DENPASAR – Meski kerap dirazia karena ilegal dan membahayakan, peredaran pil koplo di Kota Denpasar masih sulit dikendalikan.
Pil yang bisa membuat pemakainya teler itu seperti memiliki penggemar sendiri. Hal itu bisa dilihat dari sidang terdakwa Dwi Santoso, 36.
Pria asal Jombang, Jawa Timur, itu dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sendiri sediaan farmasi atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar.
Saat ditangkap ia menguasai ribuan butir pil koplo berupa tablet berwarna putih dengan logo Y sebanyak 2 botol plastik. Masing-masing botol berisi 1.025 tablet dan 953 tablet.
Perbuatan terdakwa tersebut melanggar Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat (1) UU RI Nomor 36/2009 tentang Kesehatan.
Menurut JPU, perbuatan terdakwa dapat memberikan peluang terjadi penjualan obat keras secara ilegal dan sangat merugikan kesehatan konsumen sebagai pemberat tuntutan.
Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya. Selain itu terdakwa masih menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah.
“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun dan denda sebesar Rp 5 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti tiga bulan kurungan,” tuntut JPU Dewa Nyoman Wira Yoga Adiputra, kemarin.
Menanggapi tuntutan JPU, terdakwa langsung menyampaikan pembelaan secara lisan. Ia mengiba pada majelis hakim diketuai Kony Hartanto untuk meminta keringanan hukuman.
“Yang Mulia, saya menyesal. Saya minta keringanan hukuman,” kata terdakwa. Hakim menanyakan alasan yang pantas untuk mendapat keringanan hukuman.
“Yang Mulia, saya masih menjadi tulang punggung keluarga,” ucapnya memelas. Putusan akan dibacakan pekan depan.
Terdakwa ditangkap oleh petugas gabungan dari Polda Bali dan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Denpasar, 16 November 2020 di Rumah Makan Cianjur Jalan Cok Agung Tresna Renon Denpasar.
Pil koplo berlogo Y di kalangan pemakai harganya sekitar Rp 3.500 per butir. Dengan harga yang murah itulah sasaran penyalahgunaan dari pil koplo mudah menyebar, termasuk ke kalangan pelajar.
Akibat jangka panjang dari penyalahgunaan obat keras dari senyawa trihexyphenidyl akan merusak sistem saraf pusat tubuh, dan merusak fungsi organ ginjal serta hati.