25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:02 AM WIB

Marak Peredaran Arak Berbahan Gula, Sutrisna: Ini yang Bikin Masalah!

AMLAPURA – Arak Bali saat ini sedang diperjuangkan keberadaannya. Namun sayang, masih banyak oknum yang ditemukan menjual arak yang berbahan gula.

Hal tersebut diungkap Kadisperindag Karangasem Wayan Sutrisna saat turun ke pengepul dan produsen arak di Sidemen, kemarin (28/5).

Tim Disperindag Karangasem turun bersama tim dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali dan Karangasem,

Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) TMP A Bea Cukai Denpasar, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali dan Kabupaten Karangasem.

Pihaknya juga melibatkan unsur Pol PP dan kepolisian untuk turun melakukan pembinaan terhadap petani dan pengepul arak di Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.

Sutrisna mengatakan, fakta dilapangan memperlihatkan bahwa jenis arak khas tradisional posisinya makin terdesak oleh arak berbahan gula yang diproduksi secara besar-besaran.

Bahkan ia menyebut, perbandingannya bisa berkisar 90 : 10 (90 arak berbahan gula, 10 persen arak tradisional yang berbahan tuak (nira) dari pohon kelapa).

Hal ini selain merugikan petani, peredaran arak berbahan gula ini sangat berbahaya bagi konsumen bila dikonsumsi dalam jangka panjang karena kandungan gulanya yang tinggi dan juga ada unsur metanol.

“Dalam pembuatannya, ada campuran permifan, proses destilasinya juga mengkhawatirkan,” sebut Sutrisna.

Peredaran arak berbahan gula ini menurutnya tidak dilindungi Pergub 1/2020 sehingga perlu dilakukan upaya edukasi dan pembinaan secara intensif.

Jika dibiarkan, dia khawatir dapat merusak citra arak khas Bali yang telah diwariskan secara turun temurun. “Bayangkan kalau itu dikonsumsi tamu dan menimbulkan masalah,” tandasnya

Diketahui, potensi arak di wilayah Sidemen begitu besar, dengan jumlah produsen arak mencapai 665 perajin.

Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya masih memproduksi arak berbahan gula yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Kepala Seksi Industri Agro Disperindag Bali I Dewa Agung Purnama menambahkan, selain pembinaan dan edukasi, pihaknya melakukan peninjauan juga untuk melihat langsung alat destilasi yang digunakan oleh produsen arak.

Karena, Pemprov Bali mengalokasikan anggaran untuk bantuan alat destilasi sebagai upaya untuk mendorong kemajuan industri arak tradisional. 

Dalam peninjauan, Tim Terpadu menyambangi kediaman Ni Wayan Rinten, pengepul arak di Banjar Delod Yeh Tengah, Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen.

Kepada tim yang turun ke lapangan, perempuan paruh baya itu mengaku membeli arak dari para petani yang memproduksi arak di kawasan perbukitan.

Tim menyarankan Wayan Rinten berkonsultasi mengenai kemungkinan membentuk koperasi mengingat jumlah petani yang menyuplai arak kepadanya sudah mencapai puluhan orang.

Dengan membentuk koperasi, Rinten nantinya akan lebih mudah mengurus ijin edar. Masih di Banjar Delod Yeh Tengah, tim juga meninjau tempat produksi arak milik Wayan Suweden.

Dengan alat destilasi sederhana, usaha keluarga ini memproduksi arak dari bahan baku tuak (nira) yang dibeli dari para petani.

Dari 120 liter tuak, Suweden dalam memproduksi 14 liter arak dengan keuntungan yang tidak seberapa.

Dari hasil peninjauan, tim mencatat sejumlah hal yang perlu diperhatikan produsen dan pengepul arak, salah satunya adalah kebersihan. 

AMLAPURA – Arak Bali saat ini sedang diperjuangkan keberadaannya. Namun sayang, masih banyak oknum yang ditemukan menjual arak yang berbahan gula.

Hal tersebut diungkap Kadisperindag Karangasem Wayan Sutrisna saat turun ke pengepul dan produsen arak di Sidemen, kemarin (28/5).

Tim Disperindag Karangasem turun bersama tim dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali dan Karangasem,

Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) TMP A Bea Cukai Denpasar, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali dan Kabupaten Karangasem.

Pihaknya juga melibatkan unsur Pol PP dan kepolisian untuk turun melakukan pembinaan terhadap petani dan pengepul arak di Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.

Sutrisna mengatakan, fakta dilapangan memperlihatkan bahwa jenis arak khas tradisional posisinya makin terdesak oleh arak berbahan gula yang diproduksi secara besar-besaran.

Bahkan ia menyebut, perbandingannya bisa berkisar 90 : 10 (90 arak berbahan gula, 10 persen arak tradisional yang berbahan tuak (nira) dari pohon kelapa).

Hal ini selain merugikan petani, peredaran arak berbahan gula ini sangat berbahaya bagi konsumen bila dikonsumsi dalam jangka panjang karena kandungan gulanya yang tinggi dan juga ada unsur metanol.

“Dalam pembuatannya, ada campuran permifan, proses destilasinya juga mengkhawatirkan,” sebut Sutrisna.

Peredaran arak berbahan gula ini menurutnya tidak dilindungi Pergub 1/2020 sehingga perlu dilakukan upaya edukasi dan pembinaan secara intensif.

Jika dibiarkan, dia khawatir dapat merusak citra arak khas Bali yang telah diwariskan secara turun temurun. “Bayangkan kalau itu dikonsumsi tamu dan menimbulkan masalah,” tandasnya

Diketahui, potensi arak di wilayah Sidemen begitu besar, dengan jumlah produsen arak mencapai 665 perajin.

Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya masih memproduksi arak berbahan gula yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Kepala Seksi Industri Agro Disperindag Bali I Dewa Agung Purnama menambahkan, selain pembinaan dan edukasi, pihaknya melakukan peninjauan juga untuk melihat langsung alat destilasi yang digunakan oleh produsen arak.

Karena, Pemprov Bali mengalokasikan anggaran untuk bantuan alat destilasi sebagai upaya untuk mendorong kemajuan industri arak tradisional. 

Dalam peninjauan, Tim Terpadu menyambangi kediaman Ni Wayan Rinten, pengepul arak di Banjar Delod Yeh Tengah, Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen.

Kepada tim yang turun ke lapangan, perempuan paruh baya itu mengaku membeli arak dari para petani yang memproduksi arak di kawasan perbukitan.

Tim menyarankan Wayan Rinten berkonsultasi mengenai kemungkinan membentuk koperasi mengingat jumlah petani yang menyuplai arak kepadanya sudah mencapai puluhan orang.

Dengan membentuk koperasi, Rinten nantinya akan lebih mudah mengurus ijin edar. Masih di Banjar Delod Yeh Tengah, tim juga meninjau tempat produksi arak milik Wayan Suweden.

Dengan alat destilasi sederhana, usaha keluarga ini memproduksi arak dari bahan baku tuak (nira) yang dibeli dari para petani.

Dari 120 liter tuak, Suweden dalam memproduksi 14 liter arak dengan keuntungan yang tidak seberapa.

Dari hasil peninjauan, tim mencatat sejumlah hal yang perlu diperhatikan produsen dan pengepul arak, salah satunya adalah kebersihan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/