33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:45 PM WIB

Efisiensi dan Gebrakan Hijau Pulau Dewata di Tol Bali Mandara

DENPASAR – Pulau Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata dunia. Jutaan orang sebelum pandemi Covid-19 menginjakkan kaki di Bali. Geliat pariwisata budaya yang ditawarkan pun menjadi tumpuan perekonomian di Bali. Bahkan, 65 persen warga Bali hidup dari dunia pariwisata ini.

 

 

Untuk menunjang infrastruktur sebagai akomodasi pariwisata di Bali, pemerintah di Bali membuat terobosan. Yakni, pada tahun 2012 silam, pemerintahan yang saat itu dipegang oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika membuat tol pertama di Bali yang membentang di atas laut. Tol tersebut diberinama Tol Bali Mandara.

 

 

Sempat ada wacana nama Tol Bali Mandara akan diubah menjadi Tol I Gusti Ngurah Rai pada tahun 2018 lalu. Mangku Pastika yang identik dengan tol ini pun tak mempermasalahkannya.

 

“Gak masalah kalau diganti nama. Yang masalah itu kalau tolnya dibongkar. Kalau ganti nama saja, tidak masalah,” ujar Pastika kepada radarbali.id dua tahun silam.

 

Pembangunan Tol yang dikerjakan selama delapan bulan untuk mengejar gelaran APEC di Bali ini memang tidak main-main. Tol yang membentang di atas permukaan laut sepanjang 12,7 km ini memiliki investasi sebesar Rp2,4 triliun dengan masa konsensi hingga tahun 2057.

 

 

Jalan Tol Bali Mandara ini memiliki 3 gerbang tol (Nusa Dua, Ngurah Rai, dan Benoa), 22 buah Gardu Tol Otomastis (GTO), 2 buah simpang susun (Benoa dan Ngurah Rai), dan 2 buah jembatan laluan  nelayan.

 

 

Gambarannya, jalan Tol Bali Mandara dioperasikan dengan sistem terbuka, yaitu pengguna jalan tol  bisa masuk dari gerbang tol manapun, kemudian membayar tol di gardu tol, dan bebas keluar ke tempat tujuan yang diinginkan.

 

Hingga saat ini, pembangunan Tol ini dinilai berhasil karena dapat memecah kemacetan di sejumlah titik di wilayah Badung dan Denpasar. Antaranya, mengurangi kemacetan dari Denpasar menuju pelabuhan Benoa, Bandara Ngurah Rai, kawasan wisata Indonesia Tourism Development Coporation (ITDC) Nusa Dua, kawasan Tanjung Benoa, Jimbaran, dan Uluwatu. 

 

 

Dapat diketahui juga, jalan Tol Bali Mandara dikelola oleh PT Jasamarga Bali Tol (JBT) yang merupakan Badan Usaha Jalan Tol berbentuk perseroan terbatas. Saham JBT dimiliki oleh tujuh BUMN dan Pemerintah Provinsi Bali, serta Pemerintah Kabupaten Badung. PT Jasa Marga Bali Tol termasuk sektor organisasi publik dengan jenis Quasi Profit Organization, yaitu setengah mencari laba dan  membantu pemerintah menyediakan barang untuk publik. 

 

Jika dilihat dari persentase saham Tol Bali Mandara menurut laporan tahunan JBT 2019 menyebutkan, PT Jasa Marga (Persero), Tbk memegang sahan 55,00 persen, PT Pelindo III (Persero) 17,58 persen, Pemerintah Provinsi Bali 8,01 persen, Pemerintah Kabupaten Badung 8,01 persen, PT Angkasa Pura (Persero) 8,00 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 0,40 persen dan sisanya masing-masing 1 persen PT Adhi Karya (Persero), PT Hutama Karya (Persero), PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero).

 

 

Dari tahun ke tahun,  perjalanan pengoperasian Tol ini ternyata tak semulus jalan aspalnya. Sebab, perusahaan ini masih tetap mengalami defisit. Bahkan, pendapatan rata – rata setiap tahunnya sebesar Rp 65 milyar, sementara biayanya mencapai Rp 91 milyar pertahun, sehingga menghasilkan defisit sebesar Rp 30 milyar setiap tahunnya.

 

 

Hal ini kemudian diperburuk dengan situasi Pandemi Covid-19. Sebab, hal ini sangat berdampak terhadap jumlah pengguna Jalan Tol Bali Mandara sebagai dampak tidak beraktivitasnya sektor pariwisata di Bali. Dari data dan informasi yang didapatkan melalui PT Jasamarga Bali Tol, jumlah pengguna jalan sebelum pandemi sekitar 50.000-55.000 kendaraan setiap bulannya, tetapi mengalami penurunan sekitar 5.000-10.000 kendaraan saat masa pandemi.

 

Penurunan pengguna jalan Tol Bali Mandara ini pun berimbas pada menurunnya pendapatan periode Januari-Juni tahun 2020. Dilihat dari laporan keuangan UnAudited PT Jasamarga Bali Tol, periode 30 Juni 2020, pendapatan perusahaan sebesar Rp 35.787.367,06. Jika dibandingkan  dengan pendapatan periode Januari-Juni 2019 yang sebesar Rp 66.068.561.792, maka pendapatan mengalami penurunan 45 persen.

 

Hal ini dibenarkan oleh Direktur Utama PT Jasa Marga Bali Tol, I Ketut Adiputra Karang. Ia bahkan mengatakan, penurunan rata-rata pada tahun 2020 kemarin sampai 70 persen per harinya. “Pada saat normal sebelum adanya pandemi Covid-19 di Indonesia, per hari arus lalu lintas di Jalan Tol Bali Mandara bisa mencapai 40 ribu sampai 45 ribu kendaraan. Selama pandemi, turun menjadi rata-rata sembilan ribu hingga 12 ribu kendaraan per harinya,” ujarnya saat dikonfirmasi radarbali.id (3/2).

 

Pun dikatakan adanya penurunan volume lalu lintas secara signifikan, namun Adiputra Karang memastikan aspek kenyamanan, keamanan dan kelancaran Jalan Tol Bali Mandara tetap sesuai standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan berlaku di seluruh jalan tol di Indonesia.

 

 

Hal ini dipastikannya karena seluruh sumber daya operasional seperti Mobile Customer Service, Patroli Jalan Raya (PJR), armada ambulans, rescue dan derek tetap disiagakan 24 jam. Para petugas operasional juga terus bersiaga dalam memberikan layanan yang optimal. Untuk mengantisipasi penyebaran virus Covid 19 ini pun, seluruh petugas melakukan upaya pencegahan dengan menerapkan protocol kesehatan yang super ketat.

 

Sebagai upaya korporasi mengahadapi tekanan keuangan di tengah pandemi Covid-19, Adiputra Karang mengatakan, sejumlah upaya efisiensi pun kini telah dilakukan. Di antaranya adalah menambah pendapatan usaha di bidang iklan dan penerapan green toll road seperti upaya membangun solar cell (sel surya).

 

 

“Untuk solarcell, kami melakukan kerja sama dengan PT Bukit Asam dan saat ini prosesnya sedang dilakukan studi uji kelayakan bisnis oleh LAPI ITB. Efisiensi ini dilakukan karena kami masih memiliki kewajiban untuk membayar bunga bank,”ujarnya.

 

 

Ya, solar cell sendiri dilakukan sebagai upaya untuk mendukung imbauan pemerintah Bali yang dipimpin oleh Gubernur Bali Wayan Koster sekarang. Koster sendiri memang telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih dan Pergub Bali Nomor 48 Tahun 2019 tentang Energi Bersih dan Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik berbasis Baterai untuk mewujudkan Pulau Bali yang bersih dan ramah lingkungan.

 

 

Hal ini sekaligus mengimplementasikan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

 

 

“Ini merupakan upaya Pemprov Bali dalam mewujudkan alam Bali yang bebas polusi. Visi untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya merupakan visi yang digali dari kearifan lokal Bali.  Di mana hidup harus semimbang, saling menghormati, mengasihi dan hidup harmonis dengan alam,” kata Koster beberapa waktu lalu.

 

Upaya ini juga sejalan dengan slogan baru yang dikeluarkan oleh Jasa Marga, yakni Green Toll Road. Bahkan, Tol Bali Mandara sendiri sebelumnya juga sudah mengeluarkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), yang tujuannya dapat membantu dan memudahkan masyarakat pemilik kendaraan listrik di Bali.

DENPASAR – Pulau Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata dunia. Jutaan orang sebelum pandemi Covid-19 menginjakkan kaki di Bali. Geliat pariwisata budaya yang ditawarkan pun menjadi tumpuan perekonomian di Bali. Bahkan, 65 persen warga Bali hidup dari dunia pariwisata ini.

 

 

Untuk menunjang infrastruktur sebagai akomodasi pariwisata di Bali, pemerintah di Bali membuat terobosan. Yakni, pada tahun 2012 silam, pemerintahan yang saat itu dipegang oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika membuat tol pertama di Bali yang membentang di atas laut. Tol tersebut diberinama Tol Bali Mandara.

 

 

Sempat ada wacana nama Tol Bali Mandara akan diubah menjadi Tol I Gusti Ngurah Rai pada tahun 2018 lalu. Mangku Pastika yang identik dengan tol ini pun tak mempermasalahkannya.

 

“Gak masalah kalau diganti nama. Yang masalah itu kalau tolnya dibongkar. Kalau ganti nama saja, tidak masalah,” ujar Pastika kepada radarbali.id dua tahun silam.

 

Pembangunan Tol yang dikerjakan selama delapan bulan untuk mengejar gelaran APEC di Bali ini memang tidak main-main. Tol yang membentang di atas permukaan laut sepanjang 12,7 km ini memiliki investasi sebesar Rp2,4 triliun dengan masa konsensi hingga tahun 2057.

 

 

Jalan Tol Bali Mandara ini memiliki 3 gerbang tol (Nusa Dua, Ngurah Rai, dan Benoa), 22 buah Gardu Tol Otomastis (GTO), 2 buah simpang susun (Benoa dan Ngurah Rai), dan 2 buah jembatan laluan  nelayan.

 

 

Gambarannya, jalan Tol Bali Mandara dioperasikan dengan sistem terbuka, yaitu pengguna jalan tol  bisa masuk dari gerbang tol manapun, kemudian membayar tol di gardu tol, dan bebas keluar ke tempat tujuan yang diinginkan.

 

Hingga saat ini, pembangunan Tol ini dinilai berhasil karena dapat memecah kemacetan di sejumlah titik di wilayah Badung dan Denpasar. Antaranya, mengurangi kemacetan dari Denpasar menuju pelabuhan Benoa, Bandara Ngurah Rai, kawasan wisata Indonesia Tourism Development Coporation (ITDC) Nusa Dua, kawasan Tanjung Benoa, Jimbaran, dan Uluwatu. 

 

 

Dapat diketahui juga, jalan Tol Bali Mandara dikelola oleh PT Jasamarga Bali Tol (JBT) yang merupakan Badan Usaha Jalan Tol berbentuk perseroan terbatas. Saham JBT dimiliki oleh tujuh BUMN dan Pemerintah Provinsi Bali, serta Pemerintah Kabupaten Badung. PT Jasa Marga Bali Tol termasuk sektor organisasi publik dengan jenis Quasi Profit Organization, yaitu setengah mencari laba dan  membantu pemerintah menyediakan barang untuk publik. 

 

Jika dilihat dari persentase saham Tol Bali Mandara menurut laporan tahunan JBT 2019 menyebutkan, PT Jasa Marga (Persero), Tbk memegang sahan 55,00 persen, PT Pelindo III (Persero) 17,58 persen, Pemerintah Provinsi Bali 8,01 persen, Pemerintah Kabupaten Badung 8,01 persen, PT Angkasa Pura (Persero) 8,00 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 0,40 persen dan sisanya masing-masing 1 persen PT Adhi Karya (Persero), PT Hutama Karya (Persero), PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero).

 

 

Dari tahun ke tahun,  perjalanan pengoperasian Tol ini ternyata tak semulus jalan aspalnya. Sebab, perusahaan ini masih tetap mengalami defisit. Bahkan, pendapatan rata – rata setiap tahunnya sebesar Rp 65 milyar, sementara biayanya mencapai Rp 91 milyar pertahun, sehingga menghasilkan defisit sebesar Rp 30 milyar setiap tahunnya.

 

 

Hal ini kemudian diperburuk dengan situasi Pandemi Covid-19. Sebab, hal ini sangat berdampak terhadap jumlah pengguna Jalan Tol Bali Mandara sebagai dampak tidak beraktivitasnya sektor pariwisata di Bali. Dari data dan informasi yang didapatkan melalui PT Jasamarga Bali Tol, jumlah pengguna jalan sebelum pandemi sekitar 50.000-55.000 kendaraan setiap bulannya, tetapi mengalami penurunan sekitar 5.000-10.000 kendaraan saat masa pandemi.

 

Penurunan pengguna jalan Tol Bali Mandara ini pun berimbas pada menurunnya pendapatan periode Januari-Juni tahun 2020. Dilihat dari laporan keuangan UnAudited PT Jasamarga Bali Tol, periode 30 Juni 2020, pendapatan perusahaan sebesar Rp 35.787.367,06. Jika dibandingkan  dengan pendapatan periode Januari-Juni 2019 yang sebesar Rp 66.068.561.792, maka pendapatan mengalami penurunan 45 persen.

 

Hal ini dibenarkan oleh Direktur Utama PT Jasa Marga Bali Tol, I Ketut Adiputra Karang. Ia bahkan mengatakan, penurunan rata-rata pada tahun 2020 kemarin sampai 70 persen per harinya. “Pada saat normal sebelum adanya pandemi Covid-19 di Indonesia, per hari arus lalu lintas di Jalan Tol Bali Mandara bisa mencapai 40 ribu sampai 45 ribu kendaraan. Selama pandemi, turun menjadi rata-rata sembilan ribu hingga 12 ribu kendaraan per harinya,” ujarnya saat dikonfirmasi radarbali.id (3/2).

 

Pun dikatakan adanya penurunan volume lalu lintas secara signifikan, namun Adiputra Karang memastikan aspek kenyamanan, keamanan dan kelancaran Jalan Tol Bali Mandara tetap sesuai standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan berlaku di seluruh jalan tol di Indonesia.

 

 

Hal ini dipastikannya karena seluruh sumber daya operasional seperti Mobile Customer Service, Patroli Jalan Raya (PJR), armada ambulans, rescue dan derek tetap disiagakan 24 jam. Para petugas operasional juga terus bersiaga dalam memberikan layanan yang optimal. Untuk mengantisipasi penyebaran virus Covid 19 ini pun, seluruh petugas melakukan upaya pencegahan dengan menerapkan protocol kesehatan yang super ketat.

 

Sebagai upaya korporasi mengahadapi tekanan keuangan di tengah pandemi Covid-19, Adiputra Karang mengatakan, sejumlah upaya efisiensi pun kini telah dilakukan. Di antaranya adalah menambah pendapatan usaha di bidang iklan dan penerapan green toll road seperti upaya membangun solar cell (sel surya).

 

 

“Untuk solarcell, kami melakukan kerja sama dengan PT Bukit Asam dan saat ini prosesnya sedang dilakukan studi uji kelayakan bisnis oleh LAPI ITB. Efisiensi ini dilakukan karena kami masih memiliki kewajiban untuk membayar bunga bank,”ujarnya.

 

 

Ya, solar cell sendiri dilakukan sebagai upaya untuk mendukung imbauan pemerintah Bali yang dipimpin oleh Gubernur Bali Wayan Koster sekarang. Koster sendiri memang telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih dan Pergub Bali Nomor 48 Tahun 2019 tentang Energi Bersih dan Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik berbasis Baterai untuk mewujudkan Pulau Bali yang bersih dan ramah lingkungan.

 

 

Hal ini sekaligus mengimplementasikan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

 

 

“Ini merupakan upaya Pemprov Bali dalam mewujudkan alam Bali yang bebas polusi. Visi untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya merupakan visi yang digali dari kearifan lokal Bali.  Di mana hidup harus semimbang, saling menghormati, mengasihi dan hidup harmonis dengan alam,” kata Koster beberapa waktu lalu.

 

Upaya ini juga sejalan dengan slogan baru yang dikeluarkan oleh Jasa Marga, yakni Green Toll Road. Bahkan, Tol Bali Mandara sendiri sebelumnya juga sudah mengeluarkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), yang tujuannya dapat membantu dan memudahkan masyarakat pemilik kendaraan listrik di Bali.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/