AMLAPURA – Penataan kawasan Pura Besakih, Karangasem kini sudah memasuki terkait nilai ganti rugi lahan warga. Untuk itu kemarin Kementrian Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional, Kantor BPN Karangasem datang menyampaikan soal ganti rugi lahan kepada warga Besakih.
Pertemuan itu digelar dilakukan di Wantilan Pura Besakih, Senin (28/12) kemarin. Dalam kesempatan itu, juga melakukan evaluasi terhadap laporan penilaian dari Kantor Jasa Penilaian Publik Wahyu Yasir Purnama Sari dan Rekan. Kantor Jasa tersebut sebelumnya telah menyampaikan nilai tanah hasil penilaiannya.
Kegiatan ini dihadiri 26 orang pemilik lahan di kawasan Besakih. Mereka ini adalah warga yang akan menerima ganti rugi lahan karena pekarangan, merajan dan lahan mereka lainya direlokasi akibat proyek tersebut.
Hadir Kabig Pengadaan Tanah Provinsi Bali I Ketut Suburjo mengatakan, kegiatan tersebut adalah penyampaian besaran ganti rugi tanah milik warga setelah dilakukan penilaian.
Penilaian baru ini karena pada penilalan ganti rugi sebelumnya ada keberatan dari warga. Sehingga tim penilaian melakukan evaluasi atas besaran penilaian tersebut.
“Ini sekaligus sebagai evaluasi penilaian yang disampaikan 3 November lalu,” ujar Suburjo.
Saat ini warga juga diminta memberikan tanggapan atas penilaian tersebut. Kalau tidak setuju dengan nominal ganti rugi tersebut agar diisi di blangko tidak setuju, dan jika sudah setuju agar diisi setuju.
Nantinya tanggapan warga tersebut akan dilaporkan ke panitia pengadan lahan dan akan dibahas di sana. Nantinya akan ada penyampaian dari pemerintah melalui surat resmi. Nantinya jika sudah ada surat resmi kalau tetap ada yang tidak setuju maka dipersilakan mengajukan keberatan di Pengadilan.
Pertemuan sempat panas, karena ada kata panpel yang disalahtafsirkan oleh warga sehingga terkesan mengintimidasi warga. Namun hal ini akhirnya berhasil ditengahi. Selain itu ada warga juga yang keberatan atas nilai ganti rugi.
Salah satu warga I Nyoman Ada meminta kepada tim supaya memberikan fofo copy nominal ganti rugi lahan kepada masing-masing warga yang lahannya kena relokasi.
Dengan demikian warga tahu nilai ganti rugi yang mereka akan terima secara pasti. Keterbukaan seperti ini juga sangat diperlukan sehingga semua warga yang lahannya kena pembangunan bisa tahu persis nilai ganti rugi yang mereka akan terima secara transparan.
Sementara itu Ada sendiri mengaku belum bisa menyetujui nilai ganti rugi yang disampaikan. Karena menurut dia nilai tersebut masih rendah. Dia mengaku kalau saat ini membangun rumah menghabiskan sekitar Rp 400 juta lebih, untuk bagunan saja. Sementara nilai ganti rugi untuk pekarangan tersebut hanya Rp 420 juta sampai dengan nilai lahan.
Ada sendiri mengaku tidak tahu persis dari mana menilainya sehingga mendapatkan nilai sebesar itu. Belum lagi yang terkena dari toilet, merajan, rumah, warung yang terkena lengkap dengan biaya upakaranya.
“Kalau saya lihat nilai ganti rugi tersebut masih sangat rendah,” ujarnya.
Untuk itu pihaknya juga minta agar dievaluasi lagi. Dan mendapatkan nilai yang pas. Ada sendiri mengaku kalau sebelumnya juga sudah menyampaikan keberatan atas nilai ganti rugi yang diakui masih rendah tersebut. Namun kali ini sebagian warga juga menilai masih rendah sekalipun ada sebagian warga yang sudah menerima nilai tersebut.
Hal yang sama juga disampaikan warga lainya I Nyoman Geria. Dirinya mempertanyakan bagimana cara tim melakukan penilaian sehingga mendapatkan nilai nominal seperti itu. “Saya ingin tahu, bagimana cara menilainya kok bisa dapat nominal segitu,” ujarnya.
Sementara itu warga lainya Ketut Sumendra mengaku merasa khawatir terhadap kondisi Besakih ke depanya. Secara umum dirinya sepakat dengan apapun program pemerintah terlebih lagi untuk menata kawasan Besakih menjadi lebih baik.
Hanya saja penataan nanti jangan sampai membuat Besakih sebaliknya. Di mana masuk kafe-kafe dan yang lainnya sehingga membawa dampak negatif. Dirinya menegaskan kalau ingin mempertahankan nilai kesakralan Besakih dirinya sepakat, asal jangan sampai sebaliknya memusnahkan kesakralan tersebut.
“Kami tidak gila uang. Kami hanya ingin keseimbangan antara skala dan niskala terjadi,” ujarnya.
Akhirnya sekitar pukul 13.00 wita pertemuan tersebut berakhir. Sebagian warga ada yang sepakat dengan nilai tersebut dan langsung membubuhkan tanda tangan persetujuan. Sebagian lainnya belum setuju dan minta nilai nominal dievaluasi lagi.