27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 0:15 AM WIB

Ekonomi Lesu, Tradisi Mesuryak Tetap Meriah

RadarBali.com – Kondisi perekonomian yang masih lesu tak menyurutkan semangat warga Banjar Bongan Gede, Desa Bongan, Tabanan melestarikan tradisi mesuryak yang digelar setiap Hari Raya Kuningan, Sabtu (11/11).

Warga bersorak penuh suka cita ketika menghantarkan roh leluhur kembali ke alam lain. “Tetap kami selenggarakan, karena ini tradisi turun-temurun,” jelas Kelihan Adat Banjar Bongan Gede, I Nyoman Parwata di sela mesuryak.

Dia menjelaskan, dalam keyakinan masyarakat setempat, termasuk Hindu Bali pada umumnya, saat Hari Raya Galungan roh leluhur datang ke rumah masing-masing.

Setelah diam selama 10 hari, roh leluhur kembali diantar ke suarga loka saat Hari Raya Kuningan. Bedanya dengan daerah lain, di Banjar Bongan Gede, proses menganyar roh leluhur ini dibumbui dengan tradisi mesuryak.

Yakni bersorak seraya melemparkan uang sehingga menjadi rebutan warga. “Kami antar dengan suka cita bergembira dengan bersorak sambil melemparkan uang ke udara yang diperebutkan banyak orang,” kata Parwata.

Menurut Parwata, tidak ada patokan nominal uang yang disebar saat mesuryak. Disesuaikan  dengan kemampuan masing-masing keluarga.

Biasanya, kata Parwata, semakin kondisi ekonomi keluarga itu bagus, maka uang yang dipakai dalam mesuryak  semakin banyak.

Mesuryak biasanya digelar dari pagi, dan maksimal sebelum tengah hari. Kata dia, tidak boleh lewat tengah hari. Biasanya antara pukul 09.00 sampai 11.00.

Sebelah digelar mesuryak, warga bersembahyang di sanggah atau merajan masing-masing rumah. Selanjutnya mereka bersembahyang bersama warga lain di Pura Dalem Kahyangan Tiga.

Selesai dari Kahyangan Tiga, warga kembali ke rumah masing-masing untuk bersembahyang di sanggah atau merajan di rumah masing-masing.

“Setelah bersembahyang di sanggah atau merajan masing-masing, banten, sesajen termasuk simbol duwata (leluhur), dibawa ke pinggir jalan, depan pintu gerbang  rumah.

Di sana, tetua atau pemangku melantunkan doa dan puja-puji. Kalau sudah selesai, maka langsung dimulai mesuryak,” terangnya.

Warga pun dengan suka cita melemparkan uang logam maupun kertas dari seribuan sampai pecahan Rp 100 ribu.

Sebagian lain dari laki-laki dewasa, hingga anak-anak serta kaum perempuan. Bila ditotal, bisa mencapai puluhan juta rupiah. 

RadarBali.com – Kondisi perekonomian yang masih lesu tak menyurutkan semangat warga Banjar Bongan Gede, Desa Bongan, Tabanan melestarikan tradisi mesuryak yang digelar setiap Hari Raya Kuningan, Sabtu (11/11).

Warga bersorak penuh suka cita ketika menghantarkan roh leluhur kembali ke alam lain. “Tetap kami selenggarakan, karena ini tradisi turun-temurun,” jelas Kelihan Adat Banjar Bongan Gede, I Nyoman Parwata di sela mesuryak.

Dia menjelaskan, dalam keyakinan masyarakat setempat, termasuk Hindu Bali pada umumnya, saat Hari Raya Galungan roh leluhur datang ke rumah masing-masing.

Setelah diam selama 10 hari, roh leluhur kembali diantar ke suarga loka saat Hari Raya Kuningan. Bedanya dengan daerah lain, di Banjar Bongan Gede, proses menganyar roh leluhur ini dibumbui dengan tradisi mesuryak.

Yakni bersorak seraya melemparkan uang sehingga menjadi rebutan warga. “Kami antar dengan suka cita bergembira dengan bersorak sambil melemparkan uang ke udara yang diperebutkan banyak orang,” kata Parwata.

Menurut Parwata, tidak ada patokan nominal uang yang disebar saat mesuryak. Disesuaikan  dengan kemampuan masing-masing keluarga.

Biasanya, kata Parwata, semakin kondisi ekonomi keluarga itu bagus, maka uang yang dipakai dalam mesuryak  semakin banyak.

Mesuryak biasanya digelar dari pagi, dan maksimal sebelum tengah hari. Kata dia, tidak boleh lewat tengah hari. Biasanya antara pukul 09.00 sampai 11.00.

Sebelah digelar mesuryak, warga bersembahyang di sanggah atau merajan masing-masing rumah. Selanjutnya mereka bersembahyang bersama warga lain di Pura Dalem Kahyangan Tiga.

Selesai dari Kahyangan Tiga, warga kembali ke rumah masing-masing untuk bersembahyang di sanggah atau merajan di rumah masing-masing.

“Setelah bersembahyang di sanggah atau merajan masing-masing, banten, sesajen termasuk simbol duwata (leluhur), dibawa ke pinggir jalan, depan pintu gerbang  rumah.

Di sana, tetua atau pemangku melantunkan doa dan puja-puji. Kalau sudah selesai, maka langsung dimulai mesuryak,” terangnya.

Warga pun dengan suka cita melemparkan uang logam maupun kertas dari seribuan sampai pecahan Rp 100 ribu.

Sebagian lain dari laki-laki dewasa, hingga anak-anak serta kaum perempuan. Bila ditotal, bisa mencapai puluhan juta rupiah. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/