NEGARA – Jalan tol Gilimanuk, Jembrana – Mengwi, Badung, menjadi solusi jitu untuk pemerataan pembangunan dan ekonomi antara Bali selatan dan Bali barat.
Pembangunan jalan tol tersebut diharapkan tidak hanya memperhatikan aspek pariwisata dan ekonomi, tapi juga harus memperhatikan aspek sosial, budaya dan agama, sehingga jalan tol yang dibangun menjadi jalan tol “rasa Bali” dengan kearifan lokalnya.
Hal tersebut disampaikan sejumlah tokoh masyarakat saat sosialisasi rencana pembuatan jalan tol yang difasilitasi Dinas Pekerjaan Umum Jembrana dan Dinas Pekerjaan Umum Bali, kemarin (6/1).
Sosialisasi tersebut dihadiri tim konsultan dan pemrakarsa pembangunan jalan tol yang menyampaikan basic design pembangunan jalan tol yang akan dibangun.
Dalam pertemuan sekitar 3 jam tersebut, secara umum disampaikan bahwa pembangunan jalan tol dibangun dalam tiga sesi.
Di antaranya sesi pertama Gilimanuk – Pekutatan sepanjang 55 kilometer, seksi dua Pekutatan -Soka sepanjang 21,65 kilometer dan sesi tiga Soka – Mengwi 18,85 kilometer.
Khusus di Jembrana sebanyak 33 desa atau kelurahan di lima kecamatan yang akan dilalui jalan tol. Dari sepanjang jalan tol disediakan tiga rest area.
Di antaranya berada di wilayah Desa Tukadaya, Desa Yeh Sumbul dan Desa Gumrih. Serta dilengkapi dengan tiga simpang susun untuk jalur keluar dan masuk jalan tol dari jalan arteri.
Wilayah Kabupaten Jembrana terpanjang yang dilalui jalan tol yang melintasi pemukiman, jalan dan lahan milik warga.
Karena itu, perlu masukan dari masyarakat mulai dari dampak yang akan ditimbulkan sebelum dan setelah pembangunan jalan, sehingga pembangunan jalan tol berjalan dengan baik.
“Sementara ini hanya sosialisasi basic desain dulu, sehingga perlu masukan dari masyarakat,” ujar Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Pemukiman Kabupaten Jembrana I Wayan Sudiarta.
Calon bupati Jembrana terpilih I Nengah Tamba mengatakan, pertemuan yang dihadiri kemarin masih dalam tahap awal yakni, basic desain,
sehingga perlu ada masukan dari masyarkat pada pihak konsultan dan pemrakarsa sebelum penentuan lokasi dan pembangunan jalan tol.
Pembangunan jalan tol ini harus dicari solusi-solusi untuk kepentingan masyarakat. Misalnya ada aturan yang bertentangan, harus dicarikan solusi terbaik agar pembangunan jalan tol bisa berjalan sesuai rencana.
Pemaparan dari konsultan dan pemrakarsa mengenai basic desain dinilai sudah sangat baik. Misalnya ada jalur tempat suci, melasti dan lintasan untuk satwa dan untuk kepentingan masyarakat.
Tamba berharap, tempat jalan tol tidak ada menyalahi aturan zona tempat suci. Bahkan ada jalur lintasan khusus sepeda, sehingga diharapkan bisa
memberikan warna tersendiri jalan tol di Bali dan bisa menjadi destinasi. “Jalan tol yang dibangun memang harus “rasa Bali’. Kearifan lokal di Bali diakomodir,” tegasnya.