DENPASAR – Pandemi covid-19 tidak membatasi seniman untuk tetap bisa berkarya. Sekitar kurang lebih 60 orang seniman terlibat langsung dalam pameran kolaborasi bertajuk Sip Setiap Saat.
Pameran itu digelar di Santrian Gallery Sanur, Denpasar Selatan dan akan dibuka Kamis (24/12).
Menariknya, pameran ini memamerkan berbagai jenis karya seni. Mulai dari seni lukis, prasi, patung, grafis, instalasi dan masih banyak lagi jenis seni lainnya. Tidak hanya di ruang galeri, berbagai jenis karya seni juga terpajang di luar hingga di bibir Pantai Sanur.
Salah atau yang menarik perhatian adalah karya instalasi dari Komunitas Studio X. Komunitas itu beranggotakan empat seniman. Mulai dari Wili Himawan, Ngakan Made Ardan I Wayan Suja, dan Guntur Timur yang merupakan seorang pengajar di Wuhan, China.
Mereka berkolaborasi membuat sebuah karya yang diberinama Among US. Ditemui di lokasi pameran, salah satu seniman Among US bernama I Wayan Suja mengatakan instalasi itu berupa sebuah kulkas. Jika selama ini kulkas dipakai sebagai pendingin bahan makanan dan minuman, di tangan empat seniman itu kulkas tersebut menjadi karya seni.
Empat rak di dalam kulkas itu dibagi satu per satu oleh keempatnya untuk diisi karya seni.
“Kami berempat masing-masing punya pandangan berbeda bagaimana itu kesenian. Kayak Wili yang karyanya di rak paling atas bahwa seni tidak memberikan solusi apa-apa selain memberi kepuasan panca indra. Di mana dia menampilkan lukisan dan ikan cupang yang kini digemari banyak orang,” katanya.
Ya, jika dilihat sepintas, pada tiap rak kulkas itu berisikan benda-benda tak wajar. Di rak paling atas ada lukisan dan ikan cupang hidup lengkap dengan akuariumnya.
Pada rak kedua ada lukisan dan juga potongan buah nangka. Di rak ketiga ada kanvas kosong dan botol kecap asin dan manis. Sedangkan di rak paling bawah ada batang padi dan juga batu bata merah.
“Sedangkan saya seni sebagai obyek. Ada apa yang melatarbelakangi bagaimana filosofi karya itu saya gambarkan sebagai kecap dan kanvas kosong. Karena kanvas kosong bisa aja dia merupakan sebagai karya. Sedangkan dari Guntur lebih menggambarkan memori masa lalu di desanya tentang sejarah yang tak terlupakan. Dia menampilkan batu bata merah dan ruas padi. Di mana mungkin dia punya kenangan, desanya yang dulu masih asri kini berdiri sejumlah bangunan beton,” ujarnya.
Sementara itu, sejumlah karya ini dikurasi oleh dua kurator asal Bali, I Wayan Seriyoga Parta dan Made Susanta Dwitanaya.
Dalam kesempatan yang sama, Wayan Seriyoga Parta mengatakan, tahun 2020 merupakan masa yang berat bagi umat manusia di bumi ini. Di awal tahun, menghadapi sebuah bencana besar yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan oleh umat manusia, yaitu pandemi virus korona (Covid 19).
“Perlahan-lahan kita mengalami pembatasan interaksi sosial membatasi ruang gerak kita, hanya di seputaran rumah. Itu guna mencegah penularan. Selain itu kita juga harus tetap mematuhi protokol kesehatan, menerapkan 3M . Menjaga jarak, mencuci tangan dan selalu memakai masker,” katanya.
Nantinya baik saat pembukaan maupun saat pelaksanaan pameran, para pengunjung dan juga seniman wajib mematuhi protokol kesehatan. Para pengunjung akan dicek suhu tubuhnya sebelum masuk ruang galeri, mencuci tangan dan selalu memakai masker selama berada di ruang pameran.
“Tentunya Prokes harus dipatuhi selama berlangsungnya pameran,” tandasnya.