DENPASAR – Rencana Pembangunan Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di TPA Regional Sarbagita, Suwung Kota Denpasar menuai protes dari organisasi pemerhati lingkungan, Walhi Bali.
Walhi Bali memang selama ini aktif mengkritisi penggunaan insinerator (alat pembakar sampah) sebagai pengelola sampah sebagai tenaga listrik. Salah satunya adalah rencana yang akan dibangun oleh Pemkot Denpasar ini.
Proses terakhir dalam pembangunan ini adalah baru sampai di sidang KA-ANDAL (kerangka acuan analisis dampak lingkungan) Rencana Pembangunan Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di TPA Regional Sarbagita.
Rapat ini digelar pada 11 Januari 2021 lalu. Namun, dalam pertemuan ini, ternyata Walhi Bali tak diundang sebagai organisasi pemerhati lingkungan.
“Walhi tak diundang, dan membuat kami memaksa masuk ke sidang melalui daring ini. Karena kami tak diundang, kami merasa ini merampas hak kami sebagai organisasi pemerhati lingkungan hidup,” ujarnya Krisna Dinata, selaku Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Bali di kantor Walhi Bali, Denpasar pada Kamis (11/2).
Sesudah berhasil masuk ke sidang, Walhi Bali pun memberikan sejumlah protes. Antaranya, Walhi Bali melihat adanya ketidaksesuaian dengan tata ruang karena tidak ada mengatur tentang PSEL terutama di wilayah Taman Hutan Raya (Tahura).
“Selain itu, dalam sidang yang digelar itu tidak melibatkan masyarakat terdampak. Hanya Pesanggaran dan Sesetan, tetapi Tuban dan Kuta kan juga tidak dilibatkan,” sebutnya.
Bokis, demikian dia kerap disapa, menjelaskan, berdasarkan sejumlah kajian, penggunaan insinerator dapat membahayakan untuk warga.
“Ini memiliki dampak terhadap kesehatan masyarakat melalui pembuangan gas pembakaran. Masyarakat bisa kanker dan tak tak bisa memiliki keturunan (mandul). Ini bisa merusak kesehatan masyarakat dari pembuangan udara dari porses pembakaran,” jawabnya.
Lebih buruk lagi, kata dia, sampai saat ini belum ada laboratorium untuk cek dampak pembuangan gas di Indonesia.
“Insinerator ini sangat berbahaya,” pungkasnya.