DENPASAR – Praktisi hukum, I Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H., mempertanyakan tranparansi terkait penggalian dana melalui selebaran kupon yang dilakukan oleh Badan Dana Punia Hindu Nasional (Yayasan Punia Hindu Indonesia). Kata dia, kupon itu ditujukan kepada instansi-instansi pemerintah di Bali dengan nilai kupon Rp10 ribu per lembar.
Menurut dia, penggalian dana melalui sebaran kupon ini berlangsung sejak tahun 2004. Dana yang sudah terkumpul sejak tahun 2004 itu diperkirakan terkumpul sekitar Rp 141 miliar lebih.
“Bila ada pihak-pihak tertentu apalagi sebuah Yayasan yang akan melakukan penggalian dana maka harus mendapatkan izin sebagaimana diamanatkan UU Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan Uang atau Barang,” katanya, Selasa (4/5/2021).
Lanjut dia, selain itu juga harus memenuhi sebagaimana diamanatkan PP 29 Tahun 1980 Tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Dijelaskannya, dalam UU nomor 9 Tahun 1961 disebutkan bahwa Pengumpulan uang atau barang dalam UU 9/1961 memiliki makna yang sama dengan pengumpulan sumbangan yang berarti setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerohanian, kejasmanian, pendidikan dan bidang kebudayaan.
Pejabat yang berwenang memberikan izin sebagaimana dimaksud UU 9 Tahun 1961 adalah Kementrian Sosial apabila pengumpulan itu diselenggarakan dalam seluruh wilayah negara atau melampui daerah tingkat I (provinsi) atau untuk menyelenggarakan/membantu suatu usaha sosial di luar negeri. Sedangkan ijin dari Gubernur diperlukan apabila pengumpulan itu diselenggarakan di dalam seluruh wilayahnya yang melampui suatu daerah tingkat II (kota/kabupaten) dalam wilayah daerah tingkat I yang bersangkutan.
Praktisi hukum yang biasa disapa Jero Ong ini menambahkan, dugaan praktik pungutan liar berkedok dana punia ini harus diusut tuntas oleh aparat penegak hukum dan siapapun yang terlibat didalamnya harus diperiksa.
“Termasuk Anggota DPD RI Arya Wedakarna yang diduga sebagai inisiator penggalian dana ini. Saya berharap Aparat Penegak Hukum mengambil langkah cepat untuk memproses kasus dugaan pungli ini dan bila memang ada dugaan terkait dengan pencucian uang harus juga diproses ke TPPU sehingga uang yang selama ini didapatkan dari penggalian dana ini dapat diusut tuntas. Jadi karena kupon dana punia Badan Dana Punia Hindu Nasional (BDPHN) ini juga mengatasnamakan Yayasan yakni Yayasan Punia Hindu Indonesia maka semua organ Yayasan yang terlibat harus diusut tuntas dan bila mereka tidak dapat mempertanggungjawabkan keuangan Yayasan ini maka bisa dijerat ke Pasal 5 junto Pasal 70 UU Yayasan,” pungkasnya.
Terkait komentar prakatisi hukum ini, Arya Wedakarna pun angkat bicara. Dijelaskannya bahwa memang benar jika dirinya merupakan pendiri dan penasihat Badan Punia Hindu tersebut. Dijelaskannya, bahwa saat ini, yayasan yang didirikan sejak tahun 2004 silam ini dijalankan oleh anak muda Hindu. AWK juga mengatakan tidak ada penyimpangan penyaluran dana punia seperti yang dirahkan ke yayasan tersebut.
“Bisa diperiksa, bahwa laporan dana Punia itu sudah dimuat di majalah Hindu Raditya sejak tahun 2005. Jadi, LPJ-nya sudah sangat transparan. Kemudian sudah diberikan langsung kepada para donatur kita. Dan landasan hukumnya sah. Itu kan landasannya sesuai dengan yayasan. Jadi setiap warga negara Indonesia berhak untuk berbuat sosial. Dari Kementrian Hukum dan HAM landasannya ada. Dan juga terdaftar di Direktoral Jendral Hindu di Kementrian Agama,” terang AWK saat dikonfirmasi, Selasa (4/5/2021) sore.
Lanjut dia, bahwa dalam yayasan ini, AWK hanya berposisi sebagai penasihat. Bukan pimpinan lembaga. Yayasan itu juga ditegaskannya memiliki badan hukum yang sah dengan akta notaris sesuai dengan keputusan Menteri Hukum.
Yayasan itu juga memiliki NPWP dan taat bayar pajak dan melaporkan pajak. “Terkait dana punia, semua sudah ada izinnya dari dinas penanaman mod dan pelayanan terpadu satu pintu Provinsi Bali (DPMPTSP) SK terlampir. Mendirikan yayasan dgn misi sosial adalah hak WNI Dan khusus beasiswa S1 bekerja sama dengan The Sukarno Center pimpinan Ibu Sukmawati Sukarno,” lanjutnya.
Ditegaskannya, terkait dengan gerakan dana Punia Hindu Nasional menurut dia tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena itu hal yang legal.
“Tolong itu diralat bahwa Arya Wedakarna juga termasuk donatur. Donatur saya. Sekarang ini kan karena saya menjadi pejabat negara, saya tidak boleh terlibat dengan yayasan. Justru saya menyumbangkan uang saya ke badan dana Punia Hindu nasional. Semua laporan pertanggungjawaban ya sudah bisa diakses kok sejak tahun 2005 itu. Bisa dibeli saja majalah hindu raditya itu di Gramedia. Ada kok laporannya semua setiap bulan. Rutin itu. Dari awal saya memang menegaskan transparansi. Kami juga menolong, beasiswa, fokus kepada Pura-Pura. Dan nolong orang sakit. Kami juga punya instagram. Semuanya terbuka,” tegasnya.
Terkait adanya penyebutan soal pengelolaan dana punianya tidak transparan, AWK mengatakan jika tuduhan itu tidak benar. “Tuduhan itu tidak benar. Tidak berdasar. Kalau mau periksa, silakan periksa di dinas perijinan di Denpasar dan dinas perijinan di Bali terkait mengenai pungutan itu. Yang pertama itu ada surat tanda pendaftaran dari dinas penanaman modal dan PTSP kota Denpasar. Jadi untuk masalah bulan dana Punia itu ada juga. Dan memang ada ijinnya semua. Sebagai penasihat, saya juga sebagai donatur. Bahkan donatur terbesar itu adalah AWK. termasuk memberikan beasiswa itu. Dan sucses storynya ada loh,” imbuhnya.
AWK mengaku telah memberikan beasiswa pendidikan dari tingkat SD hingga kuliah. “Saya mau bagi rejeki kemana-mana kok malah diprotes. Kan aneh gitu loh. Sebaiknya yang protes itu introspeksi diri deh apa yang dilakukan. Ini sah saja kok sebagai warga negara Indonesia punya yayasan sah saja. Dilindungi undang-undang semua. Dan ini legal semua. Jadi saya gak menanggapi semua tuduhan-tuduhan itu,” tandasnya.