DENPASAR – Sehari sebelum Presiden Jokowi mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, Gubernur Bali Wayan Koster begitu semangat menyambut peraturan tersebut.
Bagi Koster, Perpres tersebut dapat memperkuat regulasi sekaligus untuk menata, memperkuat kearifan lokal di Bali yang bisa digeluti oleh masyarakat.
Bahkan, Koster mengatakan alam Bali yang dianugerahi pohon kelapa, enau(jaka), dan rontal (ental) ini, secara tradisional dapat menghasilkan tuak sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat setempat.
Kemudian, tuak ini juga bisa diproses menjadi berbagai potensi lainnya. Yakni menjadi gula, dan secara tradisional oleh masyarakat secara alami diproses menjadi arak Bali yang telah berkembang dari zaman ke zaman dan secara turun-temurun menjadi sumber penghidupan.
“Tetua kami di Bali menjadikan arak sebagai minuman yang menyehatkan kehidupannya dengan mengkonsumsi secara terbatas, bukan untuk mabuk,” katanya pada Senin kemarin (2/1).
Bahkan Koster menyatakan jadi sebelum berkebun, para tetua di Bali ini minum, mau tidur juga minum dengan takaran satu sloki atau setengah sloki. Itu orang akan menjadi sehat, yang tidak boleh itu mengkonsumsi secara bebas dan memperdagangkan secara bebas, sehingga mengakibatkan dampak negatif bagi masyarakat.
“Sehingga sekali lagi saya tegaskan, dengan hadirnya Perpres ini akan membuka pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) di masyarakat. Kami mengiginkan masyarakat dari hulu sampai di hilir dapat memanfaatkannya, sekaligus kami pandang untuk dapat memperkuat kearifan lokal kami di Bali yang bisa digeluti oleh masyarakat,” ujarnya.
Di sisi lain, juga melihat tidak adanya ketidaksinkronan, di mana Bali sebagai destinasi wisata, kebutuhan mirasnya cukup tinggi bagi wisatawan. Sekarang ini dengan produksi yang ada, tercatat 92 persen miras yang beredar di Bali itu import, dan hanya 8 persen yang diproduksi di masyarakat lokal Bali.
“Kan nggak benar ini, kemudian nilainya Rp 7 triliun dari bea cukainya saja, belum lagi segi omzetnya. Jadi untuk menghindari praktek ilegal yang mensusahkan masyarakat, maka hadirnya Perpres ini untuk memperkuat regulasi kami di daerah untuk menata, bukan membolehkan secara bebas. Apalagi arak dan brem di Bali dipakai juga untuk sarana upakara keagamaan dan kesehatan masyarakat,” akunya.
Mengenai penjualan arak Bali ini, Gubernur Koster menyatakan tidak boleh dijual secara bebas, seperti tidak boleh dijual ke sekolah dan tempat umum. Namun para petani arak Bali ini yang akan membuat koperasi, dan dijual ke koperasi.
Koster sebelumnya memang telah menerbitkan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Dalam kehidupan sehari-harinya, ia juga mengaku rutin minum arak setiap hari bukan dimanfaatkan untuk mabuk. Namun, Koster menceritakan setiap minum kopi selalu mencampur kopi dengan arak Bali setengah sloki. Atau oplosan arak-kopi. “Campuran kopi dan arak Bali ini membuat tubuh saya jadi sehat. Saya konsumsi setiap hari, tapi tidak untuk mabuk,” cerita pria kelahiran Desa Kuno di Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Namun gayung tak lagi disambut. Semua rencana seoalah luluh lantak. Hal ini dikarenakan Presiden Jokowi justru mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Kabar mengatakan, Jokowi mencabut kembali lampiran Perpres tersebut setelah bertemu sejumlah ulama dan tokoh agama serta pemerintah daerah. Lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras pun dicabut. Dalam kata lain, nasib para investor yang hendak menanamkan modal pun pupus.