RadarBali.com – Setelah partai hidup mati kontra tuan rumah PSM Makassar di pekan ke-33, Bali United seharusnya bisa bernapas lega. Bisa menang 0-1 dan menjadi pemuncak klasemen sementara Liga 1.
Apalagi pertandingan kontra PSM begitu menguras emosi dan tenaga. Bahkan, dua pemain dan dua asisten pelatih harus menjadi korban kerusuhan yang terjadi usai kemenangan Bali United.
Wajar manajemen Bali United marah, kesal, dan geram setelah Komisi Disiplin (Komdis) PSSI mengeluarkan keputusan konyol: memberikan kemenangan walk out (WO) kepada Bhayangkara FC.
Dengan keputusan tersebut, Bhayangkara FC dinyatakan menang 0-3 atas Mitra Kukar di pekan ke-33 Liga 1 lalu.
Peluang Bhayangkara FC merengkuh juara Liga I pun lebih besar daripada Bali United, PSM Makassar maupun Madura United.
Keputusan kontroversial ini bermula ketika dimainkannya Mohammed Lamine Sissoko oleh Mitra Kukar yang dianggap PT LIB masih mendapat larangan bermain sebanyak dua kali.
Jelas ini adalah keputusan yang aneh. Keputusan ini dianggap sangat sepihak dan mencoba untuk memenangkan Bhayangkara FC secara paksa.
Mitra Kukar sendiri berupaya melakukan banding. Tapi, masalahnya adalah, apakah Mitra Kukar akan mendapatkan tekanan dari oknum-oknum tertentu agar banding tidak dilakukan? Ini yang menjadi pertanyaan besar.
Owner Bali United Pieter Tanuri pun sangat menyayangkan keputusan yang dibuat oleh Komdis PSSI. Menurutnya, keputusan tersebut sangat aneh.
“Ini keputusan yang sangat aneh kalau saya bilang. Apalagi ini di tengah persaingan yang ketat. Ada ketidakprofesionalan Komdis PSSI sewaktu mengambil keputusan. PT LIB juga,” tegas Pieter Tanuri kemarin.
“Ada oknum PT LIB dan Komdis PSSI yang “bermain” disini kalau menurut saya,” tambah Pieter Tanuri.
Kalau dilihat secara tidak langsung, bisa saja ada oknum yang ingin menghalalkan segala cara untuk bisa meraih gelar juara.