33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 14:49 PM WIB

Kadisperindag Bilang Koktail Tak Dilindungi Pergub, Akan Ditertibkan

AMLAPURA – Pembatalan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal tak menyurutkan niat Pemkab Karangasem dalam upaya perlindungan minuman tradisional arak dan tuak. Bahkan saat ini bersama Provinsi Bali pihaknya terus melakukan pembahasan terkait tata kelola minuman tradisional arak dan tuak mengacu Pergub Bali nomor 1 tahun 2020 tentang tata kelola minuman fermentasi atau Destilasi khas Bali.

 

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Karangasem, I Wayan Sutrisna mengungkapkan, upaya perlindungan terhadap produsen arak dan tuak ini sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Hingga akhirnya terbit Pergub nomor 1 tahun 2020 itu bagaimana mengatur tata kelola minuman tradisional Bali yang dibiat secara turun temurun.

 

“Sebenarnya disayangkan pembatalan Perpres itu, cuma kan upaya perlindungan terhadap arak, tuak dan brem tradisional ini tetap berjalan,” jelasnya dikonfirmasi Jumat (5/3).

 

Fokus yang dilakukan pemerintah saat ini terutama pada bidang peredarannya. Karena selama ini, tuak dan arak masih jadi anak tiri. Dia hanya diberikan ruang untuk mengkonsumsi di tempat-tempat tertentu seperti tempat hiburan dan juga bar.

 

Hanya saja, di tempat-tempat tersebut, konsumen arak masih sangat kecil karena kalah bersaing dengan minuman beralkohol jenis lain atau bahkan minuman fermentasi yang bukan arak tradisional. Meski diakui, ada beberapa distributor yang sudah mengantongi izin edar.

 

“Tapi itu kan sedikit sekali. Arak dan tuak ini di bar-bar jarang yang mengkonsumsi. Nah kami sedang mengarah kepada tata kelolanya ini agar bisa maksimal,” ujarnya.

 

Terutama pada persaingan. Pembuatan arak memiliki proses yang cukup panjang. Mulai dari penyadapan bahan baku berupa tuak, dilakukan pendiaman selama satu minggu hingga kemudian disuling untuk bisa menghasilkan arak tradisional.

 

“Mengacu dari Pergub itu minuman fermentasi seperti arak gula, cocktail (koktail) tidak masuk. Ini yang akan kami tertibkan. Kami akan stop peredarannya. Kaki ajak komunikasi dulu agar tidak lagi membuat minuman itu sehingga produksi arak tradisional lebih menggeliat yang berdampak pada ekonomi petani tuak dan produsen arak,” kata Sutrisna.

 

Disinggung pengaruh pembatalan Perpres, Sutrisna mengakui ada pengaruh. Hanya saja kecil. Kekecewaan pelaku usaha yang bergerak di bidang arak ini kecewa mengingat melalui Perpres itu tata edar lebih dipermudah yang berdampak pada pemasaran.

 

 

“Seharusnya dari Perpres ada pengeculian yang empat Provinsi termasuk Bali. Tidak lagi diberikan kesempatan daerah lain untuk mengajukan sehingga tidak terkesan melegalkan miras di beberapa daerah yang menimbulkan gejolak,” tandasnya.

AMLAPURA – Pembatalan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal tak menyurutkan niat Pemkab Karangasem dalam upaya perlindungan minuman tradisional arak dan tuak. Bahkan saat ini bersama Provinsi Bali pihaknya terus melakukan pembahasan terkait tata kelola minuman tradisional arak dan tuak mengacu Pergub Bali nomor 1 tahun 2020 tentang tata kelola minuman fermentasi atau Destilasi khas Bali.

 

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Karangasem, I Wayan Sutrisna mengungkapkan, upaya perlindungan terhadap produsen arak dan tuak ini sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Hingga akhirnya terbit Pergub nomor 1 tahun 2020 itu bagaimana mengatur tata kelola minuman tradisional Bali yang dibiat secara turun temurun.

 

“Sebenarnya disayangkan pembatalan Perpres itu, cuma kan upaya perlindungan terhadap arak, tuak dan brem tradisional ini tetap berjalan,” jelasnya dikonfirmasi Jumat (5/3).

 

Fokus yang dilakukan pemerintah saat ini terutama pada bidang peredarannya. Karena selama ini, tuak dan arak masih jadi anak tiri. Dia hanya diberikan ruang untuk mengkonsumsi di tempat-tempat tertentu seperti tempat hiburan dan juga bar.

 

Hanya saja, di tempat-tempat tersebut, konsumen arak masih sangat kecil karena kalah bersaing dengan minuman beralkohol jenis lain atau bahkan minuman fermentasi yang bukan arak tradisional. Meski diakui, ada beberapa distributor yang sudah mengantongi izin edar.

 

“Tapi itu kan sedikit sekali. Arak dan tuak ini di bar-bar jarang yang mengkonsumsi. Nah kami sedang mengarah kepada tata kelolanya ini agar bisa maksimal,” ujarnya.

 

Terutama pada persaingan. Pembuatan arak memiliki proses yang cukup panjang. Mulai dari penyadapan bahan baku berupa tuak, dilakukan pendiaman selama satu minggu hingga kemudian disuling untuk bisa menghasilkan arak tradisional.

 

“Mengacu dari Pergub itu minuman fermentasi seperti arak gula, cocktail (koktail) tidak masuk. Ini yang akan kami tertibkan. Kami akan stop peredarannya. Kaki ajak komunikasi dulu agar tidak lagi membuat minuman itu sehingga produksi arak tradisional lebih menggeliat yang berdampak pada ekonomi petani tuak dan produsen arak,” kata Sutrisna.

 

Disinggung pengaruh pembatalan Perpres, Sutrisna mengakui ada pengaruh. Hanya saja kecil. Kekecewaan pelaku usaha yang bergerak di bidang arak ini kecewa mengingat melalui Perpres itu tata edar lebih dipermudah yang berdampak pada pemasaran.

 

 

“Seharusnya dari Perpres ada pengeculian yang empat Provinsi termasuk Bali. Tidak lagi diberikan kesempatan daerah lain untuk mengajukan sehingga tidak terkesan melegalkan miras di beberapa daerah yang menimbulkan gejolak,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/