DENPASAR – Sebagai seorang sopir freelance, terdakwa Puguh Sujarwo, 29, sangat bergantung pada orderan penumpang.
Ketika penumpang sepi, Puguh menganggur. Nah, saat menganggur itulah Puguh tergoda bisnis terlarang jualan sabu.
Ia langsung mengiyakan saat ditawari upah Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Tugas Puguh yaitu menempel sabu-sabu seusia perintah sang bandar.
Apes, sepak terjang Puguh hanya seumur jagung. Setelah jualan sabu sejak April, terdakwa diringkus polisi pada Agustus 2020.
Lebih apes lagi, pria asal Nganjuk, Jawa Timur, itu diganjar pidana penjara lumayan tinggi oleh majelis hakim yang diketuai I Made Pasek.
Hakim mengganjar terdakwa Puguh dengan pidana penjara selama sepuluh tahun dan denda Rp 1 miliar.
“Apabila tidak membayar diganti pidana penjara selama dua bulan,” tegas hakim Pasek dalam sidang daring kemarin (27/1).
Hakim senior PN Denpasar itu dinyatakan melanggar Pasal 112 ayat (2) UU Narkotika sebagaimana dakwaan alternatif kedua JPU.
Saat ditangkap polisi menemukan 1 plastik klip berisi sabu, 3 butir ekstasi, dan barang bukti terkait. Total berat keseluruhan sabu yang disita dari terdakwa yakni 46,66 gram netto.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU Ika Lusiana Fatmawati yang sebelumnya menuntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan penjara.
“Terdakwa, silakan mau menerima putusan atu banding,” kata Pasek. Setelah berkoordinasi dengan pengacaranya, terdakwa akhirnya mau menerima putusan hakim.
“Yang Mulia, kami menerima,” ujar Dewi Maria Wulandari, pengacara yang mendampingi terdakwa.
Terdakwa mengaku dikendalikan seorang bandar yang dipanggil Om dengan upah Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu setiap pekan.
Ia tertangkap tangan sedang mengambil tempelan bertempat di Jalan Baypass Ngurah Rai, tepatnya di Desa Suwung Kauh, Denpasar Selatan, pada pada 12 Agustus 2020 Pukul 17.30.