RadarBali.com – Bagi yang pernah melintas di kawasan hutan Cekik Jalan Denpasar-Gilimanuk, tepatnya kiri jalan sebelum Pelabuhan Gilimanuk ada bangunan yang menjulang tinggi terlihat dari jalan raya. Tepat di pagar yang mengeliligi bangunana itu ada tulisan Monumen Operasi Lintas Laut Jawa-Bali.
Jika menengok ke dalam areal bangunan itu, disekitarnya ada dua buah tank, rudal dan dua bua ranjau laut. Tidak sedikit yang bertanya-tanya, bagunan apakah itu?
Pada saat upacara peringatan Operasi Lintas Laut Jawa-Bali, sejarah singkat hingga dibangun monumen itu dibacakan dihadapan para peserta upacara.
Begini sejarahnya seperti yang dibaca saat upacara peringatan di monumen? Peristiwa Operasi Lintas Laut Jawa – Bali sendiri berawal pada tanggal 3 April 1946 ketika sepasukan Tentara Keamanan Bagian Laut (TKR Laut) yang dikenal dengan Pasukan M di bawah pimpinan Kapten Laut Markadi dengan kekuatan 4 peleton bersiap – siap melaksanakan Operasi Lintas Laut Banyuwangi Bali.
Operasi Lintas Laut Banyuwangi Bali memiliki tujuan untuk melakukan konsolidasi dan mengatur penggabungan dengan para pemuda dan rakyat Bali yang pada saat itu Pulau Bali sudah di duduki Belanda.
Pasukan M berangkat dari pelabuhan Banyuwangi dengan 13 jukung dan 3 perahu mayang, pasukan M tersebut menuju pantai Candikusuma, Kecamatan Melaya, Jembrana.
Pasukan tersebut menggunakan pakaian musim dingin tentara Jepang hasil rampasan dan juga membawa senjata hasil rampasan Jepang.
Perahu mayang ditarik dengan kapal tunda, namun pukul 23.00 kapal tunda mengalami kerusakan mesin, dan menyebabkan terkatung katung di tengah laut.
Pada 4 April 1946 jam 06.00 tiba – tiba dari arah tenggara muncul kapal patroli Belanda yang besar. Kapten Laut Markadi langsung berinisiatif membuka seragam dan menyembunyikan senjata dengan maksud menyamar sebagai nelayan.
Ketika jarak sudah dekat komandan kapal Belanda memerintahkan “nelayan” Markadi untuk untuk melempar tali dengan maksud akan menarik kapal untuk dibawa ke pangkalan.
Ketika sudah mencapai jarak ideal, Kapten Markadi langsung memerintahkan pasukannya untuk menembak.
Saat terjadi pertempuran sengit, muncul kapal patroli lain yang mendekat dan pasukan M juga menghadang kapal kedua dengan senapan mesin berat sehingga kapal tersebut tidak bisa mendekat.
Kapal pertama yang di serang pun akhirnya terbakar dan tenggelam, Kapten Markadi pun memerintahkan kapal berputar halauan kembali menuju Banyuwangi.
Di malam harinya, Kapten Laut Markadi beserta pasukannya kembali naik perahu lagi dan berhasil mendarat di Pantai Klatakan Melaya.
Sesudah mendarat, pasukan langsung menyebrang jalan menuju Desa Peh untuk melakukan konsolidasi dan mengatur penggabungan dengan para pemuda dan rakyat Bali yang sudah dihubungi.
Pertempuran yang berlangsung tanggal 4 April 1946 tersebut berlangsung 15 menit, namun sudah cukup untuk berhasil mengalahkan musuh.