DENPASAR – Pemerintah, tampaknya, makin serius menggarap proyek Jalan Tol Gilimanuk – Mengwi. Dari tiga seksi yang diprioritaskan, seksi dua bakal digarap terlebih dahulu.
Fakta itu terkuak saat hearing Komisi III DPRD Bali dengan Kepala Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional Achmad Subki kemarin.
Achmad Subki mengatakan, saat ini pemerintah memprioritaskan pengerjaan garis kuning yakni, Pekutatan, Jembrana, sampai Soka, Tabanan.
Saat ini seksi II masih dalam tahap studi kelayakan serta pembebasan lahan. Pengadaan lahan sepanjang 21,55 km mulai Desember 2020 – Desember 2021.
Sedangkan untuk tahap konstruksi bakal dimulai bulan Juni 2021 sampai Juni 2022 dengan target operasi pada bulan Agustus 2022.
“Fix jadi. Ground breaking kami koordinasi dulu untuk wilayah Pekutatan dan Soka ini,” ujar Achmad Subki.
Achmad Subki menyatakan, dengan jalan tol ini diharapkan mampu menunjang pariwisata di Bali yang tidak hanya terpusat di Kuta dan Sanur.
Menurutnya, semua wilayah Bali dapat menjadi ladang uang jika dikembangkan. Maka dari itu, untuk menghindari percepatan kerusakan jalan, dia meminta supaya jalan untuk kendaraan logistik dipisahkan.
“Target secara umum yang kuning. Kalau sudah terwujud baru berpikir yang lain. Ada konektivitas. Jalur logistik sekarang bercampur, jadi jalan cepat rusak,” bebernya.
Diakui Achmad Subki, kalau tiga sesi proyek jalan tol terwujud, pengendara hanya membutuhkan waktu satu jam sampai Gilimanuk.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Bali, A.A. Ngurah Adhi Ardhana menjelaskan pihaknya akan mendorong agar anggaran pusat terkait program pembangunan infrastruktur di Bali terkoneksi dengan tepat ke daerah.
Sebab sejauh ini konektivitas anggaran dari pusat dengan daerah dirasa belum terkoneksi dengan maksimal.
Khususnya di bidang penyerapan tenaga kerja yang dipergunakan. Terlebih di tengah pandemi seperti sekarang ini ia berharap agar lebih mengedepankan padat karya pada proyek yang termasuk level menengah atau sedang.
“Tujuan dari rapat koordinasi ini supaya program pusat itu tersalurkan dengan tepat di daerah maupun kabupaten dan kota.
Sebagai contoh, ada proyek embung, proyek waduk misalnya menyiapkan air baku untuk dipersiapkan untuk PDAM atau PAM.
Iya, kalau langsung disiapkan, namun ketika selesai tahun sekian, dan tahun berikutnya tidak kita anggarkan akan terlupakan program tersebut,” jelasnya.
Adhi Ardhana juga mengatakan apabila tidak ada koneksi antara pusat dengan daerah, proyek pembangunan di daerah bisa tidak berjalan.
Baginya, sangat penting untuk mengkoordinasikannya dengan DPRD Bali. Sehingga, instansi pelaksana proyek pembangunan
tersebut bisa diberikan anggaran untuk kesinambungan pembangunan proyek yang diberikan oleh anggaran pusat.
“Pada proyek padat karya ini penting juknisnya, penting juga rekrut tenaga kerja, atau pembelian bahannya, meskipun nanti adanya tender.
Padat karya ini yang harus kita kawal sehingga betul- betul program pemerintah ini berdampak dengan pemulihan ekonomi nasional,” pungkasnya.