GIANYAR – Saat sejumlah Kabupaten di Bali memiliki nama ibu kota, ibu kota Gianyar tetap Gianyar. Hal itu ditegaskan Bupati Made Mahayastra kemarin.
Yang terpenting dilakukan adalah mengukir prestasi dan membangun daerah. “Ibu kota Gianyar sudah Gianyar. Tetap Gianyar. Itu sejarah,” tegas Bupati Mahayastra kemarin.
Yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat adalah bagaimana mempopulerkan bahwa ibu kota Gianyar layak dikunjungi.
“Kota pusaka, ibu kota kuliner, kota kebudayaan. Kota ramah anak, kota bagi keluarga. Itu aja yang penting,” ujarnya.
Menurut bupati asal Kecamatan Payangan itu, nama Gianyar tidak perlu dirubah lagi. “Kalau namanya nggak usah,” katanya.
Apabila Gianyar tidak memenuhi kriteria kota ramah anak, kota kuliner dan sebagainya yang disebutkan tadi, dianggap tidak ada kegunaan perubahan nama.
“Berubah seribu kali pun nama, kalau tidak ada perubahan seperti saya bilang tadi, kan nggak ada gunanya,” pungkasnya.
Pada situs resmi Kabupaten Gianyar. Sejarah Kota Gianyar ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar No.9 tahun 2004 tanggal 2 April 2004 tentang Hari Jadi Kota Gianyar.
Dalam situs itu disebutkan sejarah Gianyar telah berlangsung dua seperempat abad lebih, tempatnya 245 tahun yang lalu.
Tepat tanggal 19 April 1771, ketika Gianyar dipilih menjadi nama sebuah keraton atau Puri Agung oleh Ida Dewa Manggis Sakti.
Semenjak itu sebuah kerajaan yang berdaulat dan otonom telah lahir serta ikut pentas dalam percaturan kekuasaan kerajaan di Bali.
Hingga era Hindia Belanda menguasai seluruh pulau Bali. Dinamika sejarah yang panjang tersebut, hingga kini nama Gianyar tetap digunakan.
Sekedar diketahui, sejak tahun 1950 sampai sekarang, hampir lima dasawarsa lebih telah tercatat ada sebelas orang Kepala Pemerintahan/Bupati yang sempat memimpin Gianyar.