MANGUPURA – “Aku lebih suka menjadi orang bodoh daripada kehilangan cinta. Dalam bodoh ku aku hidup. Dalam hidup tanpa cinta aku mati,” ucap Garin Nugroho
bersahutan-sahutan dalam Pentas teatrikal bersama penyair Warih Wisatsana, Pranita Dewi dan Ayu Laksmi di Pentas Teatrikal Puisi Bertajuk
Segalanya Cinta berdasarkan buku karya Garin Nugroho berjudul Adam, Hawa, dan Durian sebuah kumpulan puisi Cintanya, akhir pekan kemarin, di Ratu Restaurant, Jalan Poppies II, Kuta.
Garin Nugroho tak bertindak sebagai sutradara seperti biasanya, melainkan menjadi pemain yang disutradari oleh Legu Adi Wiguna, seniman Bali.
Gemerlap Kuta yang kini berubah menjadi sepi akibat pandemi, namun dengan bait-bait puisi Garin diharapkan mampu membangun gairah kampung turis itu.
Happy Salma membuka acara dengan membaca puisi Garin berjudul “Kulit Telur di Ujung Kaktus. Aktris seni peran dan pencinta sastra ini mampu membawa puisi yang paling panjang di Buku Garin setebal 120 halaman.
Garin Nugroho yang merupakan sutradara kenamaan Indonesia ini memang telah banyak menulis buku, dan ini buku puisi pertamanya merupakan catatan atau diarinya selama 40 tahun berkarya.
Ketua Panitia acara yang juga pemilik Ratu Restaurant , Tantri Kusuma, berharap dengan acara kesenian dan kebudayaan ini bisa menyulut pengusaha-pengusaha yang redup di Kuta.
Pihaknya mengaku tempatnya sangat terbuka untuk acara-acara sastra. “Saya ingin menyulut pengusaha yang ada di sekitar sini. Dihidupkan dengan kesenian kebudayaan,” terangnya.
“Yang penting mengajak kita bersemangat selain launching buku juga hari Film Nasional 30 Maret. Film Sastra dan puisi saling berhubungan.
Tapi, lebih penting dari itu jadi apapun lebih semangat. Kita mengalami pandemi, Kuta mati sebagainya buat acara ini keberanian
dengan protokol covid 19 untuk menghidupkan kembali harus hidup untuk kehidupan bersama,” ucap Garin saat diwawancarai.
Pria yang lahir 6 Juni 1961 ini sangat senang dari puisi-puisinya ini ditafsir bebas dan dibawakan dalam bentuk musikalisasi puisi sehingga diharapkan dapat memberikan kehidupan termasuk kondisi pandemi ini.
Garin mengatakan buku ini ditulis sejak tahun 1993 dalam perjalanan pembuatan film di tengah kerja. Sebuah puisi yang rileks, seperti catatan harian berupa puisi.
“Kan tahun ini 40 tahun berkarya,” ujar Alumnnus Fakultas Sinematografi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan selesai pada tahun 1985 dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Sutradara Kucumbu Tubuh Indahku ini sampai saat ini memiliki 15 buku harian. Ada berupa coret-coret skenario, puisi dan patung atau sket.
Buku Film berjumlah enam. Puisi menginspirasinya, terbukti menghasilkan film-filmnya sangat puitik karena itu bagian caranya kerja.
Saat ini Garin sibuk sebagai supervisi Film dari Mencari Siti Nurbaya dan film webseries. Satu karyanya yang berjudul A Perfect Fit mengambil lokasi syuting di Ubud dan sudah bisa dinikmati di platform Netflix.
“Mei – Juni ini akan ke Eropa untuk tur,” cetusnya. Kemudian, Juli ini dia akan produksi film horor berjudul Puisi Cinta Yang Membunuh yang juga judul dalam buku puisinya.
Ia menyebutkan kemungkinan yang akan membintangi film ini adalah Mawar Eva dan Ayu Laksmi. Acara tersebut dihadiri Rektor ISI Prof Wayan “Kun” Adnyana, penari Jasmine Okubo, dan Budayawan Jean Couteau.