25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 6:58 AM WIB

Diaplikasikan di Kolam Ikan, Jadi Inspirasi Pengelolaan Sampah Organik

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng mulai melakukan budidaya maggot BSF sejak Juni 2020 lalu. Ulat ini menjadi salah satu solusi pengolahan sampah organik.

Hasil budidaya langsung diaplikasikan di kolam ikan. Hal itu langsung jadi inspirasi bagi desa, untuk melakukan pengelolaan sampah berbasis sumber.

 

 

EKA PRASETYA, Sukasada

CUACA mendung menggelayut di langit. Sore itu, Rabu (23/12), beberapa orang bergegas menuju kolam pancing di Banjar Dinas Pebantenan, Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada.

Salah seorang diantaranya membawa sebuah karung yang didalamnya berisi ulat maggot. Ulat itu rencananya akan ditebar di kolam pancing yang dikelola oleh Kelompok Budidaya Ikan Tirta Baru Desa Ambengan.

Ulat-ulat itu merupakan hasil budidaya maggot yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng.

Sejak Juni 2020 lalu, DLH Buleleng mulai melakukan proses budidaya ulat maggot di Buleleng Recycle Plaza (BRP).

Budidaya ini bukan tanpa kendala. Staf di DLH Buleleng sempat gagal mengembangkan ulat-ulat itu.

Mereka kemudian kembali melakukan studi tiru, hingga berhasil mengembangkan ulat-ulat tersebut. Kini ulat sudah dihasilkan, dan siap ditebar. 

Pilot project penebaran dilakukan di kolam ikan yang dikelola kelompok Tirta Baru. Di atas lahan seluas 15 are itu, terdapat 15 buah kolam ikan. Sebanyak 4 kolam digunakan sebagai kolam pancing.

Sisanya untuk budidaya. Berbagai jenis hewan air dikembangkan. Mulai dari ikan nila, karper, lele, udang, hingga ikan hias seperti ikan koi.

Sebanyak 5 kilogram ulat maggot ditebar di kolam-kolam tersebut. “Ternyata luar biasa. Ikannya itu seperti tidak pernah dikasih makan. Lahap sekali.

Ini langsung jadi inspirasi kami biar maggot jadi alternatif pakan. Pengelolaan sampah bisa ditangani, pakan dapat,” kata Perbekel Ambengan Gede Suberata.

Saat melihat lahapnya ikan memangsa ulat maggot, para anggota kelompok memang begitu antusias. Mereka berharap ulat maggot bisa  menjadi alternative pakan.

Selama ini anggota kelompok sangat kesulitan mengatasi masalah pakan. Sebab harga pakan terus merangkak naik. Kini harga pakan ikan tak kurang dari Rp 300ribu per sak. Pakan sebanyak itu hanya cukup untuk 3 hari.

“Kalau ada maggot, tentu ini sangat membantu. Apalagi dengan sampah dari seluruh Desa Ambengan ini. Kami yakin ini akan sangat membantu sekali bagi pembudidaya.

Karena selama ini kendala terbesar memang harga pakan yang naik terus. Apalagi sekarang pandemi, tentu sangat kesulitan,” ujar Suberata.

Peluang itu pun langsung disambut oleh desa. Suberata menyanggupi memasang dana pembuatan kandang budidaya maggot BSF.

Nantinya proses pengelolaan sampah akan diserahkan pada BUMDes Amertha Sedana Desa Ambengan. Baik itu pengelolaan sampah organik maupun sampah non organik.

“Bagi kami ini benar-benar alternatif yang harus diambil. Jadi pengelolaan sampah, bisa kami optimalkan. Sampah non organik nanti masuk bank sampah.

Sampah organik bisa dijadikan kompos dan maggot. Hasil pengelolaan sampah organik nanti bisa disalurkan ke petani maupun pembudidaya ikan,” katanya.

Sementara itu, Kepala DLH Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengatakan, pihaknya sengaja berusaha mengenalkan maggot BSF pada aparat desa di Ambengan.

Pertimbangannya, selama ini di Desa Ambengan belum berdiri Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Selain itu bank sampah yang didirikan juga belum bergerak optimal.

Melihat potensi yang ada, sebenarnya Desa Ambengan sangat potensial melakukan pengelolaan sampah secara mandiri.

“Jadi output dari hasil pengelolaan itu ada. Baik untuk kompos, maggot, apalagi untuk sampah plastik. Makanya kami coba kenalkan dan langsung diaplikasikan.

Ternyata antusiasmenya bagus sekali. Kami harap desa bisa segera melakukan pengelolaan sampah secara mandiri,” ujar Ariadi. (*)

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng mulai melakukan budidaya maggot BSF sejak Juni 2020 lalu. Ulat ini menjadi salah satu solusi pengolahan sampah organik.

Hasil budidaya langsung diaplikasikan di kolam ikan. Hal itu langsung jadi inspirasi bagi desa, untuk melakukan pengelolaan sampah berbasis sumber.

 

 

EKA PRASETYA, Sukasada

CUACA mendung menggelayut di langit. Sore itu, Rabu (23/12), beberapa orang bergegas menuju kolam pancing di Banjar Dinas Pebantenan, Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada.

Salah seorang diantaranya membawa sebuah karung yang didalamnya berisi ulat maggot. Ulat itu rencananya akan ditebar di kolam pancing yang dikelola oleh Kelompok Budidaya Ikan Tirta Baru Desa Ambengan.

Ulat-ulat itu merupakan hasil budidaya maggot yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng.

Sejak Juni 2020 lalu, DLH Buleleng mulai melakukan proses budidaya ulat maggot di Buleleng Recycle Plaza (BRP).

Budidaya ini bukan tanpa kendala. Staf di DLH Buleleng sempat gagal mengembangkan ulat-ulat itu.

Mereka kemudian kembali melakukan studi tiru, hingga berhasil mengembangkan ulat-ulat tersebut. Kini ulat sudah dihasilkan, dan siap ditebar. 

Pilot project penebaran dilakukan di kolam ikan yang dikelola kelompok Tirta Baru. Di atas lahan seluas 15 are itu, terdapat 15 buah kolam ikan. Sebanyak 4 kolam digunakan sebagai kolam pancing.

Sisanya untuk budidaya. Berbagai jenis hewan air dikembangkan. Mulai dari ikan nila, karper, lele, udang, hingga ikan hias seperti ikan koi.

Sebanyak 5 kilogram ulat maggot ditebar di kolam-kolam tersebut. “Ternyata luar biasa. Ikannya itu seperti tidak pernah dikasih makan. Lahap sekali.

Ini langsung jadi inspirasi kami biar maggot jadi alternatif pakan. Pengelolaan sampah bisa ditangani, pakan dapat,” kata Perbekel Ambengan Gede Suberata.

Saat melihat lahapnya ikan memangsa ulat maggot, para anggota kelompok memang begitu antusias. Mereka berharap ulat maggot bisa  menjadi alternative pakan.

Selama ini anggota kelompok sangat kesulitan mengatasi masalah pakan. Sebab harga pakan terus merangkak naik. Kini harga pakan ikan tak kurang dari Rp 300ribu per sak. Pakan sebanyak itu hanya cukup untuk 3 hari.

“Kalau ada maggot, tentu ini sangat membantu. Apalagi dengan sampah dari seluruh Desa Ambengan ini. Kami yakin ini akan sangat membantu sekali bagi pembudidaya.

Karena selama ini kendala terbesar memang harga pakan yang naik terus. Apalagi sekarang pandemi, tentu sangat kesulitan,” ujar Suberata.

Peluang itu pun langsung disambut oleh desa. Suberata menyanggupi memasang dana pembuatan kandang budidaya maggot BSF.

Nantinya proses pengelolaan sampah akan diserahkan pada BUMDes Amertha Sedana Desa Ambengan. Baik itu pengelolaan sampah organik maupun sampah non organik.

“Bagi kami ini benar-benar alternatif yang harus diambil. Jadi pengelolaan sampah, bisa kami optimalkan. Sampah non organik nanti masuk bank sampah.

Sampah organik bisa dijadikan kompos dan maggot. Hasil pengelolaan sampah organik nanti bisa disalurkan ke petani maupun pembudidaya ikan,” katanya.

Sementara itu, Kepala DLH Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengatakan, pihaknya sengaja berusaha mengenalkan maggot BSF pada aparat desa di Ambengan.

Pertimbangannya, selama ini di Desa Ambengan belum berdiri Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Selain itu bank sampah yang didirikan juga belum bergerak optimal.

Melihat potensi yang ada, sebenarnya Desa Ambengan sangat potensial melakukan pengelolaan sampah secara mandiri.

“Jadi output dari hasil pengelolaan itu ada. Baik untuk kompos, maggot, apalagi untuk sampah plastik. Makanya kami coba kenalkan dan langsung diaplikasikan.

Ternyata antusiasmenya bagus sekali. Kami harap desa bisa segera melakukan pengelolaan sampah secara mandiri,” ujar Ariadi. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/