DENPASAR – Momentum pariwisata Bali hanya sebatas awang-awang. Apalagi sejumlah kebijakan pemerintah dinilai tidak pro pariwisata yang berusaha bangkit di tengah pandemi covid-19.
Terkait masalah ini, Kepala Dinas Pariwisata Bali I Putu Astawa mengatakan, ekonomi memang penting, tapi kesehatan juga tidak boleh diabaikan. Keduanya harus jalan beriringan.
Ia mencontohkan kebijakan gubernur yang memberlakukan rapid test antigen dan swab yang memiliki akurasi tinggi untuk mendeteksi Covid-19.
Hal itu bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat Bali sekaligus menjaga kepercayaan internasional terhadap Bali.
Terkait potensi wisdom setelah WNA dilarang masuk ke Indonesia, Astawa menyebut dalam kondisi pandemi tidak seperti kondisi normal.
Namun, pihaknya tetap optimistis dengan meyakinkan wisdom untuk datang ke Bali. Dari data yang ada, lanjut Astawa, kunjungan wisdom rata-rata 6.000 sampai 7.000 per hari selama Desember.
Bahkan, 24 Desember lalu sempat 9.000 orang masuk Bali. “Ini membuktikan mulai ada kepercayaan masyarakat datang ke Bali,” ujar Astawa.
Ia juga berharap pandemi bisa berlalu. Mantan Kepala Bappeda itu meminta pelaku pariwisata tetap menjaga prokes yang sudah disiapkan.
Ditanya bantuan dari pusat untuk pelaku pariwisata tahun depan, Astawa mengatakan bakal mengupayakan bantuan tetap ada.
Ia menyadari pelaku pariwisata seperti pemilik hotel, restoran, pengelola objek wisata hingga travel agen pendapatannya terpukul. Di sisi lain mereka harus tetap menanggung biaya operasional.
Disinggung persiapan pelaku pariwisata jika keran kunjungan wisatawan dibuka, menurut Astawa ibarat lomba semua harus siap.
“Begitu bendera lomba dikibarkan, maka semua harus siap. Prokes yang sudah disiapkan harus dijaga, sekalipun belum semua sempurna,” jelasnya.
Pemerintah juga harus siap sebelum menyatakan Bali siap dikunjungi. Salah satunya kesiapan rumah sakit dan tenaga medis ketika ada wisatawan yang terpapar Covid-19.
“Fasilitas Kesehatan juga harus siap, agar orang percaya bahwa Bali itu aman,” pungkasnya.