28.2 C
Jakarta
25 November 2024, 23:59 PM WIB

Siasati Larangan, Pengusaha Galian Buat Depo Sementara

RadarBali.com – Munculnya larangan aktifitas pengambilan pasir di wilayah Kabupaten Karangasem selama status awas disematkan pada Gunung Agung, membuat pengusaha galian C dan konstruksi kelimpungan.

Kini pengusaha membuat depo penimbunan pasir di wilayah Desa Sambirenteng, untuk mengatasi masalah tersebut.

Depo itu berada di Banjar Dinas Benben, Desa Sambirenteng. Lokasi penimbunan dioperasikan oleh Gede Aryana, 48, warga Desa Sukadana yang juga memiliki usaha galian C.

Depo sudah mulai beraktifitas sejak Sabtu (28/10) lalu. Untuk sementara, hanya dua jenis pasir saja yang dijual. Yakni pasir super dan pasir cor.

Kemunculan depo itu langsung disambut para pengusaha toko bangunan di Buleleng. Puluhan truk berbondong-bondong menuju depo, hingga menyebabkan kemacetan di sepanjang Desa Sambirenteng.

Truk dengan sabar mengantre masuk ke depo menanti giliran mengambil pasir. Pemilik depo, Gede Aryana mengungkapkan, depo itu sengaja dibuat untuk mengatasi masalah distribusi material dari Karangasem ke luar kabupaten.

Hanya truk dengan plat nomor Karangasem yang boleh beroperasi di dalam area galian. Truk kemudian mengangkut pasir sampai ke depo penimbunan.

Selanjutnya sopir-sopir dari Buleleng, cukup mengambil pasir di depo. Sehingga mereka tak perlu melewati portal larangan di perbatasan Karangasem-Buleleng, yang dibuat oleh Polsek Kubu sejak sebulan terakhir.

“Ini sudah kesepakatan antara sopir Karangasem dengan sopir Buleleng. Sopir Karangasem hanya boleh bawa pasir sampai depo.

Sopir Buleleng hanya boleh ambil di depo, tidak boleh masuk sampai galian. Itu sudah kesepakatan. Biar tidak ada ribut,” kata Aryana.

Menurutnya opsi itu diambil untuk mengatasi masalah larangan beroperasinya truk material di wilayah Karangasem.

Dengan pembatasan operasional truk di dalam wilayah Karangasem, diharapkan tidak terjadi kemacetan saat proses evakuasi dilakukan.

“Ini biar sama-sama jalan. Kalau evakuasi, biar di KRB juga tidak ada kemacetan. Khususnya yang di wilayah Kubu. Kami antisipasi, biar kendaraan tidak menumpuk,” kata Aryana.

Selain itu, Aryana mengklaim, depo itu juga membuka lapangan kerja baru untuk sementara waktu.

Dalam artian, pengungsi-pengungsi yang selama ini tidak punya pekerjaan, bisa bekerja sementara waktu di depo itu.

Hanya saja kini material di depo dibanderol dengan harga jauh lebih tinggi. Nyaris dua kali lipat. Pasir super yang biasa dijual Rp 750 ribu di lokasi galian, kini dijual Rp 1,4 juta di depo.

Sementara pasir cor yang biasanya dijual Rp 650 ribu di lokasi galian, dijual seharga Rp 1,3 juta. Kenaikan terjadi karena ada tambahan biaya angkut yang keluar.

Salah seorang sopir material, Made Astika, asal Desa Tinga-Tinga mengatakan, meski kini pasir sudah bisa didapat, namun pengusaha tetap kesulitan menjual material.

Penyebabnya harga pasir terlalu tinggi, sehingga sulit dijangkau konsumen. “Kalau beroperasi bisa. Tapi untuk jualan sulit. Bukan masalah untung rugi-nya.

Tapi orang yang beli sedikit karena terlalu mahal. Kan ada ongkos angkut dari Sambirenteng ke lokasi yang harus dihitung,” kata Astika.

Rencananya depo itu akan tetap beroperasi, selama status awas disematkan. Kalau status diturunkan menjadi siaga, depo akan ditutup untuk sementara waktu karena portal akan dibuka kembali

RadarBali.com – Munculnya larangan aktifitas pengambilan pasir di wilayah Kabupaten Karangasem selama status awas disematkan pada Gunung Agung, membuat pengusaha galian C dan konstruksi kelimpungan.

Kini pengusaha membuat depo penimbunan pasir di wilayah Desa Sambirenteng, untuk mengatasi masalah tersebut.

Depo itu berada di Banjar Dinas Benben, Desa Sambirenteng. Lokasi penimbunan dioperasikan oleh Gede Aryana, 48, warga Desa Sukadana yang juga memiliki usaha galian C.

Depo sudah mulai beraktifitas sejak Sabtu (28/10) lalu. Untuk sementara, hanya dua jenis pasir saja yang dijual. Yakni pasir super dan pasir cor.

Kemunculan depo itu langsung disambut para pengusaha toko bangunan di Buleleng. Puluhan truk berbondong-bondong menuju depo, hingga menyebabkan kemacetan di sepanjang Desa Sambirenteng.

Truk dengan sabar mengantre masuk ke depo menanti giliran mengambil pasir. Pemilik depo, Gede Aryana mengungkapkan, depo itu sengaja dibuat untuk mengatasi masalah distribusi material dari Karangasem ke luar kabupaten.

Hanya truk dengan plat nomor Karangasem yang boleh beroperasi di dalam area galian. Truk kemudian mengangkut pasir sampai ke depo penimbunan.

Selanjutnya sopir-sopir dari Buleleng, cukup mengambil pasir di depo. Sehingga mereka tak perlu melewati portal larangan di perbatasan Karangasem-Buleleng, yang dibuat oleh Polsek Kubu sejak sebulan terakhir.

“Ini sudah kesepakatan antara sopir Karangasem dengan sopir Buleleng. Sopir Karangasem hanya boleh bawa pasir sampai depo.

Sopir Buleleng hanya boleh ambil di depo, tidak boleh masuk sampai galian. Itu sudah kesepakatan. Biar tidak ada ribut,” kata Aryana.

Menurutnya opsi itu diambil untuk mengatasi masalah larangan beroperasinya truk material di wilayah Karangasem.

Dengan pembatasan operasional truk di dalam wilayah Karangasem, diharapkan tidak terjadi kemacetan saat proses evakuasi dilakukan.

“Ini biar sama-sama jalan. Kalau evakuasi, biar di KRB juga tidak ada kemacetan. Khususnya yang di wilayah Kubu. Kami antisipasi, biar kendaraan tidak menumpuk,” kata Aryana.

Selain itu, Aryana mengklaim, depo itu juga membuka lapangan kerja baru untuk sementara waktu.

Dalam artian, pengungsi-pengungsi yang selama ini tidak punya pekerjaan, bisa bekerja sementara waktu di depo itu.

Hanya saja kini material di depo dibanderol dengan harga jauh lebih tinggi. Nyaris dua kali lipat. Pasir super yang biasa dijual Rp 750 ribu di lokasi galian, kini dijual Rp 1,4 juta di depo.

Sementara pasir cor yang biasanya dijual Rp 650 ribu di lokasi galian, dijual seharga Rp 1,3 juta. Kenaikan terjadi karena ada tambahan biaya angkut yang keluar.

Salah seorang sopir material, Made Astika, asal Desa Tinga-Tinga mengatakan, meski kini pasir sudah bisa didapat, namun pengusaha tetap kesulitan menjual material.

Penyebabnya harga pasir terlalu tinggi, sehingga sulit dijangkau konsumen. “Kalau beroperasi bisa. Tapi untuk jualan sulit. Bukan masalah untung rugi-nya.

Tapi orang yang beli sedikit karena terlalu mahal. Kan ada ongkos angkut dari Sambirenteng ke lokasi yang harus dihitung,” kata Astika.

Rencananya depo itu akan tetap beroperasi, selama status awas disematkan. Kalau status diturunkan menjadi siaga, depo akan ditutup untuk sementara waktu karena portal akan dibuka kembali

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/