DIY dalam forum yang sama menambahkan, bahwa kini tak cukup jika hanya mengandalkan penjualan lewat daring.
“Banyak sekali sektor-sektor kreatif yang bertumbuh. Contohnya ini di Indonesia Timur, banyak satwa-satwa air, aquascape yang muncul saat pandemi.
Banyak UMKM yang tumbuh, ada brand lokal, sociolla setelah 5 tahun, saat pandemi, dia bisa ekspansi selain di Indonesia sampai ke Vietnam,” ujarnya.
Diungkapkan Satya, selain meningkatkan kualitas berbasis kearifan lokal, Satya mendorong para pelaku usaha harus dapat memanfaatkan digital dalam memasarkan produk mereka.
“Selama pandemi, banyak orang dipaksa harus meningkatkan kemampuan digital (online),” ungkapnya. Namun, memanfaatkan teknologi digital saja tidak cukup.
Para pelaku UMKM dikatakannya harus dapat memanfaatkan enam hal. Pertama mencari dan menambah akses keuangan (pinjaman/modal),
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (karyawan), berkolaborasi, berinovasi, membuat laporan keuangan secara profesional, dan memanfaatkan fasilitas digital.
“Pertama, kita harus menjadi pelaku yang lebih profesional. Kedua, kita lebih punya sense usaha dari sebelumnya. Kalau misalnya sebelumnya, kita dapat dana 100 rupiah sudah cukup,
bagaimana kita bisa mengejar lebih dari 100 rupiah, lebih dari usaha yang ada untuk bisa tetap beradaptasi dan juga survive.
Bukan pelit, bukan berhemat, tapi lebih tepat sasaran, tepat guna dalam penggunaan anggaran,” terang Satya.
Dia juga menyarankan agar para pelaku UMKM tidak malas berhitung anggaran yang digunakan, kebutuhan modal dan juga keuntungan yang bakal diraih.