25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:07 AM WIB

Lilik: Karir Politik dan Jadi Ibu Harus Selaras

BULELENG, Radar Bali– Bali kental dengan budaya patriarki yang memandang laki-laki memiliki kedudukan istimewa dibanding perempuan. Sebagai ibu dari 4 anak, Ni Made Lilik Nurmiasih menyadari kondisi tersebut. Anggota Komisi III DPRD Buleleng ini menyadari wanita Bali, khususnya yang beragama Hindu diikat oleh segudang kewajiban adat di luar tugas sebagai ibu rumah tangga. Meski demikian, berkat negosiasi dari hati ke hati dengan sang suami, Made Lestara Widiatmika yang kini mengemban tugas sebagai Direktur Kredit Bank BPD Bali, karier politik Lilik kian moncer.

Selain duduk di Dewan Buleleng, Lilik juga dipercaya mengisi posisi Wakil Bendahara DPC PDIP Buleleng yang diketuai Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. Ditanyai apakah kini posisi wanita sudah benar-benar setara dengan laki-laki atau masih sekadar wacana, Lilik menjawab santun. “Menurut saya sudah. Contohnya saya. Perempuan bisa kok menjadi anggota dewan. Artinya sudah setara dengan laki-laki. Atas hal ini kita harus hormat pada perjuangan Raden Ajeng Kartini sehingga perempuan bisa berkiprah seperti sekarang,” ucapnya, Kamis (22/4) siang.

Menyikapi sistem adat Bali yang patriarki dan menempatkan laki-laki sebagai pihak yang relatif lebih diuntungkan dibanding wanita, Lilik menyebut dialektika alias kompromi dibutuhkan dalam sebuah keluarga. Di satu sisi adat harus dilestarikan dan di sisi lain perempuan mendapat kesempatan menuntut ilmu setinggi-tingginya sebagai bekal kelak hidup bersama keluarga pihak pria.

“Dibutuhkan kedewasaan untuk itu. Saya yakin seyakin-yakinnya tidak ada lagi perempuan Bali yang dilarang bersekolah. Nah, di sini penting bagaimana sebuah keluarga dibangun dengan kesadaran tinggi. Pendidikan seks sejak dini tak boleh dipandang tabu lagi. Melainkan harus dilihat sebagai upaya menyelamatkan si anak agar tidak terjerumus seks bebas yang berakhir pernikahan dini dan rapuhnya pondasi rumah tangga,” tegasnya.

 

Sebagai wanita karier, Lilik tetap menyadari kodrat seorang perempuan Bali. Kodrat tersebut tegasnya harus dilakoni dengan bijaksana. “Menurut saya tdak ada masalah karena umumnya perempuan Bali sifatnya Tut Wuri Handayani. Jadi bikin banten (sarana persembahyangan), majejaitan harus bisa, menyama braya lancar, jadi ibu rumah tangga, serta karier politik berjalan,” tandasnya. 

BULELENG, Radar Bali– Bali kental dengan budaya patriarki yang memandang laki-laki memiliki kedudukan istimewa dibanding perempuan. Sebagai ibu dari 4 anak, Ni Made Lilik Nurmiasih menyadari kondisi tersebut. Anggota Komisi III DPRD Buleleng ini menyadari wanita Bali, khususnya yang beragama Hindu diikat oleh segudang kewajiban adat di luar tugas sebagai ibu rumah tangga. Meski demikian, berkat negosiasi dari hati ke hati dengan sang suami, Made Lestara Widiatmika yang kini mengemban tugas sebagai Direktur Kredit Bank BPD Bali, karier politik Lilik kian moncer.

Selain duduk di Dewan Buleleng, Lilik juga dipercaya mengisi posisi Wakil Bendahara DPC PDIP Buleleng yang diketuai Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. Ditanyai apakah kini posisi wanita sudah benar-benar setara dengan laki-laki atau masih sekadar wacana, Lilik menjawab santun. “Menurut saya sudah. Contohnya saya. Perempuan bisa kok menjadi anggota dewan. Artinya sudah setara dengan laki-laki. Atas hal ini kita harus hormat pada perjuangan Raden Ajeng Kartini sehingga perempuan bisa berkiprah seperti sekarang,” ucapnya, Kamis (22/4) siang.

Menyikapi sistem adat Bali yang patriarki dan menempatkan laki-laki sebagai pihak yang relatif lebih diuntungkan dibanding wanita, Lilik menyebut dialektika alias kompromi dibutuhkan dalam sebuah keluarga. Di satu sisi adat harus dilestarikan dan di sisi lain perempuan mendapat kesempatan menuntut ilmu setinggi-tingginya sebagai bekal kelak hidup bersama keluarga pihak pria.

“Dibutuhkan kedewasaan untuk itu. Saya yakin seyakin-yakinnya tidak ada lagi perempuan Bali yang dilarang bersekolah. Nah, di sini penting bagaimana sebuah keluarga dibangun dengan kesadaran tinggi. Pendidikan seks sejak dini tak boleh dipandang tabu lagi. Melainkan harus dilihat sebagai upaya menyelamatkan si anak agar tidak terjerumus seks bebas yang berakhir pernikahan dini dan rapuhnya pondasi rumah tangga,” tegasnya.

 

Sebagai wanita karier, Lilik tetap menyadari kodrat seorang perempuan Bali. Kodrat tersebut tegasnya harus dilakoni dengan bijaksana. “Menurut saya tdak ada masalah karena umumnya perempuan Bali sifatnya Tut Wuri Handayani. Jadi bikin banten (sarana persembahyangan), majejaitan harus bisa, menyama braya lancar, jadi ibu rumah tangga, serta karier politik berjalan,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/