DENPASAR – Pandemi Covid 19 ini mengajarkan banyak hal. Terutama kepada desa-desa yang tergantung pada sektor pariwisata. Desa-desa ini kini harus gigit jari, karena jebloknya perekonomian. Sebaliknya, desa-desa yang tak tergantung dengan dunia pariwisata setidaknya kini dikatakan masih tetap bisa eksis.
Tak sedikit dari mereka yang mengandalkan dunia pariwisata ini pulang ke kampung halamannya. Pulangnya mereka ke kampung halaman seharusnya dijadikan momentum untuk membangkitkan desa. Terlebih sudah ada sokongan dana berupa dana desa.
Presiden Joko Widodo sendiri telah menganggarkan Rp 72 triliun untuk dana desa di seluruh Indonesia. Bali sendiri kebagian 650 Milliar per tahun untuk 636 jumlah desa yang tercatat di Bali. Dana desa ini diminta harus dirasakan oleh warga. Namun, hal ini ternyata belum tercapai secara maksimal.
Hal ini terungkap dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Peduli Bali di Denpasar pada Rabu (30/12). “Dana desa harus dirasakan warga desa.Tetapi saat ini saya melihat pemanfaatannya belum maksimal, terutama untuk menyasar warga yang dibawah (kemiskinan),” ujar Kadek Suardika selaku Koordinator Provinsi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3MD) Provinsi Bali.
Lanjutnya, pembangunan di desa pun harus memiliki arah yang jelas dan terfokus. Yang dia lihat, sejumlah desa memang sudah memiliki RPJM namun saat ini hanya menjadi dokumen administratif. Supaya arah terbangun terfokus, maka perlu memahami tentang program SDGs Desa.
Dimana tujuan yang mesti dicapai antara lain adalah menjadikan desa tanpa kemiskinan, desa tanpa kelaparan, desa sehat dan sejahtera dan desa berkualitas serta berpendidikan. Namun hal ini sulit, karena hal dasar saja, masih banyak desa di Bali yang belum memiliki. Apa itu? “Data orang miskin di desa itu nyaris nggak ada. Itu kan data yang menjadi kesepakatan di desa,” jawabnya.
Hal tersebut juga tak dibantah oleh Kabid PUEM Kawasan Perdesaan Dinas PMD di Bali, I Nengah Suta Maryana. Ia mengakui bahwa saat ini desa-desa di Bali belum memiliki basis data yang baik.
“Data pun sangat kurang. Kami rasakan ini, dan ke depan di desa harus mempunyai data desa. Sehingga kita dapay bergerak dari data dan bantuan dapat tepat sasaran. Sebab, jika sumber data berbeda, hasil pun berbeda,” ujarnya.
Data ini penting, untuk melihat potensi yang bisa dikembangkan di desa dan pihak desa pun mampu mengerjakan apa yang mesti dikerjakan. Karena minimnya data, bahkan untuk data kemiskinan warga saja membuat sejumlah rencana tak sesuai dengan potensi di desa.
“Jika saya melihat, saat ini Desa lebih banyak berbicara infrastruktur. Semestinya itu harus dikurangi, dan mengarah ke sumber daya manusia, sehingga dapat mengangkat kemampuan desa,” pungkasnya.