DENPASAR – Di usianya yang masih sangat muda, Budi Wijianto sudah mengenal dunia narkoba. Ia menjadi kurir sabu-sabu setelah mendapat upah Rp 500 ribu dari seseorang yang dipanggil Gemblong.
Belakangan Gemblong disebut salah satu napi di Lapas Kelas IIA Kerobokan. Gara-gara mengedarkan barang terlarang itu, masa depan Budi terancam runyam.
Pemuda 21 tahun itu dituntut sepuluh tahun penjara dalam sidang baru-baru ini. “Kami akan sampaikan pledoi secara tertulis,” ujar Aji Silaban, pengacara terdakwa kemarin.
Sementara JPU I Made Umbara menyatakan, perbuatan terdakwa terbukti secara sah meyakinkan dan bersalah melanggar Pasal 112 ayat (2) UU Narkotika sebagaimana dakwaan alternatif.
Pemuda asal Blitar, Jawa Timur, yang tinggal di Jalan Resimuka VIII, Desa Tegal Kertha, Denpasar Barat, itu menguasai sabu-sabu seberat 27,27 gram.
Selain pidana badan, terdakwa juga dituntut pidana denda sebesar Rp 1 miliar. “Jika tidak kuat membayar, maka diganti pidana penjara selama enam bulan,” tuntut JPU I Made Umbara kepada majelis hakim yang diketuai Angeliky Handajani Day.
Mendengar tuntutan JPU, terdakwa tertegun. Ia memasrahkan sepenuhnya pembelaan kepada penasihat hukumnya.
Budi mengaku ditawari menempel sabu dengan imbalan sejumlah uang. Terdakwa menerima upah Rp 500 ribu untuk mengablim sabu di tempat yang ditentukan.
Terdakwa yang sedang butuh uang pun mengiyakan tawaran Gemblong. Singkat cerita, terdakwa mengambil tempelan paket narkoba di sekitar Jalan Palapa, Sidakarya, Denpasar Selatan.
Nahas, baru mengambil tempelan, terdakwa langsung dicokok anggota Polda Bali. Setelah digeledah, petugas menemukan bungkus teh kotak di dalamnya berisi sabu seberat 24,61 gram.
Teh kotak itu dicantolkan di setang sepeda motor. Polisi kemudian melanjutkan penggeledahan di kamar kos terdakwa di Jalan Resimuka VIII. Polisi menemukan tujuh paket sabu seberat 2,66 gram. Total sabu yang dikuasai terdakwa 27, 27 gram.