DENPASAR – Seorang bocah 11 tahun berinisial EAP yang menjadi korban sodomi terdakwa Emannuel Alain Pascal Mailet, 53, disebut mengalami trauma berat.
Pantauan Jawa Pos Radar Bali ini pada pertengahan pekan lalu saat sidang tunda di PN Denpasar, EAP yang didampingi kedua orangtuanya memang lebih banyak bengong.
Sidang ditunda lantaran terdakwa sedang sakit. “Hari-harinya EAP memang sering bengong. Selain itu, dia juga sering gelisah seperti orang ketakutan,” ujar Edward Pangkahila, pengacara yang mendampingi korban.
Menurut Edward, saat datang ke PN Denpasar EAP sempat mengikuti konseling dengan psikolog yang didatangkan hakim.
Dalam konseling tertutup itu orang tua EAP, terutama ibunya menangis hingga sesenggukan. Bahkan, psikolog yang memberikan konseling juga tak kuasa menahan tangis mendengar cerita EAP saat disodomi.
“Suasananya saat konseling sangat mengharubiru. Ibunya korban nangis, konseling juga nangis. Korban sendiri sampai bingung melihat banyak yang menangis,” imbuhnya.
Edward menyebut EAP merasa trauma dengan perbuatan EAP. Korban juga sering merasa ketakutan karena takut didatangi pelaku.
Saat disodomi usia korban masih 10 tahun. Sidang direncanakan dilanjutkan Kamis depan dengan agenda pemeriksaan EAP sebagai korban.
“Kalau dari kami pihak korban, kami berharap pelaku mendapat hukuman yang setimpal. Sebab ini traumanya seumur hidup,” tukasnya.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan, terdakwa menyodomi korbannya berinisial EAP saat berusia 10 tahun. Terdakwa menyodomi korban di Jalan Tegal Cupek, Kerobokan, Kuta Utara.
Anak korban dan anak terdakwa berteman dan anak korban sering menginap di rumah terdakwa. Saat korban menginap itulah terdakwa sering melakukan aksinya bejatnya.
Dalam setiap aksinya, terdakwa selalu mengancam korban untuk tidak melaporkan kepada orang tuanya.
Dari hasil visum diketahui ada luka di bagian anus korban yang diakibatkan benda tumpul. Selain itu terdapat perubahan prilaku anak korban antara lain menjadi pendiam dan tidak mau bergaul dengan teman lainnya.
Terbongkarnya aksi pedofil yang dilakukan EAP ini berawal dari kecurigaan ayah korban terhadap tingkah laku anak laki-lakinya.
Puncaknya sekitar awal Oktober lalu saat sang anak bermain di Bali Wake Park di Jalan Pelabuhan Benoa, Denpasar.
Saat itu, ayah korban datang ke lokasi bersama terdakwa yang merupakan rekan bisnis yang sudah lama dikenal.
Saat itu, sang ayah melihat anaknya menuju ke kamar ganti usai bermain. Tidak lama berselang terlihat EAP mengikuti bocah 10 tahun ini masuk ke kamar ganti.
Di sinilah terbongkar aksi pedofil tersangka terhadap korban. Ayah korban yang tidak terima langsung melaporkan kasus ini ke Subdit IV Dit Reskrimum Polda Bali.
Terdakwa dijerat Pasal 82 ayat (1) juncto Pasal 76E UU RI Nomor 17/2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara selama 15 tahun.