MANGUPURA – Program produktif berupa masyarakat tanam cabe (Matanabe) yang digagas Dinas Pertanian dan Pangan Badung untuk mengantisipasi gejolak kenaikan harga cabai dihentikan. Pasalnya, keuangan Badung “bangkrut”.
Kadis Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, Wayan Wijana tak menampik perihal program matanabe dihentikan sementara karena keterbatasan anggaran. Namun pihaknya berupaya mencari dana CSR untuk mendanai program tersebut.
“Harapan kami masyarakat bisa melanjutkan secara mandiri untuk ketahanan pangan keluarga,” beber Wijana dikonfirmasi, Kamis (27/5).
Menurutnya, program Matanabe juga tidak dianggarkan dalam APBD Badung lantaran tidak memiliki rumah dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
“Kami tidak menggarkan, karena belum ada rumahnya dalam SIPD. Kami akan coba dari sumber lain seperti CSR atau kerja sama dengan desa melalui APBDES,” terang Mantan Kabag Organisasi ini.
Menurutnya, program Manatabe sendiri dibuat guna mengantisipasi gejolak harga cabai akibat turunnya produksi dan lemahnya alur distribusi. Sebab, salah satu permasalahan klasik yang dihadapi setiap tahun adalah adanya gejolak harga cabai yang merugikan petani dan memberatkan masyarakat.
“Berbagai upaya telah kami lakukan melalui kegiatan pengembangan hortikultura dan pengaturan pola tanam. Namun, hal itu belum mampu mengatasi masalah fluktuasi harga cabai tersebut karena faktor produksi dan distribusi,” jelasnya.
Melalui kegiatan tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan lahan pekarangan minimal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan menanam cabai, tomat, terong, sayuran dan sebagainya.
Seperti diketahui, Desa Adat Dalung, Kecamatan Kuta Utara dan beberapa sekolah dipilih sebagai uji coba percontohan program Matanabe. Sebab, Dalung merupakan daerah transisi perdesaan dan perkotaan yang berkembang pesat sangat ideal untuk pengembangan urban farming.
Di Dalung, masing-masing kepala keluarga (KK) diberikan bantuan bibit cabai dan pupuk sebagai stimulus. Mereka juga akan didampingi para penyuluh pertanian.