31.6 C
Jakarta
25 November 2024, 17:11 PM WIB

Pencurian Pratima kembali Marak, Ini Kata Ahli Pidana Unud 

DENPASAR — Beberapa pekan terakhir Pulau Bali kembali digegerkan dengan fenomena pencurian pratima di sejumlah pura. Baik di Badung, Gianyar dan yang terbaru adalah pencurian pratima di Pura Rambut Siwi, Jembrana.

Menurut ahli pidana I Gusti Ketut Ariawan, pencurian pratima ini sejatinya sudah ada sejak dulu. Dulu orang mencuri pratima karena adanya pesanan orang asing yang menilai pratima adalah benda unik. Tak heran mereka berani membayar mahal.

“Karena keunikannya itu, orang barat ingin mengoleksi (pratima),” ujar Ariawan diwawancarai kemarin (5/1).

Tapi, lanjut Ariawan, pesanan orang barat itu sebenarnya bukan menjadi alasan seseorang untuk mencuri pratima. Sebab, belakangan banyak art shop yang menjual benda menyerupai pratima. 

Dan, penjualan benda menyerupai pratima di toko kerajinan itu bukan suatu kejahatan. 

Namun, untuk motif pelaku pencurian pratima saat ini belum bisa dipastikan. Belum ada penelitian tentang hal itu. 

Ariawan berasumsi pencurian pratima terjadi karena faktor ekonomi. 

Orang mencuri pratima dengan harapan mendapat benda-benda yang terbuat dari emas, sehingga memiliki nilai jual tinggi. 

“Asumsi saya, bahwa terjadinya pencurian karena faktor ekonomi,” beber akademisi kelahiran Pancasari, Buleleng, itu. 

Selain pencurian pratima, contoh lain kejahatan yang dipicu faktor ekonomi yaitu maraknya penjambretan dan maling. 

“Untuk memastikan motifnya, setelah pelakunya tertangkap bisa mengetahui motifnya,” imbuh dosen hukum Unud itu.

Ariawan menyarankan pengelola pura memanfaatkan kecanggihan teknologi, salah satunya CCTV. Selama ini pura jarang dijaga, kecuali dalam kondisi darurat atau ada upacara. 

Pura tidak perlu dijaga karena pengelola sudah percaya tempat penyimpanan pratima aman. Ada pandangan orang Bali tidak berani mengambil pratima lantaran sakral. 

“Tapi, nyatanya ada juga (pelaku) dari Bali yang mengambil pratima. Karena itu CCTV sangat perlu,” tegas pria kelahiran 9 Juni 1957 itu.

Pencuri sendiri dibedakan menjadi dua, yakni pencuri profesional dan amatiran. Pencuri profesional sebelum beraksi akan melakukan pemantauan. Jam berapa pura sepi dan bisa dimasuki. Sedangkan pencuri amatiran, tidak melakukan pemantauan. 

DENPASAR — Beberapa pekan terakhir Pulau Bali kembali digegerkan dengan fenomena pencurian pratima di sejumlah pura. Baik di Badung, Gianyar dan yang terbaru adalah pencurian pratima di Pura Rambut Siwi, Jembrana.

Menurut ahli pidana I Gusti Ketut Ariawan, pencurian pratima ini sejatinya sudah ada sejak dulu. Dulu orang mencuri pratima karena adanya pesanan orang asing yang menilai pratima adalah benda unik. Tak heran mereka berani membayar mahal.

“Karena keunikannya itu, orang barat ingin mengoleksi (pratima),” ujar Ariawan diwawancarai kemarin (5/1).

Tapi, lanjut Ariawan, pesanan orang barat itu sebenarnya bukan menjadi alasan seseorang untuk mencuri pratima. Sebab, belakangan banyak art shop yang menjual benda menyerupai pratima. 

Dan, penjualan benda menyerupai pratima di toko kerajinan itu bukan suatu kejahatan. 

Namun, untuk motif pelaku pencurian pratima saat ini belum bisa dipastikan. Belum ada penelitian tentang hal itu. 

Ariawan berasumsi pencurian pratima terjadi karena faktor ekonomi. 

Orang mencuri pratima dengan harapan mendapat benda-benda yang terbuat dari emas, sehingga memiliki nilai jual tinggi. 

“Asumsi saya, bahwa terjadinya pencurian karena faktor ekonomi,” beber akademisi kelahiran Pancasari, Buleleng, itu. 

Selain pencurian pratima, contoh lain kejahatan yang dipicu faktor ekonomi yaitu maraknya penjambretan dan maling. 

“Untuk memastikan motifnya, setelah pelakunya tertangkap bisa mengetahui motifnya,” imbuh dosen hukum Unud itu.

Ariawan menyarankan pengelola pura memanfaatkan kecanggihan teknologi, salah satunya CCTV. Selama ini pura jarang dijaga, kecuali dalam kondisi darurat atau ada upacara. 

Pura tidak perlu dijaga karena pengelola sudah percaya tempat penyimpanan pratima aman. Ada pandangan orang Bali tidak berani mengambil pratima lantaran sakral. 

“Tapi, nyatanya ada juga (pelaku) dari Bali yang mengambil pratima. Karena itu CCTV sangat perlu,” tegas pria kelahiran 9 Juni 1957 itu.

Pencuri sendiri dibedakan menjadi dua, yakni pencuri profesional dan amatiran. Pencuri profesional sebelum beraksi akan melakukan pemantauan. Jam berapa pura sepi dan bisa dimasuki. Sedangkan pencuri amatiran, tidak melakukan pemantauan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/