TABANAN – Dua calon I Ketut Sutama dan I Gusti Putu Arnawadi yang bersamaan mendaftarkan diri sebagai calon Bendesa Adat Bedha Minggu kemarin tampaknya perlahan-lahan membuka beberapa permasalahan yang terjadi di desa adat Bedha selama ini.
I Ketut Sutama menyatakan pihaknya sebenarnya menginginkan adanya regenerasi atau estafet kepemimpinan di Desa Adat Bedha yang meliputi 38 banjar adat. Sehingga dirinya mencalonkan diri. Selama ini sudah 15 tahun bendesa adat belum diganti.
“Dan yang penting keterbukaan dan transparansi pengelolaan keuangan di desa adat, karena Desa Adat Bedha memiliki dua badan usaha. Yakni LPD Desa dimana paling sehat dan terbesar di Tabanan dan krematorium desa adat,” ungkapnya.
Pengelolaan ini yang harus transparan. Krematorium Santa Graha laporan penghasilan pada Desember 2020 lalu telah mencapai Rp 8,6 miliar. Namun banjar dinas mendapat bagian hanya Rp 2,3 juta. Sementara pembagian lebih besar kpada pengelola kreamtorium.
“Nah ini yang saya inginkan pahpahan kepada banjar adat harus ditambah. Bukan kecil melainkan besar, karena mereka yang berjuangan dan menyetujui krematorium di bangun,” bebernya.
Begitu pula dengan pengelolan di LPD Desa. Harus banyak program digelontorkan yang menunjang modal dan perekonomian. LPD Desa Adat Bedha aset mencapai Rp 186 miliar dengan pendapatan setiap tahunnya Rp 5 miliar, namun karena pandemi hanya mencapai Rp 3 miliar.
“Kendati pandemi masih hidup LPD Desa, akan tetapi ini juga harus transparansi pengelolaan keuangannnya,” tandasnya.
Sementara itu I Gusti Putu Arnawadi meski telah mendaftar diri sebagaoi calon bendesa adat Bedha mengkritik perihal pembentukaan kepanitian pemilihan bendesa adat Bedha. Dia menyebut mestinya panitia pemilihan bendesa adat Bedha harus independent. Tidak orang yang berada dalam lingkungan kepengurusan bendesa adat.
Kedua masalah pararem dan regulasi proses pemilihan bendesa adat Bedha. Calon tidak diberikan jadwal atau waktu untuk sosialisasi diri di krama desa kepada seluruh pemegang hak suara kelian-kelian adat.
“Nah ini salah satu cacat kami sebagai calon. Jadi kedepan jika ada pemilihan calon Bendesa Adat Bedha aturan seperti harus ada,” ucapnya.
Tidak hanya itu dia Putu Arnawdi pun menyinggung soal masa jabatan bendesa adat. Jabatan bendesa adat sangat tidak mencerminkan proses regenerasi. Masa jabatannya sampai 5 periode.
Maka tidak ada ruang bagi generasi selanjutnya. Gimana ada cikal bakal pembentukan pemimpin di masa depan. Ini perlu menjadi perhatian.
“Jangan dimonopoli jabatan bendesa adatlah. Jangan sampai menunggu mati baru berhenti,” ungkapnya.
Dia juga menyatakan perihal pengelolaan LPD Desa Adat Bedha yang asetnya ratusan juta. Memang mememrlukan tata kelola manajemen professional dan SDM.
“Jangan LPD dipakai belajar manajemen. Saya tidak mencurigai, tapi aset pengelolaan LPD yang begitu besar harus dikelola hati-hati. Begitu pula juga krematorium Santa Graha pengelolaan harus transparan,” tandasnya.