AMLAPURA – Peredaran Narkotikan dan Obat-obatan (Narkoba) di wilayah Kabupaten Karangasem mengalami peningkatan di masa pandemi covid-19. Hal itu dipaparkan Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Karangasem saat menggelar kegiatan Rapat Kerja Program Pemberdayaa Masyarakat Anti Narkoba yang berlangsung di Villa Taman Surgawi, Ujung Pesisi Karangasem, Kamis (27/5).
Plt Kepala BNNK Karangasem, Kompol Anak Agung Gde Mudita mengakui hal tersebut. Data yang didapat dari Polres Karangasem, penyalahgunaan narkotika semakin meningkat. Pada tahun 2019, jumlah penyalahgunaan narkotika di Karangasem mencapai 12 kasus. Di masa pandemi yakni pada tahun 2020 menigkat menjadi 15 kasus, sementara di tahun 2021 terhitung hingga bulan Mei, angka kasus narkoba di Karangasem sudah mencapai 18 kasus.
“Itu kebanyakan sabu dan ganja. Jangan salah, ternyata di masa pandemi yang kebanyakan orang susah mendapat penghasilan justru mengalami peningkatan kasus,” terangnya.
Hal tersebut terjadi lantaran adanya beberapa kemungkinan. Ketika di masa pandemi yang lebih banyak berdiam diri di rumah, dan dipicu kejenuhan karena kehilangan pekerjaan membuat orang tersebut memilih narkoba sebagai alternatif untuk mengurangi kebosanan ataupun stress.
“Mungkin ada uang sisa yang pas dia kerja itu dipakai. Atau yang saat ini masih kerja dan memilih membeli narkoba. Karena sangat murah. Untuk paket hemat dengan berat 0,2 gram harganya antara Rp250 sampai 300 ribu. Itu bisa patungan dipakai empat sampai lima orang. Jadi saat pandemi memang ada peningkatan baik pengguna maupun kasusnya,” jelasnya.
Lebih lanjut Agung mengatakan, jenis narkoba yang paling banyak beredar adalah narkoba jenis sabu. Jenis ini digemari dari kalangan atas sampai kalangan kelas bawah. “Pemakainya itu ada buruh angkut, buruh kasar dan lainnya. Karena mereka beralasan supaya kuat,” paparnya.
Disinggung soal daerah rawan peredaran narkoba di Karangasem, mantan Wakapolres Klungkung ini dengan lantang menyebut wilayah pesisir. Seperti pelabuhan rakyat maupun pelabuhan penumpang seperti pelabuhan Padangbai, Jemeluk dan wilayah pesisir lainnya. Daerah ini menjadi tempat masuk dan keluarnya narkoba di Bali.
Seperti di wilayah Gili Terawangan, Lombok, di masa pandemi daerah tersebut kerap menjadi tujuan WNA yang tinggal di Bali untuk menggelar pesta narkoba. Karena Gili Terawangan masih dianggap zona aman penggunaan narkoba.
“Upaya kami baik kami provinsi dan kabupaten membuat jaringan di sana. Menaruh orang kepercayaan untuk memberkan informasi celah keluar masuknya narkotika ini,” tegasnya.
Begitu juga dengan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang sudah menjadi buah bibir banyaknya peredaran narkoba di dalam Lapas. Untuk iti, pihak BNNK Karangasem terus berkolaborasi dengan pihak Lapas Karangasem dalam mengurangi peredaran narkoba yang dikendalikan di dalam Lapas.
Misalnya berupa sweeping warga binaan, dan lainnya. Karena menurutnya, selama alat komunikasi masih bisa masuk ke dalam Lapas, pemberantasan narkoba akan sangat sulit dibasmi.
“Kami bersama-sama pihak Lapas untuk mengurangi image lapas sebagai sarangnya narkotika. Karena semasih HP bisa masuk di Lapas tidak akan memutus peredaran narkotika, walapun apapun tindakan kami, kami angkat tangan. Makanya kami megimbau lapas agar lebih sering lagi melakukan sweeping terhadap warga binaan yang ada di Lapas,” jelas Agung.
Upaya yanng dilakukan BNNK Karangasem untuk menekan peredara narkotikan di Karangasem yakni dengan gencar melakuka sosialisasi. Misalnya menyasar sekaa truna truni, sekolah-sekolah, banjar-banjar dan lainnya.
“Memang kalau meniadakan narkotika itu sangat sulit, minimal mengurrangi degan langkah sosialisai tentang bahaya narkoba maupun membagikan kegiatan-kegiatan kami di Karangasem,” tandasnya.