DENPASAR – Kesiapan Bali menghadapi potensi bencana tsunami patut dipertanyakan. Bagaimana tidak? Saat ini ada 153 desa di Bali yang berpotensi terdampak tsunami. Namun, jumlah sirine deteksi tsunami di Bali hanya 9 unit. Itu pun sebagian besar di daerah pariwisata Badung dan Denpasar.
Hal itu diungkapkan Sekretaris BPBD Provinsi Bali, Gede Teja. Diikatakan, jumlah sirine di Bali yang sudah terpasang hanya 9 sirine.
“Kami berharap ke depan bisa memiliki dan bisa menjangkau wilayah yang berada di zona bahaya. Sebab saat ini terdapat 153 desa di Bali kategori bahaya tsunami,” kata Teja di sela simulasi bencana gempa bumi dan tsunami serangkaian Hari Kesiapsiagaan Bencana tahun 2021 yang digelar UPTD Pusdalops dan BPBD Provinsi Bali Senin (26/4).
Dikatakan, hampir semua kabupaten di Bali (berpotensi terkena tsunami), kecuali di Bangli karena tidak ada pantai.
“Maka sementara diprioritaskan pada zona padat penduduk dan pariwisata terlebih dahulu,” tegasnya.
Dalam simulasi itu, adegan kepanikan tampak ketika gempa bumi yang berpotensi tsunami terjadi. Anggota dan pegawai Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali berlarian ke luar gedung, Senin (26/4). Ada yang menggotong rekannya yang terkena reruntuhan gedung akibat gempa.
Teja menambahkan 26 April adalah hari simulasi gempa bumi dan tsunami bagi wilayah Bali.
“Tanggal 26 ini kita rangkaian HKB latihan atau simulasi, dan menguji SOP gempa dan tsunami. Kita ujikan bagaimana respons operator, apakah mengikuti SOP, dan komunikasi dengan jejaring terutama kabupaten dan kota dalam menyebarkan peringatan dini seluasnya kepada masyarakat dalam dapat respon darurat,” ujarnya.
Ia menyebutkan Bali memiliki kerawanan tsunami yang sama dengan wilayah lain. Salah satu yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan, dan terus berlatih.
“Mudah-mudahan tidak gagap kalau terjadi bencana. Sebab potensi bisa terjadi di Bali. Maka masyarakat secara rutin selalu dilakukan sosialisasi, bukan pemerintah saja, tapi banyak komponen masyarakat, desa-desa termasuk program kesiapsiagaan,” sambungnya.
Dalam simulasi kali ini pihaknya menguji ada SOP dalam peringatan dini tsunami. Yaitu status waspada, siaga maupun awas. Jika dulu hanya disimulasikan pada level siaga dan awas, namun sekarang diuji semua level. Begitu juga ada peringatan tsunami, untuk mengurangi risiko maka disimulasikan dalam skenario terburuk.
Menurut Kepala Pelaksana BPBD Bali I Made Rentin, tujuan dari uji SOP gempa bumi dan tsunami ini adalah untuk meningkatkan pemahaman teknis terkait SOP informasi gempa bumi dan tsunami pada lingkup operator dan pengambil kebijakan UPTD Pusdalops serta BPBD Provinsi Bali.
Dalam kesempatan itu, Rentin juga menjelaskan, melalui Warning Receiver System (WSR) New Generation untuk selanjutnya diuji coba di BPBD Kabupaten/Kota se-Bali sesuai skenario yang ditentukan.
“Diharapkan pemahaman SOP gempa bumi dan tsunami di setiap instansi akan memperkuat kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana di Provinsi Bali,” jelasnya.